Beberapa waktu lalu, publik ramai membicarakan wacana KPK yang akan melarang tersangka korupsi mengenakan masker saat diperiksa. Alasannya sederhana, agar wajah mereka terlihat jelas sebagai bentuk efek jera dan rasa malu terhadap perbuatan yang dilakukan. Fenomena ini memunculkan kembali perdebatan: sampai di mana batasan antara hak tersangka dan kepentingan publik?
Di satu sisi, memakai masker bisa dipandang sebagai bentuk pelindung identitas dan hak asasi manusia. Dalam sistem hukum kita, asas praduga tak bersalah masih berlaku hingga putusan pengadilan menyatakan sebaliknya.
Artinya, setiap orang, termasuk tersangka, berhak untuk tidak dipermalukan sebelum terbukti bersalah. Ini sejalan dengan prinsip “due process of law” yang menjadi landasan sistem peradilan modern.
Namun di sisi lain, masyarakat juga menuntut transparansi dan rasa keadilan yang bisa dilihat secara kasat mata. Dalam kasus korupsi, apalagi yang menyangkut kerugian negara besar, publik berharap ada efek psikologis yang bisa menahan orang lain untuk tidak melakukan hal serupa. Maka muncul gagasan, bahwa rasa malu itu perlu ditampilkan.
Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif tentu tidak bisa serta-merta mengikuti tuntutan opini publik. Tugasnya adalah menegakkan hukum dan keadilan, bukan menghukum berdasarkan persepsi massa. Hakim dituntut untuk menilai setiap perkara secara objektif, tidak memihak, dan menjaga marwah pengadilan. Menurut Pasal 50 KUHAP, tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk diperlakukan secara manusiawi dan tidak direndahkan martabatnya.
Oleh karena itu, pendekatan yang seimbang sangat penting. Wacana pelarangan masker mungkin bisa menjadi bagian dari kebijakan internal, tetapi harus tetap dalam koridor perlindungan HAM. Edukasi hukum kepada publik menjadi kunci agar masyarakat memahami proses hukum berjalan melalui pembuktian, bukan sekadar tampilan wajah di media.
Kita semua tentu menginginkan peradilan yang adil dan transparan. Tetapi jangan sampai semangat pemberantasan korupsi malah mencederai prinsip keadilan itu sendiri. Masker atau tidak, yang paling penting adalah memastikan proses hukum berjalan dengan benar.