Landmark Decision: Pelaksanaan Tender yang Mengakibatkan Kerugian Bukan Merupakan Tindak Pidana

Putusan kasasi ini menjadi yurisprudensi yang dapat digunakan hakim dan praktisi hukum lainnya. Hakim yang memeriksa dan memutus perkara serupa dapat menggunakan kaidah hukum tersebut sebagai pertimbangannya dalam putusan yang dibuatnya.
Gedung Mahkamah Agung (MA). Foto dokumentasi MA
Gedung Mahkamah Agung (MA). Foto dokumentasi MA

Dalam menjalankan perusahaan, ada perusahaan yang akan melaksanakan dan mengikuti tender. Dalam dunia bisnis, tender merupakan salah satu hal yang penting. Karena tender akan digunakan oleh banyak perusahaan dan orang (individu) terutama vendor dalam bersaing untuk mendapatkan proyek yang dilakukan oleh perusahaan maupun pemerintah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengetian tender adalah tawaran untuk mengajukan harga atau menyediakan barang. Akan tetapi, kegiatan ini dilakukan oleh pengusaha bermodal besar saja. Sedangkan menurut ketentuan hukum yang ada, pengertian tender adalah metode pemilihan penyedia barang atau pekerjaan konstruksi atau jasa lainnya. Kegiatan tersebut perlu diatur secara hukum supaya keberlangsungan proyek terjamin adil, transparan dan akuntabel.

Kali ini, terdapat perkara terkait dengan tander yang telah diputus oleh pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, dan tingkat kasasi dan telah menjadi putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Laporan Tahunan (Laptah) Mahkamah Agung 2021 memuat putusan penting (landmark decision) mengenai perusahaan yang mengikuti tender dan telah terjadi kerugian dan wanprestasi sebagaimana Putusan Kasasi Nomor 358 K/Pid/2020 tanggal 30 April 2020.

Kronologis Singkat Perkara

Perkara tersebut pada awalnya, ketika Heru Pamungkas (terdakwa) selaku Direktur Utama PT. Trimuda Adhipradana (PT.TA) mengikuti tender yang dilaksanakan oleh PT. Bina Sawit Abadi Pratama (PT.BSAP) atas proyek yang terletak di daerah Bagendang, Kabupaten Kota Waringin Timur, Kalimantan Tengah.

Pada  26 Agustus 2014, tender proyek Bagendang yang pertama dimenangkan oleh PT.TA dengan alasan harga lebih kompetitif, menjanjikan waktu penyelesaian pekerjaan proyek lebih cepat, serta ada rekomendasi, di mana sebelumnya PT.TA mengerjakan proyek dreging jetty (pengerukan tanah). 

Selanjutnya pada  5 September 2014, ditandatanganilah SPK (Surat Perjanjian Kerja) atau Purchase Order (PO) No. 010/BAP/ PK/LGL/IX/2014 untuk pekerjaan proyek pertama land granding senilai Rp13,5 miliar. Setelah mendapatkan pembayaran uang muka terdakwa melaksanakan pekerjaan, namun pekerjaan dilaksanakan tidak sesuai dalam surat penawaran, tidak tepat waktu, dan sebagainya dan terdakwa hanya menyelesaikan tahap kedua dan tahap keempat saja, sedangkan tahap kelima tidak dapat diselesaikan, sehingga progres pekerjaan yang dicapai hanya 65,238% dan PT.BSAP telah membayar kurang lebih sebesar Rp11,9 miliar kepada PT.TA.

Pada pekerjaan land granding II (proyek kedua) Bagendang, berdasarkan memorandum Heriadie Mochtar pada 10 Nopember 2014, dilaksanakan dengan penunjukan langsung yang menunjuk PT.TA selaku kontraktornya. Dengan alasan, kesiapan peralatan dan tenaga kerja, jenis pekerjaan sama dan tinggal meneruskan.

Terdakwa menerima penunjukkan langsung dengan mengajukan lampiran surat penawaran sebagaimana yang diajukan dalam pelaksanaan proyek land granding I dengan SPK No. 020/BAP/PK/LG/XII/2014 dengan nilai kontrak proyek sebesar lebih dari Rp15,3 miliar. Tetapi, sampai dengan akhir waktu yang diperjanjikan ternyata progres pelaksanaan pekerjaan land granding II yang dilakukan oleh PT.TA hanya sebesar 41,82%, sedangkan PT.BSAP telah membayar kurang lebih sebesar Rp7,8 miliar kepada PT.TA. 

Pada pelaksanaan proyek ketiga, yaitu main jetty (dermaga) berupa pembangunan tempat sandar kapal tongkang di daerah Bagendang, Kabupaten Kota Waringin Timur, Kalimantan Tengah, terdakwa mengikuti tender lagi dan dinyatakan sebagai pemenang. Selanjutnya pada 13 Januari 2015, ditandatangani SPK No. 011/BAP/PK/LGL/2015 dengan nilai proyek sebesar Rp27,5 miliar. Setelah menerima pembayaran uang muka, ternyata pada pekerjaan proyek ketiga dermaga terdakwa sama sekali tidak melaksanakan pekerjaannya dan progres pekerjaan hanya sebesar 4,551%. Akibat perbuatan terdakwa, PT. BSAP menderita kerugian seluruhnya lebih kurang sebesar Rp12 miliar atau setidak-tidaknya lebih dari Rp250,- (dua ratus lima puluh rupiah).

Atas perbuatannya tersebut, penuntut umum mendakwa terdakwa dengan dakwaan kumulatif, yaitu: Kesatu, melanggar Pasal 378 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Kedua melanggar Pasal 372 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP; dan kesatu melanggar Pasal 263 Ayat (1) KUHPidana dan kedua melanggar Pasal 263 Ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana. 

Atas dakwaan tersebut, penuntut umum menuntut terakwa pada pokoknya menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan menggunakan surat palsu secara berkelanjutan sebagaimana dalam Pasal 378 KUHPidana juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana dan Pasal 263 Ayat (2) KUHPidana juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Penuntut umum juga menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun dan  enam bulan dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

Atas dakwaan dan tuntutan penuntut umum tersebut, Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama menjatuhkan Putusan Nomor 814/Pid.B/2019/PN Jkt Pst, yang pada pokoknya menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan secara berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karenanya dengan pidana penjara selama tiga tahun;

Atas putusan Pengadilan Negeri tersebut, terdakwa mengajukan upaya hukum banding dan Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan banding memberikan Putusan Nomor 426/Pid/2019/PT DKI pada pokoknya menerima permintaan banding dari penasihat hukum terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri yang dimintakan banding tersebut;

Terdakwa kembali mengajukan upaya hukum, kali ini upaya hukum yang dilakukan adalah upaya hukum kasasi ke Mahakamah Agung, agar perkaranya dapat diperiksa dan diadili oleh Hakim Agung. Majelis Hakim tingkat kasasi memberikan putusan pada pokoknya mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi/terdakwa Heru Pamungkas tersebut, dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 426/Pid/2019/PT DKI tanggal 10 Desember 2019 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 814/Pid.B/2019/PN Jkt Pst tanggal 22 Oktober 2019 tersebut. 

Selanjutnya, Majelis Hakim Kasasi mengadili sendiri dengan menyatakan:

1. Menyatakan terdakwa Heru Pamungkas terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana;

2. Melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging);

3. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;

4. Membebankan biaya perkara pada seluruh tingkat peradilan dan pada tingkat kasasi kepada negara;

Pertimbangan Hakim Agung Dalam Putusan Nomor 358 K/Pid/2020 tanggal 30 April 2020
Majelis Hakim Kasasi yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut yakni Dr. H. Andi Abu Ayyub Saleh, S.H., M.H sebagai Hakim Ketua, Soesilo, S.H., M.H. sebagai Hakim Anggota, Hidayat Manao, S.H., M.H., sebagai Hakim Anggota dan Nurjamal, S.H., M.H., sebagai panitera pengganti memberikan pertimbangan hukum atas perkara tersebut dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Bahwa putusan judex facti yakni Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 814/Pid.B/2019/PN Jkt Pst tanggal 22 Oktober 2019 yang serta merta langsung dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 426/Pid/2019/PT DKI, tanggal 10 Desember 2019 adalah salah menerapkan hukum dan salah menerapkan eksistensi penerapan hukumnya. Dakwaan-dakwaan penuntut umum yang berupa dakwaan-dakwaan alternatif dan kumulatif penuntut umum khususnya kekeliruan menerapkan dakwaan Pasal 378 KUHP (tindak pidana penipuan) sama sekali tidak memenuhi syarat penerapan hukumnya sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP, Pasal 248 KUHAP serta Pasal 253 Ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c KUHAP (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) sebagai putusan-putusan judex facti yang tidak memenuhi persyaratan Undang-undang, sehingga perkara pidana ini berdasar hukum untuk dibatalkan dan diadili sendiri di tingkat kasasi Mahkamah Agung RI.

2. Ternyata putusan judex facti sama sekali tidak mempertimbangkan dan tidak melihat hubungan hukum (rechtsbretrekking) antara terdakwa Heru Pamungkas selaku Direktur Utama PT Trimuda Adhipradana dengan saksi pelapor Ertin Tanuwandi dan Ing Gianto Wijaya selaku PT Binasawit Abadi Pratama yakni, lahirnya beberapa Surat Perjanjian Kerja (SPK) antara kedua belah pihak perusahaan tersebut di atas berkenaan dengan pekerjaan land granding-Bagendang yang terletak di Kabupaten Waringin Timur, Kalimantan Tengah, dengan lahirnya beberapa perjanjian-perjanjian kerjasama yang dimenangkan tender perusahaan milik terdakwa (PT Trimuda Adhipradana).

3. Kemenangan tender terdakwa (PT Trimuda Adhipradana) pada proyek milik saksi pelapor Ertin Tanuwandi dan Ing Gianto Wijaya selaku PT Binasawit Abadi Pratama yakni berturut-turut (tiga) kali dilakukan tender proyek. Tiga kali pelaksanaan tender proyek antara hubungan hukum PT Trimuda Adhipradana milik terdakwa dengan PT Binasawit Abadi Pratama milik Ertin Tanuwandi dan Ing Gianto Wijaya dalam waktu berturut-turut lahir kesepakatan dalam wujud perjanjian kerjasama (SPK). Kesemua tahapan-tahapan pelaksanaan tender telah terlaksana dan masing-masing pihak telah menyadari hak-hak dan kewajibannya masing-masing yang tentunya yang merasa tidak puas atas pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai kerugian baginya atau merupakan merupakan kelalaian dan wanprestasi, dan bukan merupakan tindak pidana.

4. Perkara atas nama terdakwa Heru Pamungkas tidak berdasar hukum untuk dijadikan sebagai perkara pidana, karena persyaratan yuridis dari perbuatan- perbuatan yang dilakukan bukanlah merupakan tindak pidana;

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslaag van alle rechtsvervolging) dapat diberikan kepada terdakwa, yang memang jelas tidak terbukti melanggar pasal yang didakwakan dan dituntut, karena kelalaian dan wanprestasi bukan merupakan tindak pidana, serta adanya salah penerapan hukum yang tidak memenuhi persyaratan undang-undang.

Putusan kasasi ini menjadi yurisprudensi yang dapat digunakan hakim dan praktisi hukum lainnya. Hakim yang memeriksa dan memutus perkara serupa dapat menggunakan kaidah hukum tersebut sebagai pertimbangannya dalam putusan yang dibuatnya.

Penulis: Andy Narto Siltor
Editor: Tim MariNews