Kemajuan peradaban membawa umat manusia berinovasi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi. Bahkan, inovasi semakin diselaraskan dengan keberlanjutan lingkungan hidup sehingga dapat menjawab tantangan atas perubahan iklim.
Demikian juga penggunaan teknologi dan informasi dalam tata kehidupan manusia, wajib diimbangi dengan pembentukan perangkat peraturan yang melandasinya. Sehingga, penggunaan teknologi dan informasi memberikan manfaat yang dirasakan seluruh elemen masyarakat dan menghindari penyalahgunaan atas kemajuan teknologi serta informasi dimaksud.
Selain itu, pendapat klasik Roscoe Pound penganut mazhab sociological jurisprudence menyatakan, law as a tool of social engineering atau hukum sebagai instrumen pembaharuan atau rekayasa masyarakat.
Pemikiran hukum Roscoe Pount tersebut, masih digunakan dalam praktik kehidupan bermasyarakat. Di mana, implementasi pembentukan aturan hukum wajib mengikuti perkembangan zaman untuk menjawab problematika kehidupan masyarakat. Selain itu, hukum diharapkan tidak bersifat statis yang tertinggal dari tatanan sosial. Pembentukan hukum juga wajib mengambil nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Sehingga, penerapannya ditaati dan melindungi kepentingan masyarakat.
Satu bentuk inovasi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi yang ramah terhadap lingkungan hidup adalah penemuan sepeda listrik. Secara historis, penemuan sepeda listrik merupakan inovasi dari Odgen Bolton Jr pada akhir 1895. Awal dimanfaatkannya listrik dalam sebuah sepeda yakni, menggunakan baterai dengan kekuatan 10 volt.
Selanjutnya, sepeda listrik terus mengalami penyempurnaan teknologi. Seperti penggunaan baterai yang dapat diisi ulang (charge), tidak lagi memerlukan tenaga manusia untuk mengayuh penggerak roda (full menggunakan tenaga listrik) dan penyempurnaan lainnya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Sehingga, banyak dimanfaatkan sebagai alat transportasi di era modern termasuk masyarakat Indonesia.
Peminat sepeda listrik di Indonesia, terdiri dari berbagai kalangan. Namun, didominasi kalangan perempuan dan anak-anak. Bahkan, tingginya permintaan akan sepeda listrik membuat pemerintah Indonesia menargetkan penambahan jumlah sepeda listrik hingga mencapai angka 4,5 juta unit pada setiap tahunnya. Untuk mendorong pertumbuhan kepemilikan sepeda listrik, pemerintah berencana memberikan diskon tarif listrik dan pengenaan pajak.
Namun tampaknya, melimpahnya penggunaan sepeda listrik di Indonesia, belum diiringi dengan regulasi yang memadai. Khususnya pengaturan pelanggaran penggunaan sepeda listrik.
Ketiadaan regulasi yang cukup dalam mengatur penggunaan sepeda listrik, mengakibatkan tidak tertibnya penyelenggaraan lalu lintas atau menambah angka kecelakaan di jalan raya.
Di mana, berdasarkan data Korlantas Kepolisian RI, terdapat 647 kecelakaan lalu lintas yang mengikutsertakan sepeda listrik pada periode Januari-Juni 2024. Artinya, kecelakaan lalu lintas yang mengikutsertakan sepeda listrik berjumlah 100 peristiwa setiap bulannya.
Regulasi Penggunaan Sepeda Listrik di Indonesia
Secara spesifik, pengaturan atas penyelenggaraan lalu lintas diatur Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Salah satu ruang lingkup dalam UU LLAJ dimaksud adalah, mengatur pergerakan kendaraan baik bermotor atau tidak bermotor di jalan yang wajib memenuhi berbagai persyaratan atau kelengkapan. Sehingga, terjamin ketertiban lalu lintas dan terhindarnya kerugian atas hilangnya nyawa atau harta benda akibat kecelakaan lalu lintas.
Sesuai dengan Pasal 1 Angka (8) UU LLAJ, kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakan peralatan mekanik berupa mesin, selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Kemudian, Pasal 1 Angka (9) UU LLAJ menyebut, kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakan oleh tenaga manusia dan/atau hewan.
Dewasa ini, produk sepeda listrik telah berevolusi, dari menggunakan tenaga manusia hingga keseluruhan penggerak roda yang mengakibatkan berjalannya sepeda tersebut, memanfaatkan baterai yang dapat diisi ulang melalui aliran listrik (sistem charging), baik di rumah atau Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Sehingga, tidak ada lagi penggunaan sebagian tenaga manusia seperti pada awal ditemukan sepeda listrik.
Beranjak dari itu, maka seharusnya penggunaan sepeda listrik termasuk dalam ketentuan kendaraan bermotor di UU LLAJ. Tetapi hal itu tidak bisa dilakukan, karena terdapat pembatasan klaisifikasi kendaraan bermotor. Di mana, Pasal 47 Ayat (2) UU LLAJ menyebut, klasifikasi kendaraan bermotor terbatas pada sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus, mobil barang dan kendaraan khusus.
Selain itu, sepeda listrik tidak termasuk di dalam klasifikasi kendaraan khusus, karena menurut penjelasan Pasal 47 Ayat (2) Huruf e, kendaraan khusus terdiri dari kendaraan bermotor TNI/Polri, alat berat (buldoser, forklift, loader, ekskavator, dan mesin derek), serta kendaraan khusus untuk penyandang cacat.
Untuk mengakomodir keberadaannya, Menteri Perhubungan RI, mengatur keberadaan dan penggunaan sepeda listrik melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu Menggunakan Penggerak Motor Listrik. Selain mengatur tentang sepeda listrik. Ruang lingkup peraturan menteri itu, juga dimaksud memberikan regulasi untuk otopet, unicyle (sepeda roda satu), hoverboard dan skuter listrik.
Pasal 3 Ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu Menggunakan Penggerak Motor Listrik, menyebut, sepeda listrik wajib memenuhi ketentuan persyaratan keselamatan, antara lain, lampu utama, alat pemantul cahaya (reflector) atau lampu posisi belakang, sistem rem yang berfungsi baik, reflector kiri dan kanan, klakson atau bel serta kecepatan paling tinggi 25 km/jam.
Kemudian, pada Pasal 4 Ayat (1) menyebut, para pengguna sepeda listrik wajib menggunakan helm ber-SNI (standar nasional Indonesia), berusia minimal 12 tahun, hanya diizinkan mengangkut penumpang selama dalam sepeda listrik terdapat kursi yang diperuntukkan untuk penumpang, dan tidak diperbolehkan memodifikasi motor untuk meningkatkan kecepatan serta mematuhi peraturan lalu lintas.
Sedangkan pada Pasal 5 Ayat (1) sampai (3) menyebutkan, penggunaan sepeda listrik terbatas pada lajur khusus yang diperuntukkan untuk sepeda atau kendaraan tertentu yang menggunakan penggerak motor listrik, serta hanya diperbolehkan penggunaannya di kawasan pemukiman, hari bebas kendaraan (car free day), kawasan perkantoran, area di luar jalan dan wilayah sekitar sarana angkutan umum masal yang terintegrasi sebagai bagian dari kendaraan tertentu yang menggunakan penggerak motor listrik .
Urgensi Revisi UU LLAJ: Pengaturan Sepeda Listrik dan Penjatuhan Pidana Atas Pelanggarannya
Berdasarkan uraian ketentuan menteri perhubungan yang mengatur regulasi kendaraan tertentu yang digerakan menggunakan motor listrik tersebut, dapat ditarik kesimpulan kalau penggunaan sepeda listrik wajib memenuhi regulasi untuk menjamin keselamatan penggunanya dan orang lain.
Namun secara faktual, pengguna sepeda listrik banyak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan seperti tidak menggunakan helm dan pemakaian sepeda listrik di jalan raya kabupaten, provinsi dan nasional. Hal ini, jelas membahayakan keselamatan pemakai sepeda listrik dan pengguna jalan lainnya, sehingga perlu segera merevisi UU LLAJ yang turut memberikan pengaturan atas penggunaan sepeda listrik dan pemberian sanksi bagi para pelanggarnya.
Saat ini, pelanggaran penggunaan sepeda listrik tidak dapat diberikan sanksi pemidanaan karena UU LLAJ tidak mengatur persyaratan pemakaian sepeda listrik dan belum terdapat ketentuan pidana atas pelanggaran penggunaan sepeda listrik.
Persyaratan kelengkapan berkendara pemakaian sepeda listrik juga wajib diperketat dalam UU LLAJ melebihi yang telah diatur oleh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2000, seperti menaikkan batas usia pemakai sepeda listrik dan mewajibkan pemberian SIM khusus untuk sepeda listrik, yang dilakukan dengan rangkaian tes yang lebih mudah dibandingkan mendapatkan SIM sepeda motor. Ini karena akses penggunaannya terbatas di daerah tertentu seperti areal pemukiman, kawasan perkantoran dan wilayah khusus lainnya. Pengguna sepeda listrik wajib memiliki SIM telah dicontohkan oleh beberapa negara seperti Prancis, Inggris dan beberapa negara bagian Amerika Serikat.
Bahkan di Prancis, modifikasi yang menyebabkan peningkatan kecepatan sepeda listrik diancam hukuman penjara selama 2 tahun.
Selain itu, revisi UU LLAJ wajib mengatur tentang ketentuan pidana atas pelanggaran kelengkapan dan penggunaan sepeda listrik, seperti tidak menggunakan helm, tidak adanya lampu utama atau reflector, berkendara di luar areal yang diperbolehkan dan syarat lainnya.
Adapun bentuk pidananya berupa kurungan atau denda yang termasuk kategori tindak pidana ringan. Sedangkan terhadap kelalaian penggunaan sepeda listrik yang mengakibatkan kecelakaan sampai menimbulkan kerusakan kendaraan lainnya, luka berat dan/atau hilangnya nyawa dapat diberikan pidana penjara.
Pengaturan sanksi pidana tersebut hanya dapat diatur melalui undang-undang dan tidak diperbolehkan oleh regulasi yang ditetapkan kementerian terkait. Ini karena aturan yang memberikan ancaman pidana kepada masyarakat wajib mendapatkan persetujuan bersama antara eksekutif dan legislatif, baik di tingkat pusat ataupun daerah. Hal itu, sesuai Pasal 15 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Itulah sebabnya, pengaturan atas pemberian pidana atas pelanggaran kelengkapan dan penggunaan sepeda listrik, lebih efektif melalui revisi UU LLAJ. Agar belaku secara nasional dan melindungi kepentingan seluruh masyarakat pengguna jalan atau kendaraan.