MARINews, Denpasar- Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. memberikan sambutan dan kuliah umum pada Senin (30/6) di Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar. Kegiatan tersebut mengambil tema “Membangun Integritas Dan Tantangan Etika Profesi Hukum Di Era Society”.
Narasumber lain pada kegiatan tersebut adalah Ketua Kamar Perdata I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H. dan Dekan Fakultas Hukun Universitas Udayana Prof. Dr. Putu Gede Arya Sumerta Yasa, S.H., M.Hum. Sedangkan Guru Besar Fakultas Hukun Universitas Udayana Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, S.H., M.Hum, menjadi moderator.
Ketua Mahkamah Agung membahas mengenai tantangan bagi profesi hukum di Era
Society 5.0 dan urgensi pemanfaatan teknologi dalam pelayanan peradilan, karena perubahan regulasi global, perkembangan hukum internasional, dan kemajuan teknologi informasi, menuntut profesi hukum untuk beradaptasi dan memperbarui kemampuan agar tetap relevan.
Mahkamah Agung dalam penyelesaian perkara telah menggunakan sistem dan mengimplementasi teknologi dengan penyelesaian perkara secara elektronik berupa e-court dan e-berpadu, sebagai upaya penyesuaian terhadap perkembangan zaman.
Mahkamah Agung sejak 1 Mei 2024 telah menerapkan pengajuan kasasi dan peninjauan kembali secara elektronik melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) dan Sistem Informasi Administrasi Perkara Mahkamah Agung (SIAP-MA) Terintegrasi. Sampai akhir 2024, sebanyak 13.482 perkara kasasi dan peninjauan kembali telah diajukan secara elektronik.
Penggunaan aplikasi e-Court pada pengadilan tingkat pertama, dengan jumlah perkara perdata, perkara perdata agama, dan perkara tata usaha negara yang telah terdaftar di aplikasi e-Court mencapai 410.754 perkara, atau meningkat sebesar 30,84% jika dibandingkan dengan 2023.
Pada pengadilan tingkat banding, jumlah perkara banding yang didaftarkan melalui fitur upaya hukum banding secara elektronik berjumlah 10.764 perkara. Perkara banding yang didaftarkan secara elektronik meningkat 62,03% jika dibandingkan dengan 2023.
Berdasarkan data-data tersebut terlihat, masyarakat telah menunjukkan akseptabilitas terhadap sistem peradilan elektronik sebagai bukti konkret mendukung peradilan hijau (green court), yaitu konsep pengadilan yang ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas.
Selain e-Court, penyelesaian perkara pidana berbasis elektronik berdasarkan criminal justice system dengan menggunakan Elektronik Berkas Pidana Terpadu (E-Berpadu) juga telah digunakan Mahkamah Agung dengan tujuan untuk memudahkan birokrasi peradilan, meminimalisir tatap muka, mengurangi biaya penyelesaian perkara, dan memudahkan koordinasi antarinstansi.
Melalui e-Berpadu, Mahkamah Agung bekerja sama dengan aparat penegak hukum lain, berupaya menghadirkan prosedur birokrasi yang lebih cepat, dan waktu, serta biaya yang lebih hemat.
Profesi hukum atau lembaga yang mendapatkan manfaat dari e-Berpadu yaitu: Penyidik yang berasal dari kepolisian, kejaksaan, KPK, BNN, dan penyidik PNS. Penuntut yang berasal dari kejaksaan dan KPK. Pengadilan yang terdiri Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, dan Pengadilan Militer dan Lapas/publik yang terdiri dari Rutan, Lapas, masyarakat, dan advokat.
Selain pihak yang menggunakan E-Berpadu, pada 2024, E-Berpadu juga telah melayani berupa pengajuan izin/persetujuan penggeledahan, izin/persetujuan penyitaan, penahanan, izin besuk tahanan, permohonan pinjam pakai barang bukti, penetapan diversi, dan pemindahan tempat sidang di pengadilan lain, yang diproses secara elektronik melalui aplikasi e-Berpadu, secara kumulatif berjumlah 778.995 perkara.
Prof. Sunarto menyampaikan, dalam menghadapi tantangan di Era Society 5.0 sebagaimana dipaparkan di atas, diperlukan satu kunci untuk menjaga profesi hukum agar tetap dipercaya publik, yaitu integritas.
Dalam upaya penguatan integritas dan penegakan kode etik hakim, Mahkamah Agung melalui Badan Pengawas telah bekerja sama dengan Komisi Yudisial. Penguatan integritas hakim tersebut, sejatinya telah diinisiasi sejak lama dan kemudian dirumuskan dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan Tahun 2010-2035.
Langkah kebijakan yang telah diambil oleh Mahkamah Agung dalam penguatan integritas antara lain, penguatan sistem pengawasan dengan mengeluarkan paket kebijakan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7, 8, dan 9 Tahun 2016, serta Maklumat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01/Maklumat/KMA/IX/2017, rekrutmen calon hakim yang melibatkan pihak eksternal, sertifikasi hakim perkara khusus, uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), calon pimpinan pengadilan, dan terakhir kebijakan zero tolerance terhadap setiap pelanggaran dan penyimpang.
Salah satu amanah pembukaan UUD 1945 yang relevan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu untuk turut Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, yang sejalan dengan visi Unud mewujudkan perguruan tinggi yang unggul, mandiri, dan berbudaya.
Lembaga perguruan tinggi diharapkan dapat menjadi kampus berdampak. Kampus Berdampak berarti, perguruan tinggi harus memiliki kemampuan menjadi problem solver bagi permasalahan yang muncul di sekitarnya, karena perguruan tinggi tidak cukup hanya berperan sebagai pusat pengembangan ilmu semata.
Prof. Sunarto berpesan khususnya kepada para mahasiswa, memilih menjadi profesi hukum berarti memilih profesi yang sunyi, namun, tantangan yang dihadapi oleh profesi hukum sangat kompleks, apalagi di Era Society 5.0.
"Mari kita menjaga profesionalitas profesi hukum, sehingga dapat menggugah kesadaran untuk menjadikan profesi hukum berkompeten, berintegritas, dan mampu memberikan solusi bagi masyarakat,” kata dia saat mengakhir kuliah umum tersebut.
Turut hadir dalam kuliah umum tersebut dari Mahkamah Agung dan Universitas Udayana yakni Rektor Universitas Udayana, para Guru Besar Universitas Udayana, para pejabat pada Universitas Udayana, mahasiswa, dan tamu undangan.