Shared Parenting Anak dalam Yurisprudensi MA

Pada 2023, Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 171/PK/Ag/2022 melakukan pembaharuan hukum dalam pemeliharaan anak.
Ilustrasi anak. Foto : Freepik.com
Ilustrasi anak. Foto : Freepik.com

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebenarnya tidak mengatur secara spesifik bagaimana pola pengasuhan anak setelah orang tua bercerai. 

Regulasi tersebut hanya menegaskan dalam Pasal 41 bahwa orang tua tetap berkewajiban “memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak,” tanpa menyebutkan apakah pengasuhan harus dilakukan secara tunggal atau bersama.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan konstruksi yang lebih tegas dengan pola pengasuhan tunggal. 

Pasal 105 KHI menyatakan bahwa anak yang belum mumayyiz atau belum 12 (dua belas) tahun berada di bawah pemeliharaan ibunya. Adapun untuk anak yang telah mumayyiz, ia diberi hak untuk memilih tinggal bersama ayah atau ibunya. 

Dalam praktik peradilan agama, hakim umumnya lebih cenderung mengikuti ketentuan ini, kecuali terdapat kondisi tertentu atau kesepakatan kedua orang tua. 

Meski demikian, asas the best interests of the child (kepentingan terbaik untuk anak) tetap menjadi dasar utama dalam setiap putusan pemeliharaan anak.

Pada 2023, Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 171/PK/Ag/2022 melakukan pembaharuan hukum dalam pemeliharaan anak. 

Putusan ini menjadi landmark decision pada 2023 karena adanya pembaharuan hukum yang dilakukan Mahkamah Agung yakni menetapkan konsep pengasuhan bersama atau shared parenting.

Dalam putusan tingkat pertama, Pengadilan Agama memberikan putusan anak berada di bawah pemeliharaan ayahnya. Sedangkan dalam tingkat banding, Pengadilan Tinggi Agama memutuskan pemeliharaan anak tersebut berada di ibunya. 

Adapun dalam tingkat Peninjauan Kembali, Mahkamah Agung memberikan putusan pola pemeliharaan anak dengan konsep pemeliharaan bersama.

Mahkamah menemukan bahwa baik ayah maupun ibu memiliki hubungan emosional yang kuat dengan anak. Ayah terbukti aktif merawat, mendidik, dan mengasuh anak dalam kehidupan sehari-hari. 

Sementara itu, ibu tidak menunjukkan sikap atau perilaku yang membuatnya kehilangan kelayakan sebagai pemegang hak pemeliharaan. 

Dengan demikian, keduanya tetap memenuhi syarat sebagai orang tua yang bertanggung jawab.

Mahkamah juga menilai bahwa relasi anak dengan kedua orang tua tetap harmonis meskipun orang tuanya telah berpisah. Anak tidak mengalami hambatan untuk berinteraksi dengan ayah maupun ibu. 

Dalam konteks ini, hukum nasional sesungguhnya menempatkan kewajiban pengasuhan pada kedua orang tua, sebagaimana diatur dalam UU Perkawinan, UU Perlindungan Anak, dan KHI. Perceraian tidak menghapus tanggung jawab tersebut.

Berdasarkan prinsip best interests of the child dan pertimbangan maslahah dalam hukum Islam—yaitu memilih manfaat yang lebih besar dan menghindari mudarat yang lebih besar—Mahkamah Agung menyimpulkan bahwa pengasuhan bersama adalah pola terbaik untuk perkara ini. 

Konsep shared parenting memungkinkan kedua orang tua tetap hadir dalam proses tumbuh kembang anak, menjaga kedekatan emosional, dan mencegah ketergantungan anak pada salah satu orang tua saja.

Dalam perkara ini, ayah terbukti lebih dominan dalam pengasuhan anak yang masih belum mumayyiz, sehingga Mahkamah menetapkan bahwa anak tersebut tinggal bersama ayah di lingkungan sebagaimana sebelumnya yang dianggap stabil dan positif, sehingga perlu dipertahankan demi kelanjutan pendidikan dan keseharian anak tersebut. 

Ibu tetap memiliki akses penuh untuk berkomunikasi dengan anak kapan pun pada waktu yang wajar, serta dapat bertemu langsung pada akhir pekan dan hari libur. Bahkan, ibu diperbolehkan mengajak anak jalan-jalan atau menginap bersama.

Dalam putusan tersebut, Mahkamah Agung juga memberikan amar putusan terkait pembagian waktu dalam pengasuhan bersama tersebut yaitu ketika hari-hari sekolah yakni hari Senin sampai Jumat kecuali hari libur, maka pengasuhan anak tersebut bersama ayahnya. Sedangkan untuk hari Sabtu dan Minggu serta hari libur nasional, anak dalam pengasuhan ibunya.

Putusan ini melahirkan kaidah hukum baru yaitu “untuk kepentingan terbaik bagi anak, maka pengasuhan anak dapat diterapkan dengan konsep joint physical custody yaitu hak asuh bersama dimana ayah dan ibu berbagi tanggung jawab atas pengasuhan anak mereka sesuai dengan jadwal yang disepakati antara keduanya.”