Yurisprudensi MA: Tidak Wajib Gugatan Pembatalan Perjanjian ketika Daluwarsa Hak Membeli Kembali

Berdasarkan ketentuan Pasal 1458 KUHPerdata, jual beli dinilai telah terlaksana, setelah adanya kesepakatan para pihak (penjual dan pembeli).
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi Humas MA
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi Humas MA

Jual beli adalah hubungan keperdataan yang sering dijumpai, dalam aktivitas sosial Masyarakat. 

Perikatan jual beli sendiri, memiliki makna persetujuan antara kedua belah pihak yang satu berjanji menyerahkan suatu benda, di sisi lain pihak lainnya bermufakat membayar harga atas benda, yang menjadi objek perjanjian (vide Pasal 1457 KUHPerdata).

Berdasarkan ketentuan Pasal 1458 KUHPerdata, jual beli dinilai telah terlaksana, setelah adanya kesepakatan para pihak (penjual dan pembeli), walaupun benda objek jual beli masih dalam penguasaan penjual dan belum terjadi pembayaran harga benda tersebut.

Secara teknis, ada proses jual beli yang didasarkan percobaan benda yang akan diperjualbelikan, di mana menggunakan mekanisme perjanjian dengan syarat Tangguh sebagaimana ketentuan Pasal 1463 KUHPerdata.

Demikian juga, terdapat mekanisme jual beli yang memberikan hak untuk membeli kembali benda objek jual beli.

Hak untuk membeli kembali, yang diberikan kepada penjual suatu benda wajib didasarkan perjanjian, yang didalamnya mengatur hak penjual untuk dapatkan kembali benda yang telah dijualnya, dengan cara mengembalikan uang harga pembelian asal dan memberikan pergantian biaya menurut hukum, yang telah dikeluarkan pembeli waktu terjadinya jual beli, serta penyerahan benda objek jual beli (vide Pasal 1519 dan Pasal 1532 KUHPerdata)

Ketentuan Pasal 1532 KUHPerdata, juga memberikan pedoman biaya lain yang wajib diganti penjual, antara lain dapat berupa biaya perbaikan benda objek jual beli dan pengeluaran lainnya, yang mengakibatkan harga pasaran (jual) objek jual beli menjadi meningkat.

Hal lain diatur pasal tersebut, penjual tidak dapat memperoleh penguasaan atau barang yang dibelinya kembali, kecuali setelah memenuhi segala kewajiban ini.

Jangka waktu perjanjian jual beli, yang memuat hak penjual membeli kembali objek jual beli, yakni tidak boleh melebihi 5 tahun, dari terjadinya jual beli benda dimaksud, sesuai Pasal 1520 KUHPerdata.

Pasal 1521 KUHPerdata menegaskan batas waktu 5 tahun dimaksud, bersifat ketat dan tidak diziinkan untuk diperpanjang, termasuk oleh Hakim sekalipun.

Terhadap peristiwa jual beli dengan hak membeli kembali, menimbulkan pertanyaan hukum. Apakah pembeli wajib meminta pembatalan perjanjian hak membeli kembali kepada Pengadilan, setelah lewat waktu (daluwarsa) atau lebih dari 5 tahun?

Guna menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan menguraikan kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1327 K/SIP/1975 yang diputus oleh Majelis Hakim Agung RI DH. Lumbanradja, S.H. (Ketua Majelis), dengan didampingi oleh Sri Widojati Wiratmo, S.H. dan Samsudin Abubakar, S.H. (masing-masing sebagai Hakim Anggota).

Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1327 K/SIP/1975, menjelaskan lembaga jual beli dengan hak membeli kembali, seperti suatu verbintenis met ontbindende voorwaarde, namun diatur dalam pasal-pasal tersendiri dalam KUHPerdata. 

Demikian juga, lewat waktunya hak untuk membeli kembali, di mana pembeli tidak perlu meminta pembatalan perjanjian, karena saratnya secara hukum tidak dipenuhi dan cukup zich beroepen op het beding (berdasarkan ketentuan perundang-undangan/perjanjian)

Putusan Mahkamah Agung RI dimaksud, telah ditetapkan sebagai Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, berdasarkan buku Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia Seri II Hukum Perdata dan Acara Perdata.

Semoga artikel ini, dapat menambah pengetahuan bagi para pembacanya, khususnya Para Hakim dan akademisi hukum lainnya. 

Penulis: Adji Prakoso
Editor: Tim MariNews