Perkara yang melibatkan anggota militer seakan tidak terpublikasi ke masyarakat, padahal banyak perkara yang telah diperiksa dan diputuskan oleh peradilan militer sampai dengan adanya upaya hukum kasasi oleh Hakim Agung pada Kamar Militer. Salah satu contoh kasus yang menjadi putusan yurisprusensi MA pada Kamar Militer adalah Putusan Nomor 141 K/Mil/2023.
Perkara ini bermula Terdakwa Serma XY pada Rabu, 15 September 2021 sekira pukul 15.30 WIT, berkunjung ke rumah BK, yang merupakan suami AK. Kemudian bertemu dengan BK, AK, KD, dan seorang lainnya sambil duduk-duduk bercerita tentang Terdakwa dan teman-temannya.
Sekitar pukul 18.30 WIT, AK, KD dan BK meninggalkan pondok, tetapi tidak lama kemudian BK bersama temannya datang sambil membawa minuman keras jenis Vodka sebanyak dua botol, selanjutnya Terdakwa, BK dan temannya minum minuman keras tersebut.
Terdakwa XY kemudian melihat banyak anak-anak di depan teras yang sedang bermain handphone dan melihat XX (anak korban) yang berjenis kelamin perempuan, lalu memanggil anak korban. Setelah anak korban mendekat, Terdakwa meraba dan memegang kedua payudara anak korban dengan tangan kirinya. Kemudian, anak korban dengan tangan kanannya melepaskan tangan Terdakwa tersebut dan menjanjikan uang sejumlah Rp100 ribu kepada anak korban.
Setelah melepaskan tangan Terdakwa, anak korban menangis dan pergi ke rumahnya dan melaporkan kejadian tersebut kepada kakak anak korban. Kakak anak korban melaporkan kejadian tersebut kepada ibu anak korban yang selanjutnya ibunya marah dan mendatangi Terdakwa untuk menanyakan kebenaran peristiwa yang terjadi terhadap anak korban.
Namun, Terdakwa tidak mengakuinya, tetapi ibu korban tidak percaya karena anak korban sangat ketakutan. Ketika anak korban diminta menunjuk orang yang telah berbuat tersebut, ternyata menunjuk Terdakwa. Kemudian anak korban menangis dan ketakutan melihat Terdakwa.
Awalnya Terdakwa menyangkal perbuatannya. Tetapi pada akhirnya Terdakwa menyesal dan menyatakan perbuatannya dipicu rasa sayang karena merindukan kehadiran anak dalam pernikahan Terdakwa yang telah berlangsung dua puluh dua tahun belum dikaruniai anak, selanjutnya keluarga anak korban melaporkan Terdakwa ke Subdenpom XVII/D Sarmi untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Atas kejadian tersebut, dilakukan musyawarah antarkeluarga terkait kesepakatan dan pernyataan damai keluarga besar Terdakwa dengan RD di Sekretariat Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Sarmi, yang memfasilitasi kesepakatan perdamaian antara keluarga besar Karubaba (keluarga Terdakwa) dengan keluarga besar Danaka (keluarga korban), dengan hasil kesepakatan sebagai berikut:
1. Forum Musyawarah Keluarga sepakat mengakui bahwa faktor utama penyebab terjadinya tindak pidana tersebut adalah pengaruh miras (minuman beralkohol).
2. Forum Musyawarah Keluarga telah mendengar dan menyaksikan pengakuan serta permohonan maaf dari keluarga besar Karubaba yang disampaikan oleh istri Terdakwa, juga telah mendengar dan menyaksikan pengakuan serta menerima maaf dari keluarga besar Danaka yang disampaikan oleh ibu korban.
3. Forum Musyawarah Keluarga telah mendengar dan menyaksikan keluarga besar Danaka dan keluarga besar Karubaba yang sepakat berdamai dengan tidak melanjutkan tindak pidana ini ke proses hukum selanjutnya.
Kendati begitu, Terdakwa tetap didakwa oleh Oditur Militer karena dinilai melanggar Pasal 76E juncto Pasal 82 Ayat (1) UU-RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU-RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Pengadilan Militer III-19 Jayapura dalam putusannya Nomor 218-K/PM.III-19/AD/VII/2022 menjatuhkan putusan kepada Terdakwa dengan menyatakan, Terdakwa Serma XY terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memaksa anak untuk melakukan perbuatan cabul, dengan pidana penjara selama 10 bulan dan denda Rp5 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan, dengan pertimbangan hukum, Terdakwa terbukti meraba dan memegang payudara anak korban, Terdakwa mengetahui perbuatannya salah dan melanggar hukum dan tidak mencerminkan kedudukan Terdakwa yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat.
Majelis Hakim menggunakan pendekatan restorative justice yang lebih menitik beratkan pada terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana dengan korban.
Dengan mekanisme dialog dan mediasi untuk mencapai penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi korban dan pelaku yang telah diselesaikan oleh LMA Kabupaten Sarmi dan situasi masyarakat kembali kondusif tidak terjadi keresahan.
Atas putusan Pengadilan Militer III-19 Jayapura tersebut, Oditur Militer pada Oditurat Militer IV-20 Jayapura mengajukan banding ke Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya dengan register Nomor 170-K/PMT.III/BDG/AD/XI/2022. Putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya lantas mengubah Putusan Pengadilan Militer III-19 Jayapura Nomor 218-K/PM.III-19/AD/VII/2022 mengenai pidananya menjadi pidana penjara selama lima tahun dan denda sejumlah 5 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan serta pidana tambahan “dipecat dari dinas militer”.
Pertimbangan Hukum Majelis Hakim atas Putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya Nomor 170-K/PMT.III/BDG/AD/XI/2022, berdasarkan pada perbuatan Terdakwa yang memanfaatkan keluguan anak korban yang masih berusia sebelas tahun. Kemudian, mengiming-imingi anak korban sejumlah uang adalah siasat Terdakwa melakukan pencabulan terhadap anak korban.
Alasan melakukan perbuatan cabul karena Terdakwa memberikan kasih sayang kepada anak korban sebagai anak, karena sudah 22 tahun pernikahan tidak dikaruniai anak, adalah alasan pembenar. Ini karena sangat berbeda antara menunjukkan sikap kasih sayang dengan memegang payudara yang menimbulkan rasa sakit. Selanjutnya Terdakwa dinilai tidak pantas melakukan perbuatan tersebut, karena Terdakwa sebagai anggota TNI harus menjadi pelindung masyarakat.
Terdakwa selanjutnya mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung dan perkara teregister Nomor 141 K/Mil/2023, yang duduk sebagai Majelis Hakim Dr. Burhan Dahlan, S.H., M.H. (Ketua Majelis), Hidayat Manao, S.H., M.H. (Hakim Anggota I) dan Dr. Sugeng Sutrisno, S.H., M.H. (Hakim Anggota II), serta Panitera Pengganti Happy Tri Sulistiyono, S.H., M.H.
Terhadap permohonan kasasi tersebut, Majelis Hakim menolak Kasasi yang diajukan Terdakwa tersebut dengan memperbaiki Putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya Nomor 170-K/PMT.III/BDG/AD/XI/2022 yang mengubah Putusan Pengadilan Militer III-19 Jayapura Nomor 218-K/PM.III-19/AD/VII/2022 mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa menjadi pidana penjara selama sepuluh bulan. Serta pidana denda Rp5 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan.
Majelis Hakim Kasasi dalam pertimbangannya menyatakan, alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan. Ini karena Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya dalam mengadili perkara Terdakwa tidak salah dalam menerapkan hukum. Putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya sudah tepat dan benar. Dalam menjatuhkan putusan tersebut, dinilai telah mempertimbangkan keterbuktian dakwaan in casu secara cermat dengan memberikan pertimbangan hukum berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
Alasan kasasi Terdakwa yang tidak dapat dibenarkan, karena berkenaan dengan penilaian hasil pembuktian yang merupakan kewenangan judex facti dan tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi. Namun demikian, pidana yang dijatuhkan dalam putusan judex facti in casu harus diperbaiki.
Dengan alasan, judex facti dalam menjatuhkan pidana tersebut, tidak memberikan pertimbangan hukum yang cermat terhadap fakta-fakta di persidangan. Sehingga, putusan judex facti in casu dapat dikualifikasikan sebagai putusan yang kurang sempurna pertimbangan hukumnya (onvoldoende gemotiveerd).
Adanya fakta-fakta dalam persidangan, Terdakwa telah melaksanakan kesepakatan berdamai dengan keluarga saksi korban yaitu, pada Jumat, 24 September 2021, yang difasilitasi oleh forum musyawarah keluarga. Forum musyawarah keluarga dinilai telah mendengar pengakuan dan permohonan maaf dari keluarga besar Terdakwa yang disampaikan oleh istri Terdakwa dan penerimaan maaf dari keluarga besar Danaka yang disampaikan oleh Ibu Korban, serta perbuatan Terdakwa tidak mengakibatkan trauma mendalam bagi kehidupan Anak Korban.
Pertimbangan tersebut diambil Majelis Hakim Kasasi karena telah dilakukannya upaya damai secara adat oleh Terdakwa dengan keluarga korban dengan mendasari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Rumusan Hukum Kamar Militer yang menyatakan “Bahwa dengan telah dilakukan upaya damai secara adat, dapat dijatuhkan pidana dengan menyimpangi pidana penjara minimum yang diatur dalam undang-undang tersebut”, oleh karena itu walaupun Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana melanggar Pasal 82 Ayat (1) juncto Pasal 76E UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 yang mengatur ancaman pidana penjara minimum, namun dengan mempertimbangkan fakta-fakta tersebut maka untuk penjatuhan pidana penjara yang dipandang adil dan setimpal dengan kesalahan Terdakwa tersebut adalah dengan menyimpangi ketentuan pidana penjara minimal dalam pasal tersebut.
Dengan dasar pertimbangan tersebut, Majelis Hakim Kasasi memperbaiki pidana yang dijatuhkan dengan menjatuhkan pidana sebagaimana dalam amar putusan Pengadilan Militer III-19 Jayapura.
Majelis Hakim Kasasi juga mempertimbangkan Kontra Memori Kasasi dari Oditur Militer yang pada pokoknya memohon agar menolak permohonan kasasi dari Terdakwa tersebut dan menguatkan putusan banding, tidak dapat dipertimbangkan. Pasalnya, putusan banding diperbaiki mengenai penjatuhan pidananya, namun alasan-alasan kasasi Terdakwa dinyatakan tidak beralasan hukum.
Sehingga, putusan banding tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi Terdakwa ditolak dengan perbaikan. Dengan begitu, putusan banding yang mengubah putusan tingkat pertama harus diperbaiki mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa.
Putusan kasasi ini menjadi kaidah hukum yang dapat dipedomani oleh hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara yang fakta hukumnya sama dengan perkara tersebut ke depannya.