Dalam aktivitas kehidupan sosial masyarakat, tentunya sering dijumpai kegiatan jual beli, sewa menyewa atau pinjam meminjam. Kegiatan bisnis tersebut, dapat saja dilakukan antar subjek hukum manusia atau dengan badan hukum, termasuk hubungan perdagangan sesama badan hukum.
Badan hukum privat sendiri tidak hanya berbentuk perseroan terbatas dan firma, melainkan juga persekutuan komanditer atau lebih dikenal publik dalam pelafalan bahasa Belanda yakni commanditaire vennootschap (CV).
Pembentukan commanditaire vennootschap dengan cara meminjamkan sejumlah uang, yang pendiriannya dapat dilakukan oleh seorang subjek hukum manusia atau beberapa orang yang bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk keseluruhannya, sisi lain terdapat juga satu orang atau lebih sebagai pemberi pinjaman. (vide Pasal 19 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
Ketentuan tersebut, dalam dunia hukum dikenal sebagai sekutu komplementer (sekutu aktif) yang tanggung jawabnya tidak terbatas dan memiliki kewajiban mengurus CV. Sedangkan sisi lainnya, sekutu komanditer (sekutu pasif) hanya terbatas memberikan pinjaman uang dan tidak ikut melakukan pengelolaan CV.
Berdasarkan ketentuan Pasal 20 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dijelaskan, bagi individu yang merupakan sekutu komanditer (sekutu pasif) dalam persekutuan komanditer (CV), dilarang menggunakan namanya sebagai nama CV, serta terlibat dalam mengelola dan bekerja di CV.
Selain itu, dirinya hanya menanggung kewajiban terbatas sebesar modal yang disetorkannya.
Atas ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut, bagaimanakah tanggung jawab dari sekutu komplementer aktif bilamana lebih dari satu orang? Apakah kesalahan satu orang sekutu aktif mengakibatkan pertanggung jawaban secara bersama?
Guna menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan menguraikan kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 760 K/Sip/1973 yang diputus oleh Majelis Hakim Agung RI tanggal 9 Januari 1974, oleh Majelis Hakim Agung RI Prof. R Subekti, S.H., (Ketua Majelis) dengan didampingi Indroharto, S.H. dan Busthanul Arifin, S.H. (masing-masing Hakim Anggota).
Kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 760 K/Sip/1973 tersebut, menjelaskan soal permodalan dan pembagian kerja dalam CV adalah persoalan intern dari CV, yang akibatnya tidak dapat dipikulkan pada pihak ketiga begitu saja.
Selain itu, pada CV masing-masing persero pengurus bertanggung jawab secara tanggung menanggung (hoofdelijk aansprakelijk) dan oleh karenanya yang dilakukan masing-masing persero pengurus mengikat juga persero pengurus yang lain (hoofdelijk voor het gehel).
Maka dapat ditarik kesimpulan, setiap sekutu komplementer (aktif) CV, bertanggung jawab secara tanggung menanggung terhadap pengelolaan atau perbuatan hukum yang dilakukan sekutu aktif lainnya.
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 760 K/Sip/1973 telah ditetapkan sebagai Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, sebagaimana buku Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia Seri II Hukum Perdata dan Acara Perdata.
Semoga artikel ini dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi para pembacanya, terutama para Hakim dan akademisi hukum lainnya.