Melewati Jalan Jakarta arah Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya tentu tidak asing dengan sebuah jembatan kuno peninggalan Belanda di sekitar jalan tersebut. Bentuknya menjulang tinggi terbuat dari besi tua usang yang tampak tak terurus. Konstruksi jembatan ini terbuat dari besi baja. Bagi mereka yang belum tahu tentunya menganggap jembatan tersebut biasa saja. Baja yang tak terawat sudah pasti seharusnya dibesituakan. Namun, benda peninggalan Belanda ini memiliki sejarah yang luar biasa.
Tak disangka jembatan ini masuk ke dalam cagar budaya yang dilindungi di Kota Surabaya yaitu bernama Jembatan Petekan.
Jembatan Petekan adalah sebuah jembatan peninggalan Belanda di wilayah Surabaya. Jembatan ini terletak di Jalan Jakarta, Surabaya. Tidak jauh dari Markas Komando Armada II Angkatan Laut Jalesveva Jayamahe.
Jembatan ini dinamakan Petekan karena diambil dari kata dalam bahasa Jawa, Petek, yang berarti di pencet atau di tekan. Dengan kata lain Jembatan Petekan adalah jembatan layang yang akan terbuka bila ada kapal melintas di bawahnya. Pihak Belanda awalnya menamakan jembatan ini dengan sebutan Ophaalbrug (jembatan gantung) yang di bangun pada 1930 oleh perusahaan N.V. Machinefabriek Braat and Co dengan biaya sekitar 133 ribu gulden.
Pada awalnya, perusahaan NV Machinefabriek Braat and Co yang didirikan pada 1901 ini, menangani jasa pemugaran pabrik-pabrik gula, manufaktur jembatan, dan konstruksi baja. Kemudian berubah fungsi menjadi penghasil senjata sejak pendudukan Jepang untuk memasok kebutuhan perang.
Pengerjaan jembatan ini memakan waktu sekitar tiga tahun. Setelah berdiri dengan sempurna, jembatan ini mulai dioperasikan untuk pertama kalinya pada 16 Desember 1939. Pada saat itu diumumkan pula nama resmi dari jembatan ini, yaitu Ferwerda Rug.
Ferwerda Brug berasal dari dua kata, yaitu Ferwerda dan Brug. Ferwerda merupakan nama dari seorang panglima perang angkatan laut Hindia Belanda yang berjasa dalam membuka akses dari Ujung (PT. PAL) menuju pangkalan udara Morokembangan (sekarang dikenal dengan Kodikal).
Nama lengkap panglima perang tersebut adalah Laksamana Hendrikus Ferwerda (1885-1942). Sedangkan, Brug berasal dari bahasa Belanda yang artinya jembatan. Jadi, Ferwerda Brug sejatinya adalah sebuah bangunan jembatan di mana pada jembatan tersebut diabadikan nama seorang Laksamana Hendrikus Ferwerda.
Karena sebelum ada jembatan ini, pasukan marinir yang akan ke Morokembangan dari Ujung atau sebaliknya harus memutar lebih jauh melalui Jembatan Merah. Makanya, jembatan ini dibangun untuk mempermudah aksesnya. Jembatan ini juga didesain sebagai jembatan gantung yang bisa dinaikkan dan diturunkan, karena kala itu sungai Kalimas menjadi jalur transportasi utama kapal tradisional yang membawa barang dari selat madura ke kawasan perdagangan di Kembang Jepun, Surabaya.
Jembatan ini cukup canggih di masanya. Selain sebagai jembatan bagi masyarakat yang hendak melewatinya. Jembatan ini juga berperan besar menggerakkan roda ekonomi Surabaya-Madura masa itu.
Jika kapal yang hendak lewat terlalu besar, maka jembatan itu dibuka agar bisa naik, setelah lewat jembatan diturunkan kembali dengan ditekan. Jembatan dapat naik dan turun secara otomatis dengan cara ditekan. Oleh karenanya orang-orang sekitar kemudian menyebutnya Jembatan Petekan. Dalam bahasa Jawa Petekan artinya “dipencet” atau “ditekan”. Sayang, kini jembatan ini mulai tergerus perkembangan zaman. Kepadatan bangunan di kota metropolis telah mengubur kejayaan jembatan petekan di masa lalu.
Kini, Jembatan Petekan hanya berdiri tegak dengan besi yang mulai berkarat karena termakan zaman.Jembatan Petekan kini dijadikan cagar budaya oleh Pemkot Surabaya yang harus dilindungi agar tidak rusak. Sesuai Surat Keputusan Wali Kota Surabaya 188.45/004/402.1.04/1998 nomor urut 47 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Tahun 2008.
Bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Jembatan Petekan bisa lewat Terminal Purabaya. Kemudian menggunakan bus kota langsung menuju Pelabuhan Tanjung Perak lalu turun di Jalan Jakarta. Lokasi jembatan tak jauh dari Jalan Jakarta. Jika menggunakan kendaraan pribadi, cukup mencari arah Pelabuhan Tanjung Perak, setelah melewati perempatan Sekolah Barunawati, ada belokan dan balik arah menuju Jalan Jakarta.