Presiden memiliki fungsi strategis di suatu negara, khususnya bagi negara penganut sistem presidensial. Sosok presiden di sistem tersebut, memiliki peran sentral, baik sebagai kepala negara dan pemerintahan. Fungsi penyelenggaraan negara berporos pada presiden, terutama pelaksanaan tugas pokok dan fungsi eksekutif. Kebijakan yang dirumuskan presiden, berpengaruh terhadap kehidupan rakyatnya. Bahkan untuk negara adidaya, sikap presidennya ditunggu masyarakat internasional, apalagi yang menyangkut politik luar negeri.
Namun, tidak sedikit kebijakan presiden mengecewakan atau bertentangan dengan kehendak sebagian atau seluruh rakyat. Dari kebijakan, dapat berujung polarisasi dan perlawanan terhadap kehendak presiden. Kekecewaan atas sikap presiden, berujung pada kekerasan yang bahayakan keselamatan jiwa dan raga presiden. Bahkan berbagai literasi sejarah mencatat, terdapat peristiwa kelam, pembunuhan presiden atau kepala pemerintahan lainnya (perdana menteri) di suatu negara ketika menjabat.
Tidak sedikit presiden negara super power, jadi target utama pembunuhan. Ambil contoh, negeri Paman Sam, Amerika Serikat (AS), terdapat empat presiden yang kehilangan nyawa, saat melaksanakan tugas.
Abrahaman Lincoln merupakan Presiden AS ke-16, yang dikenal menghapuskan perbudakan dan menyelesaikan perang saudara di Amerika Serikat, meregang nyawa karena ditembak kepala bagian belakang pada 1865. Sosoknya, ditembak John Wilkes Booth, aktor teater yang menentang keras kebijakan penghapusan budak.
Selain Lincoln, terdapat James A Garfield, Presiden AS ke-20, yang meninggal dunia saat menjabat Presiden, karena ditembak di Stasiun Kereta Api, Washington DC pada 2 Juli 1881. Kemudian, William Mckinley, Presiden AS ke-25 yang menjabat 4 Maret 1897, ditembak setelah baru menjalani masa jabatan kedua. Serta Presiden John F Kennedy, sahabat Bung Karno tersebut, dibunuh ketika kunjungan politik di Dallas Texas pada 22 November 1963.
Di negara lain, ada Mohamad Boudiaf, Presiden Aljazair yang dibunuh pengawalnya saat berpidato di Annaba pada 29 Juni 1992. Selanjutnya terdapat nama Indira Gandhi, Perdana Menteri India yang tewas dibunuh dua pasukan pengamanannya di New Delhi pada 31 Oktober 1984. Kemudian, peristiwa presiden atau kepala pemerintahan lainnya, yang dibunuh ketika menjabat adalah Jovenel Moise, Presiden Haiti, di 2021.
Negara Indonesia sendiri, pernah menghadapai tantangan upaya pembunuhan terhadap Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno. Proklamator kemerdekaan tersebut, pernah dihujani granat, ketika menghadiri perayaan ulang tahun Sekolah Perguruan Cikini (Percik) ke-15 pada 30 November 1957. Adapun Percik, merupakan tempat bersekolah Guntur Soekarnoputra dan Megawati Soekarnoputri, kedua anak Bung Karno.
Bung Karno selamat dari serangan granat. Namun, peristiwa hujan granat di sekolah Percik, menimbulkan korban jiwa dan luka-luka dari kalangan murid sekolah, guru, dan orang tua siswa yang hadir dalam perayaan dimaksud. Tercatat 10 orang meninggal dunia dan 48 orang lainnya mengalami luka-luka.
Para pelaku pelemparan granat, aktivis dari Gerakan Anti Komunis (GAK), yang menentang keras kebijakan pemerintahan Bung Karno, karena dinilai para pelaku berikan kemudahan aktivitas Partai Komunis Indonesia.
Akhirnya, para pelaku teror Cikini dijatuhkan hukuman mati, melalui persidangan, yang majelis hakimnya diketuai oleh Letnan Kolonel Mr. Raden Hadipoernomo. Eksekusi mati terhadap para pelaku tragedi Cikini dilaksanakan pada 28 Mei 1960.
Mengantisipasi upaya pembunuhan terhadap presiden, maka dilakukan pengamanan terhadap presiden dan wakil presiden, beserta keluarganya, oleh Tentara Nasional Indonesia. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 7 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia. Juga sesuai Pasal 3 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2013 tentang Pengamanan Presiden Dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden Beserta Keluargaya Serta Tamu Negara Setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan.
Dalam Pasal 3 Ayat 3 Peraturan Pemerintah menjelaskan, keluarga presiden dan wakil presiden yang berhak mendapatkan pengamanan antara lain isteri atau suami, anak, serta mantu presiden dan wakil presiden.
Bahwa pengamanan pribadi presiden dan wakil presiden, beserta istri atau suami ketika di dalam negeri dilakukan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), secara melekat dan terus menerus, sesuai Pasal 5 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2013 dimaksud. Sedangkan pengamanan instalasi terhadap presiden dan wakil presiden, beserta isteri atau suaminya dilakukan Paspampres dan berkordinasi dengan Polri serta instansi terkait, berupa mengamankan istana, kediaman jabatan negara dan pribadi, tempat kegiatan atau acara yang dihadiri presiden dan wakil presiden, serta benda atau materil yang digunakan, sesuai Pasal 5 Ayat 2 Peraturan Pemerintah tersebut.
Ketika kunjungan luar negeri, pengamanan presiden dan wakil presiden di negara lain dikordinasikan Paspampres dengan pasukan pengamanan negara setempat, sebagaimana Pasal 7 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2013.
Demikianlah artikel yang membahas sejarah pembunuhan presiden di berbagai negara dan aturan pengamanan Presiden di Indonesia, semoga dapat menambah pengetahuan bagi para pembacanya.