Penulis:
Dr. Herri Swantoro, S.H., M.H.
Judul Buku: Dilema Eksekusi (Ketika Eksekusi Perdata Ada di Simpang Jalan Pembelajaran dari Pengadilan Negeri)
Penerbit: Rayyana Komunikasindo
Tahun Terbit: 2018
Tempat Terbit: Jakarta Timur
Dalam rimba hukum perdata, eksekusi putusan seringkali menjadi babak paling menantang. Bukan sekadar formalitas, namun proses yang kerap berliku dan penuh hambatan. Sebuah buku dengan tebal 241 halaman dan 13 halaman lampiran (dimensi 15x23 cm), hadir sebagai cetakan pertama yang menjanjikan pencerahan.
Karya ini bukan sekadar buku teks; ia adalah rangkuman komprehensif dari berbagai permasalahan praktis, dilengkapi analisis mendalam, serta aturan-aturan yang berfungsi sebagai pedoman nyata bagi para ketua pengadilan dan tentu saja, menambah khazanah bagi akademisi serta praktisi hukum.
Penulis buku, Dr. Herri Swantoro, S.H., M.H., mengawali karyanya dengan perspektif yang luas. Menurutnya, eksekusi adalah bagian integral dari penyelesaian sengketa, namun cakupannya jauh melampaui sekadar menagih pihak yang kalah secara sukarela. Buku ini secara lugas memaparkan bahwa eksekusi juga dapat diterapkan pada grosse akta notarial, benda jaminan, hingga perjanjian, menunjukkan betapa kompleks dan beragamnya ranah penegakan hukum perdata.
Buku ini terbagi menjadi dua bagian besar. Bagian pertama, "Eksekusi Perdata", mendalami aspek teoritis dan fundamental, membahas mulai dari pendahuluan, tantangan eksekusi, asas-asas, hingga peran besar Ketua Pengadilan Negeri dalam eksekusi putusan arbitrase (nasional maupun internasional).
Sementara itu, bagian kedua, "Pedoman Praktis Mengenai Eksekusi Perdata", menyajikan aplikasi konkret, termasuk lelang eksekusi, hasil Rakernas MA, hingga tanya jawab teknis yustisial. Pembahasan mendetail tentang Undang-Undang Hak Tanggungan, yurisprudensi penting MA, proses eksekusi perkara perdata, pengosongan, lelang, hingga eksekusi akta pemasangan hak tanggungan (APHT) dan putusan verstek turut memperkaya isi buku ini.
Mengacu pada Hukum Acara Perdata (HIR), buku ini merinci tahapan eksekusi menjadi tiga fase krusial: peringatan eksekusi (aanmaning), surat perintah eksekusi/penetapan, dan berita acara eksekusi. Prosesnya dimulai dari permohonan ke Ketua Pengadilan Negeri (KPN). Jika aanmaning disetujui, penetapan peneguran segera dibuat. Jika diperlukan, permohonan sita eksekusi dapat diajukan, yang kemudian akan dilaksanakan oleh juru sita dan saksi setelah disetujui KPN.
Buku ini juga membahas eksekusi pengosongan secara spesifik. Apabila putusan memerintahkan pengosongan, prosesnya melibatkan permohonan kepada KPN, penetapan, dan koordinasi dengan aparat setempat tanpa kehadiran saksi. Untuk putusan yang memerintahkan pembayaran sejumlah uang, barang sitaan akan dilelang melalui KPKNL setelah pengumuman lelang oleh panitera. Prosedur ini, menariknya, juga berlaku untuk eksekusi hak tanggungan, grosse akta, dan putusan arbitrase.
Menguak Delapan Biang Kerok Penghambat Eksekusi
Penulis resensi setuju dengan pendapat penulis buku yang merupakan bagian terpenting dari buku ini yaitu analisis mendalam mengenai delapan faktor penghambat pelaksanaan eksekusi di Pengadilan Negeri. Penulis mengidentifikasi tantangan-tantangan ini dengan lugas:
1. Faktor Hukum: Perlawanan dari pihak ketiga atau termohon sering menunda eksekusi.
Penulis menegaskan, meski perlawanan pihak ketiga pada dasarnya tidak menangguhkan, penangguhan mutlak diperlukan jika perlawanan benar-benar beralasan, mengingat dampak luas yang bisa timbul dari eksekusi yang keliru. Ini menyoroti urgensi pengaturan eksekusi yang lebih sistematis.
2. Faktor Ketiadaan Biaya: Keterbatasan anggaran menjadi kendala tak terhindarkan.
Faktor Objek Perkara Kabur: Ketidakjelasan objek sengketa menyulitkan pelaksanaan.
Faktor Objek Perkara Telah Berpindah Tangan: Buku ini menyarankan agar penggugat mengajukan sita jaminan (conservatoir beslag) sedini mungkin dan proaktif memberitahukan BPN.
3. Faktor Termohon Tidak Mempunyai Harta: Ketiadaan aset pada termohon menjadi hambatan pemenuhan putusan.
4. Faktor Dukungan Aparat Penegak Hukum: Kesiapsiagaan aparat keamanan sangat krusial untuk meredam potensi konflik.
5. Faktor Masyarakat dan Kebudayaan: Aspek sosiologis dan budaya lokal juga memengaruhi kelancaran eksekusi.
6. Faktor Sarana dan Prasarana: Keterbatasan fasilitas turut menjadi tantangan.
Secara keseluruhan, buku karya Dr. Herri Swantoro ini bukan sekadar panduan teknis, melainkan sebuah ajakan untuk merefleksikan kompleksitas eksekusi dalam sistem hukum. Dengan pemaparan yang gamblang dan analisis mendalam terhadap kendala, buku ini layak menjadi rujukan esensial bagi praktisi hukum, akademisi, dan siapa pun yang berkecimpung dalam penegakan putusan perdata di Indonesia. Ini adalah bacaan wajib bagi mereka yang ingin memahami dan menuntaskan persoalan eksekusi secara efektif.