Tahun ini, perayaan Hari Waisak mengusung tema yang sangat relevan bagi seluruh umat manusia: “Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan Mewujudkan Perdamaian Dunia.”
Tema yang diangkat oleh Kementerian Agama ini, bukan hanya menjadi ajakan spiritual bagi umat Buddha, tetapi juga menjadi pengingat universal bagi seluruh elemen bangsa untuk membangun kehidupan yang damai, adil, dan berintegritas.
Dalam ajaran Buddha, nilai-nilai seperti pengendalian diri, kebijaksanaan, dan kasih sayang merupakan pilar utama dalam membangun kehidupan yang harmonis. Ajaran ini sangat sejalan dengan karakter yang harus dimiliki oleh setiap aparatur peradilan dalam menjalankan tugasnya.
Pengendalian diri menjadi kunci dalam menjaga profesionalisme, kebijaksanaan diperlukan dalam mengambil keputusan hukum, dan kasih sayang menjadi dasar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara adil dan manusiawi.
Nilai-nilai luhur ini sangat erat kaitannya dengan upaya Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam membangun sistem peradilan yang bersih dan berintegritas. Dalam Rencana Strategis (Renstra) 2025-2029, Mahkamah Agung menegaskan komitmennya terhadap kebijakan “zero tolerance” terhadap praktik pelayanan transaksional.
Seluruh aparatur peradilan dituntut untuk menjauhkan diri dari tindakan yang mencoreng martabat lembaga, serta menjalankan tugasnya dengan menjunjung tinggi integritas dan kejujuran.
Momentum Hari Waisak tahun ini dapat menjadi titik refleksi bagi seluruh insan peradilan untuk kembali menanamkan nilai-nilai moral dalam diri. Seperti ajaran Buddha yang menekankan pentingnya hidup tanpa kemelekatan terhadap hal-hal duniawi, aparatur peradilan pun harus menjauhkan diri dari godaan material yang dapat mengganggu objektivitas dan keadilan.
Pengendalian diri bukan hanya tentang menahan diri dari tindakan yang salah, tetapi juga tentang memiliki komitmen untuk selalu berada di jalan yang benar, meskipun penuh tantangan. Dalam konteks peradilan, hal ini berarti tidak menyalahgunakan kekuasaan, tidak mencari keuntungan pribadi, dan selalu menjadikan hukum sebagai pedoman utama.
Kebijaksanaan dalam ajaran Buddha berarti kemampuan melihat segala sesuatu secara jernih dan objektif, tanpa dipengaruhi oleh nafsu atau ego. Ini adalah kualitas penting yang harus dimiliki oleh hakim dan seluruh aparatur pengadilan dalam menilai perkara dan memberikan putusan. Dengan kebijaksanaan, hukum tidak hanya menjadi alat penegakan keadilan, tetapi juga sarana menciptakan kedamaian di tengah masyarakat.
Waisak juga mengajarkan kasih sayang tanpa batas terhadap sesama makhluk hidup. Semangat ini dapat diterjemahkan dalam konteks peradilan sebagai pelayanan publik yang humanis dan berorientasi pada kepentingan pencari keadilan. Pelayanan yang tidak transaksional, melainkan tulus dan profesional.
Dengan semangat Hari Waisak, mari kita jadikan ajaran luhur Buddha sebagai inspirasi untuk mewujudkan sistem peradilan yang bersih, adil, dan penuh welas asih. Karena hanya dengan integritas dan kebijaksanaan, kedamaian sejati dapat terwujud, tidak hanya di ruang sidang, tetapi juga di seluruh penjuru negeri.