MARINews, Jakarta-Rangkaian acara hari pertama Pameran Kampung Hukum 2025 telah selesai digelar oleh Mahkamah Agung (MA) pada 18 Februari 2025. Kegiatan talkshow dengan tema “Peradilan Berintegritas Melalui Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI)” menjadi salah satu agenda menarik dalam acara tersebut dengan dipandu moderator yaitu, Hakim Yustisial Biro Hukum dan Humas MA, Eva Margareta Manurung, S.H., M.H.
Duduk sebagai narasumber pertama dalam talkshow tersebut, yaitu Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta, Prof. Dr. Herri Swantoro, S.H., M.H dan salah seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Dr. Ermanto Fahamhsyah, S.H., M.H., sebagai narasumber kedua.
Talkshow ini, membahas peran AI dalam membantu meningkatkan integritas di pengadilan dengan menelisik lebih jauh arti penting dari pemanfaatan AI dalam mewujudkan suatu peradilan yang berintegritas. Mengingat, belakangan ini masyarakat lebih kritis, sangat dinamis, serta telah banyak yang memahami hukum.
Dalam upaya mendukung hal tersebut, Herri menuturkan, MA harus dapat mendorong pengadilan-pengadilan di bawahnya untuk menjadi peradilan yang transparan dan akuntabel melalui performa peradilan modern yang berintegritas dengan dukungan AI. Menurutnya, peradilan modern dengan peran AI menjadi suatu keniscayaan yang harus diwujudkan dalam performa peradilan itu sendiri.
Ia menjelaskan, ada tiga komponen utama untuk mewujudkan peradilan yang berintegritas, yaitu keadilan, transparansi dan kejujuran. Transparansi merupakan salah satu syarat utama. Sebab transparansi berkaitan erat dengan kemudahan akses bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi dalam waktu yang cepat.
Hal ini dapat dilihat dari kebijakan MA, yang sejak 2012 telah membuat Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP).
Semua pengadilan di bawah MA juga terus berupaya untuk melakukan optimalisasi penyelesaian perkara melalui e-Court (e-Litigasi) dan e-Berpadu. Aplikasi-aplikasi tersebut, merupakan wujud dari pemanfaatan AI sebagai bentuk optimalisasi pelayanan. Di dalam e-Court, penyelenggaraan administrasi peradilannya serba elektronik, termasuk persidangan.
Aplikasi Berbasis AI, Manfaat dan Perbandingan dengan Negara Lain
Dalam pemaparannya, Herri turut menyebutkan bahwa pada 2023, MA telah meluncurkan beberapa aplikasi seperti:
1. Smart Majelis (2023)
Aplikasi yang digunakan untuk penunjukan majelis perkara kasasi dan PK menggunakan AI yang mempertimbangkan dasar kompetensi dan beban kerja Hakim Agung.
2. Court Live Streaming (2023)
Aplikasi yang memungkinkan masyarakat untuk dapat menyaksikan pembacaan amar putusan kasasi dan peninjauan kembali secara langsung melalui live streaming.
3. Deteksi Dini (2024)
Aplikasi yang mampu mendeteksi perkara yang memiliki kemiripan dan keterkaitan satu sama lain, dengan memanfaatkan database dari seluruh pengadilan dengan menggunakan sistem algoritma robotika (AI).
Dengan demikian, bisa meminimalisir adanya putusan-putusan yang bertolak belakang.
4. Siap MA Terintegrasi (2024)
Aplikasi yang terhubung dengan SIPP pengadilan tingkat pertama dan dilengkapi dengan fitur Smart Majelis berbasis kecerdasan buatan (AI). Fitur ini dirancang untuk menghindari konflik kepentingan, terutama dalam proses penunjukan dan distribusi perkara di Mahkamah Agung.
Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta, Prof. Dr. Herri Swantoro, S.H., M.H berharap, aplikasi-aplikasi tersebut dapat diturunkan kepada seluruh jajaran pengadilan, baik di tingkat banding maupun di tingkat pertama. Sehingga, penerapan AI ini dapat mengeliminasi subjektivitas manusia yang dapat bersifat bias, tertutup, dan diskriminatif yang dapat menimbulkan ketidakadilan.
“Jadi, tidak ada lagi opini bahwa suatu perkara bisa dipesan atau bisa diminta. Tidak ada lagi. Kenapa? Karena penerapan AI ini menunjukkan transparansi yang diolah oleh sistem tanpa campur tangan dari penentu kebijakan,” jelas Herri.
Lebih lanjut, Herri menguraikan beberapa manfaat AI dalam peradilan yang berintegritas yaitu:
1. Meningkatkan transparansi
AI dapat digunakan untuk menekan, menganalisis dan mengevaluasi proses persidangan secara real time.
2. Mencegah korupsi
AI dapat mendeteksi pola mencurigakan dalam putusan, biaya perkara atau administrasi peradilan.
3. Mempercepat Proses
Otomatisasi dalam pembuatan dokumen hukum, analisis dan yurisprudensi dan administrasi perkara mengurangi penundaan yang tidak perlu.
4. Mengurangi Bias Hukum
Algoritma pada AI dapat membantu hakim dengan analisis berbasis data yang lebih objektif, meskipun keputusan akhir tetap di tangan manusia.
Dalam kesempatan itu, Herri juga mengajak peserta talkshow untuk melihat perbandingan implementasi AI dalam sistem peradilan di negara lain. Seperti contoh, negara Estonia. Estonia telah menggunakan AI dalam menangani perkara perdata dengan nilai perselisihan kurang dari 7000 Euro, sehingga penggunaan AI tidak hanya mencakup administrasi peradilan tetapi juga memutus perkara tersebut.
Kemudian, ada pengadilan internet di China yang khusus untuk menangani masalah-masalah berkaitan dengan dunia digital, seperti sengketa e-Commerce dan hak cipta. Sedangkan di Amerika, AI membantu sistem prediksi recidivism (tingkat pengulangan kejahatan) untuk panduan bagi majelis hakim dalam menjatuhkan putusan.
Risiko dan Tantangan Pemanfaatan AI dalam Peradilan
“Persoalan mengenai kepastian hukum memang menjadi hal yang dicari dalam suatu proses hukum. Tetapi, ada implikasi-implikasi negatif dalam penggunaan AI yang berkaitan dengan kepastian hukum tersebut.” ungkap Herri.
Ia menegaskan, AI tidak bisa menggantikan peran hakim dalam membuat keputusan akhir. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan Hakim Amerika Serikat Noel L Hilman, yang berpendapat, penggunaan Al dalam penjatuhan hukuman dapat melanggar dasar proses hukum dan adanya risiko kesalahan dan bias implisit yang tidak dapat diterima.
Selain itu, ketergantungan pada Al untuk memprediksi residivis secara tidak tepat, telah menyerahkan kewenangan untuk menjatuhi hukuman kepada lembaga yang bersifat nonyudisial.
Berkaitan dengan keamanan data, maka perlindungan terhadap data pribadi dan informasi rahasia harus diperhatikan. Herri menjelaskan, data pribadi yang dikumpulkan tanpa persetujuan pemilik data atau digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai akan dapat melanggar privasi bahkan termasuk dalam pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia maupun pelanggaran hukum. Ia juga menilai jika pelanggaran yang demikian dapat mengarah kepada ketidakadilan.
Selanjutnya, berbicara mengenai potensi bias dalam algoritma, Herri menjelaskan, hasil penelitian yang dilakukan oleh Al didasarkan pada data yang ada pada Al itu sendiri. Dengan demikian, apabila data yang digunakan untuk memprogram Al tidak representatif dan tidak beragam, maka algoritma Al dan hasil yang didapat akan menjadi bias.
“Terakhir adalah tantangan mengenai kesiapan infrastruktur dan SDM. Oleh karena itu, diperlukan investasi dalam sistem Al dan pelatihan bagi aparat peradilan terkait peretasan, kebocoran data dan atau penyalahgunaan data itu sendiri. Sehingga, memerlukan adanya infrastruktur canggih, kuat pertahanannya dan selalu terkini. Begitu juga didukung dengan pengetahuan SDM yang menggunakannya.” beber Herri di tengah pemaparannya.
Pada talkshow tersebut Herri turut memberikan sejumlah rekomendasi yaitu adanya regulasi yang jelas atau dasar hukum yang kuat mengenai penerapan AI dalam peradilan agar tidak melanggar hak asasi manusia. Kemudian Pilot Project AI dalam peradilan juga dapat dimulai dari perkara yang sederhana.
Tak lupa, peningkatan kapasitas SDM dapat dilakukan dengan pelatihan bagi hakim dan aparatur pengadilan dalam memahami dan menggunakan teknologi Al. Kolaborasi dengan akademisi dan pakar teknologi penting dilakukan untuk memastikan Al digunakan secara etis dan bertanggung jawab.
Senada dengan pemaparan tersebut, narasumber kedua yaitu Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H., juga memberikan rekomendasi bahwa penggunaan AI dalam peradilan memiliki potensi besar, namun perlu adanya mitigasi risiko penerapannya pada masa mendatang karena masih dibutuhkan pengembangan lebih lanjut terhadap AI secara universal, khususnya dalam penerapan di dunia peradilan.
Talkshow tersebut, diakhiri dengan sesi tanya jawab dari para peserta yaitu mahasiswa/i fakultas hukum yang ditujukan kepada masing-masing narasumber mengenai penerapan AI dalam lembaga peradilan.