Landmark Decision: Prajurit TNI Simpan Sisa Amunisi Termasuk dalam Pelanggaran?

Dengan adanya landmark decisions yang ada, dapat menambah khazanah pengetahuan dan memotivasi para hakim agar senantiasa berupaya melahirkan putusan-putusan yang berkualitas.
Ilustrasi amunisi. Foto pexels.com
Ilustrasi amunisi. Foto pexels.com

Putusan penting (landmark decision) merupakan putusan yang mengandung kaidah hukum baru dan dipandang bermanfaat bagi perkembangan hukum di masa yang akan datang. Adapun putusan tersebut terdiri dari putusan perkara perdata, perkara pidana, perkara agama, perkara militer dan perkara tata usaha Negara (TUN).

Adapun salah satu landmark decision yang termuat dalam Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) 2018 yaitu, putusan perkara pidana militer dengan jenis perkara penyalahgunaan amunisi dan narkotika.

Perkara tersebut diputus oleh Hakim Ketua, Timur P. Manurung, S.H., M.M., dengan para Hakim Anggota, Dr. Drs. Burhan Dahlan, S.H., M.H. dan Prof. Dr. T. Gayus Lumbuun, S.H., M.H. sebagaimana dalam Putusan Perkara Kasasi Nomor 343 K/Mil/2016.

Terdakwa Yudo Sudaryanto didakwa oleh Oditur Militer dengan dakwaan campuran, yaitu:
kesatu: Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Drt. Tahun 1951 dan kedua: Pertama: Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 atau Kedua: Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.

Ringkasan Posisi Kasus dan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama

Perkara bermula ketika terdakwa masuk menjadi prajurit TNI AD pada 2001, melalui pendidikan Secata PK di Rindam Jaya/Jayakarta setelah lulus dilantik dengan pangkat Prada, kemudian mengikuti pendidikan kejuruan Infanteri di Rindam Jaya/Jayakarta, terakhir pada tahun 2014 berdinas di Paspampres dengan jabatan Ta Unit Pamnis Den 4 Grup B Paspampres.

Kemudian, pada 16 Juli 2015 sekira pukul 01.30 WIB, terdakwa ditangkap oleh aparat kepolisian di Hotel Mega Matra Matraman karena diduga melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Kemudian, dilakukan penggeledahan terhadap terdakwa dan ditemukan barang bukti berupa sembilan butir amunisi, satu kotak bungkus rokok Mild yang berisikan satu klip plastik kecil yang berisikan kristal bening yang diduga narkotika jenis sabu dengan berat bruto 0,50 (nol koma lima puluh) gram, satu unit handphone merk Acer dan selanjutnya terdakwa diserahkan ke Pomdam Jaya/Jayakarta.

Kemudian ternyata diketahui, sembilan butir amunisi tersebut merupakan amunisi sisa latihan menembak yang dilakukan terdakwa di Kesatuan Mako Paspampres yang disimpan dan dikuasai terdakwa untuk dipergunakan latihan menembak berikutnya.

Adapun berita acara pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Pusat Laboratorium Forensik memuat kesimpulan, barang bukti berupa 9 butir amunisi tersebut adalah peluru tajam full metal jacket, Semi Wad Cutter, kaliber 9 mm dan merupakan peluru senjata api berkaliber 9 mm seperti FN/Browning Baretta dan atau sejenisnya.

Tak hanya itu, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Badan Narkotika Nasional (BNN), urine terdakwa mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I nomor urut 61 Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Atas perbuatannya tersebut, Oditur Militer menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama lima tahun dikurangi masa penahanan yang telah dijalani dan pidana denda sejumlah Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan, karena terdakwa terbukti melakukan tindak pidana kesatu, membawa, menyimpan amunisi, kedua, tanpa hak, memiliki, menyimpan, narkotika golongan I bukan tanaman.

Pengadilan Militer II-08 Jakarta kemudian menjatuhkan putusan melalui Putusan Nomor 36-K/PM.II-08/AD/II/2016 pada 4 Mei 2016 yang menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kesatu, tanpa hak menguasai dan menyembunyikan amunisi dan kedua, setiap orang penyalah guna Narkotika golongan 1 bagi diri sendiri.

Adapun pidana yang dikenakan pada terdakwa adalah berupa pidana pokok yaitu, satu tahun penjara, menetapkan selama waktu Terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan pidana tambahan, dipecat dari dinas militer.

Putusan Judex Facti Dinilai Salah Menerapkan Hukum oleh Judex Juris

Terhadap putusan tingkat pertama tersebut, terdakwa mengajukan banding. Kemudian, Putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Nomor 78-K/PMT-II/BDG/AD/VII/2016 tanggal 11 Agustus 2016, mengubah putusan Pengadilan Militer II-08 Jakarta Nomor 36-K/PM.II-08/AD/II/2016 yang menjatuhkan pidana pokok, satu tahun dan tujuh bulan penjara, menetapkan selama waktu Terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan pidana tambahan, dipecat dari dinas militer.

Merasa tak puas dengan putusan banding tersebut, terdakwa kembali memanfaatkan upaya hukum atas perkaranya. Selanjutnya, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi terdakwa melalui Putusan Kasasi Nomor 343 K/MIL/2016. Putusan kasasi tersebut membatalkan Putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Nomor 78-K/PMT-II/BDG/AD/VII/2016 yang mengubah putusan Pengadilan Militer II-08 Jakarta Nomor 36-K/PM.II-08/AD/II/2016 dengan mengadili sendiri, sebab Judex Facti dinilai telah salah dalam menerapkan hukum.

Dikutip dari putusan kasasi, Majelis Hakim membatalkan putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta khusus pada pembuktian dakwaan kesatu yaitu, “tanpa hak menguasai dan menyembunyikan amunisi” dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Drt tahun 1951. 

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Kasasi mempertimbangkan kedudukan prajurit TNI sebagai alat pertahanan negara yang mempunyai tugas pokok untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara, dengan kata lain eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi tugas dan tanggung jawab prajurit TNI.

Untuk itu, setiap prajurit TNI dituntut memiliki kemampuan menggunakan sarana tempur, di antaranya adalah penggunaan senjata api. Senjata api dalam istilah kehidupan prajurit TNI, menurut Majelis Hakim Kasasi, diperlakukan bagaikan “isteri pertama”.

Lebih lanjut, judex juris berpendapat, untuk mencapai kualitas predikat mahir menggunakan senjata api, setiap prajurit diberikan bekal pokok amunisi untuk digunakan dalam latihan-latihan menembak senjata api. Dalam hitungan pencapaian tingkat kemampuan, amunisi yang diberikan kesatuan kepada setiap prajurit adalah harus habis.

Setiap kesatuan membuat aturan apabila amunisi tersisa maka harus dikembalikan kepada kesatuan. Dengan demikian, Majelis Hakim Kasasi berpendapat, sisa amunisi latihan yang tidak dikembalikan oleh seorang prajurit seusai latihan menembak akan dijatuhi hukuman disiplin atau tindakan disiplin tergantung pada kasusnya masing-masing.

“Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan, keberadaan amunisi pada setiap latihan bukan merupakan perbuatan melanggar hukum, melainkan amunisi tersebut sebagai hak setiap prajurit sebagaimana perlengkapan prajurit lainnya.” bunyi salah satu pertimbangan hukum dalam Putusan Kasasi Nomor 343 K/MIL/2016.

Majelis Hakim tingkat kasasi kemudian menjelaskan, terhadap amunisi yang tersisa (tidak habis) digunakan oleh seseorang prajurit TNI dalam suatu latihan dalam jumlah yang relatif sedikit dan dibawa oleh prajurit tersebut, dengan berbagai pertimbangan merupakan pelanggaran atas aturan kesatuan. Kecuali, amunisi tersebut digunakan untuk suatu kejahatan.

“Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbuatan terdakwa menyimpan 9 butir amunisi sisa latihan bukan merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951, oleh karena terdakwa in casu harus dibebaskan dari dakwaan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951 in casu.” kutip pertimbangan hukum putusan kasasi yang diputus pada 5 Desember 2016.

Berikut bunyi amar pada Putusan Kasasi Nomor 343 K/MIL/2016:

1. Menyatakan terdakwa Yudo Sudaryanto, Kopda NRP. 31010872150982, tidak tebukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Oditur Militer dalam dakwaan kesatu;

2. Membebaskan oleh karena itu kepada terdakwa dari dakwaan kesatu tersebut;

3. Menyatakan Terdakwa Yudo Sudaryanto, Kopda NRP.31010872150982, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penyalahgunaan Narkotika golongan I bagi diri sendiri”.

4. Memidana Terdakwa oleh karena itu dengan:

- Pidana pokok: penjara selama 1 (satu) tahun.

Menetapkan selama waktu terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 

- Pidana tambahan: dipecat dari dinas militer.

5. Menetapkan barang bukti .....dst.

Kaidah hukum yang dapat diambil berdasarkan Putusan Kasasi Nomor 343 K/MIL/2016 tersebut yaitu, Prajurit TNI yang membawa, menyimpan dan menguasai amunisi sisa latihan dengan maksud untuk digunakan dalam latihan berikutnya, bukan merupakan kejahatan.

Semoga dengan adanya landmark decisions yang ada, dapat menambah khazanah pengetahuan dan memotivasi para hakim agar senantiasa berupaya melahirkan putusan-putusan yang berkualitas.

Berdasar dari Teori Realisme Hukum, putusan hakim tidak lahir dari ruang hampa, sebab itulah putusan hakim lahir untuk memberikan keadilan. Oleh karena itu, penting kiranya bagi hakim untuk terus mengasah sensitivitas terhadap rasa keadilan agar dapat menjembatani antara legal justice, moral justice dan social justice.

Penulis: Nadia Yurisa Adila
Editor: Tim MariNews