Ingin Mengubah Nama, Ke PN atau Ke PA?

Jika dibaca aturan mengenai hal itu, perubahan nama tersebut memang sudah jelas.
Ilustrasi KTP yang memuat pencatatan sipil. Foto : Disdukcapil Pemkab Banyuasin
Ilustrasi KTP yang memuat pencatatan sipil. Foto : Disdukcapil Pemkab Banyuasin

Kompetensi absolut masing-masing peradilan, Peradilan Umum dan Peradilan Agama, sebenarnya sudah ditegaskan oleh Undang-Undang. Namun, dalam beberapa hal masih ditemui sengketa kedua jenis peradilan saat menghadapi perkara.

Hal tersebut, sudah diantisipasi UU dalam bentuk mekanisme bagaimana penyelesaian perkara apabila terjadi sengketa kewenangan dimaksud. Hanya saja khusus jenis perkara permohonan yang hanya menghasilkan produk penetapan, sengketa kewenangan ini sering tidak dapat kontrol peradilan lebih tinggi, karena hampir tidak adanya kasasi mengangkut perkara permohon.

Setalah diundangkannya UU Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, terdapat kesibukan baru pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan penertiban administrasi kependudukan. Tidak lama setelah itu Kementerian Agama RI menerbitkan pula Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 30 Tahun 2024 Tentang Pencatatan Pernikahan.

Pada UU Nomor 24 Tahun 2013 terdapat ketentuan perubahan nama yang pada pokoknya memberikan kewenangan kepada Pengadilan Negeri untuk menanganinya.

Sedangkan, pada PMA Nomor 30 tahun 2024 secara tegas juga disebut nomonklatur perkara perubahan nama dalam akta nikah yang pada pokoknya memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah untuk menanganinya.

Jika dibaca aturan mengenai hal itu, perubahan nama tersebut memang sudah jelas. Akan tetapi dalam praktik sering belum dipahami dengan benar oleh sebagian besar masyarakat.

Dengan kata lain, istilah perubahan nama tersebut belakangan ini memunculkan kebingungan di tengah masyarakat bahwa perubahan nama dalam akta nikah mengapa harus diputus oleh Pengadilan Agama. Sementara itu, selama puluhan tahun masyarakat mengenal bahwa seluruh urusan perubahan nama untuk semua jenis dokumennya, hanya dilakukan melalui Pengadilan Negeri. Pertanyaan publik sederhana, apakah wewenang kedua pengadilan ini kini tumpang tindih?

Tulisan berikut akan menkelaskan mengenai hal tersebut, dengan harapan dapat memberikan pencerahan kepada Masyarakat, khususnya bagi yang belum dapat membedakan posisi kedua jenis peradilan, khususnya mengenai penyelesaian perkara perubahan nama tersebut.

Perubahan Nama Umum: Kewenangan Pengadilan Negeri

Pengadilan Negeri berwenang mengubah nama seseorang dalam dokumen kependudukan umum, seperti: KTP, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Akta Kematian, dan data kependudukan lainnya.

Dasar hukum mengenai hal itu sangat jelas, yaitu Pasal 52 Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Pasal tersebut memuat ketentuan, bahwa perubahan nama dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan. Yang dimaksud pengadilan di sini adalah Pengadilan Negeri, karena undang-undang tidak menunjuk lembaga lain.

Karena itu, jika warga ingin mengganti nama dari “Udin” menjadi “Fahri”, atau ingin menyesuaikan nama agar sama dengan akta kelahiran yang ada dalam dokumen kependudukan, maka harus mengajukan perkara ke Pengadilan Negeri.

Perubahan Nama Akta Nikah: Kewenangan Pengadilan Agama

Ada jenis perubahan nama lain, yaitu perubahan nama pada Akta atau Buku Nikah. Perubahan nama itu adalah sebagaimana yang dumaksud oleh Pasal 46 PMA Nomor 30 Tahun 2024. Pada pasal ini ditegaskan, bahwa perubahan nama dalam akta nikah harus dilakukan setelah memperoleh penetapan pengadilan. Yang dimaksud pengadilan dalam pasal itu adalah Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah (Pasal 1 angka 15 PMA Nomor 30 Tahun 2024)

Kriteria perubahan nama ini meliputi kesalahan ejaan nama suami atau istri dalam akta nikah, penyesuaian nama suami/istri yang sudah diperbaiki di Dukcapil, kesalahan menulis nama ayah atau saksi nikah, perubahan data lainnya terkait peristiwa perkawinan.

Dengan demikian, PA hanya mengurus data yang melekat pada akad nikah dan administrasi pernikahan, bukan identitas kependudukan secara umum.

Contoh-contoh Kongkret

Berikut dikemukakan beberapa contoh kasus konkret:

1. KTP dan KK benar, Akta Nikah bermasalah

Seorang mempunyai KTP dan KK yang sudah benar. Ukuran kebenaran ini ialah jika dilihat dari dokumen kependudukannya dalam dukcapil, misalnya bernama “Aminah”.

Entah karena apa, saat menikah kemudian diketahui dalam akta nikah dan buku nikahnya tertulis anama “Amirah”. Padahal, nama Amirah ini tidak lain adalah pemilik nama dalam KTP dan KK bernama “Aminah” tadi. Aminah kemudian bermaksud mengubah nama dalam Akta nikah tersebut sesuai nama yang tertera dalam KTP dan KK.

Dalam kasus demikian, Aminah harus mengajukan perkara ke Pengadilan Agama setempat yang pada pokoknya minta agar pengadilan agama setempat menetapkan bahwa nama yang ada dalam akta nikah diubah dengan nama “Aminah”.

2. KTP salah, akta nikah ikut bermasalah

Seorang mengeluhkan nama dalam KTP-nya salah atau tidak sesuai yang diinginkan. Tertulis dalam KTP dan KK nama “Amimah”. Padahal, nama yang dikehendaki adalah “Aminah”. Tidak sampai di sini, saat menikah nama yang tertulis dalam Akta nikah juga tidak sesuai yang diinginkan tadi: sebutlah namanya tertulis “Amirah”.

Akibat kesalahan tersebut dukcapil minta penyelelarasan.

Dalam kasus seperti ini Aminah harus menempuh dua langkah. Pertama, mengajukan perkara ke pengadilan negeri untuk mengajukan perkara perubahan nama dari “Amimah” menjadi “Aminah”. Kedua, setelah penetapan perubahan nama tersebut diperoleh, Aminah harus mengajukan perkara perubahan nama dalam Akta Nikah ke Pengadilan Agama agar menetapkan perubahan nama dari “Amirah” menjadi “Aminah” (sesuai hasil penetapan PN).

3. Hanya mengganti nama

Seseorang ingin mengganti nama, baik sebagian atau nama secara keseluruhan. Yang sebagian misalnya semula bernama “Wahono” lalu ingin diubah menjadi “Muhammad Wahono”. Atau, diubah secara keseluruhan, misalnya dari nama “Wahono” menjadi “Bambang Wijanarka”.

Dalam kasus demikian “Wahono” harus mengajukan perubahan nama ke Pengadilan Negeri.

4. Salah tulis nama wali atau saksi di akta nikah

Seseorang telah menikah secara resmi dan telah dicatat di KUA setempat. Belakangan diketahui bahwa nama wali yang tertulis dalam akta nikah tidak sesuai dengan wali yang sebenarnya. Katakanlah wali yang sebenarnya bernama “Syamsul Hadi” hanya saja dalam akta nikah tertulis “Bonimin”.

Dalam kasus demikian yang bersangkutan jika ingin mengganti nama wali nikah yang sebenarnya, maka harus mengajukan perubahan nama dalam akta nikah ke Pengadilan Agama setempat.

Kesimpulan

Dari berbagai problem di lapangan yang ada, diperoleh pelajaran penting, bahwa sinergitas 4 instansi ( PN, PA, Dukcapil, dan KUA) memang urgen. Kuncinya, sinergitas keempat lembaga tersebut adalah memberikan penjelasan yang benar-benar jelas. Dengan kata lain, agar masyarakat tidak menjadi korban birokrasi lempar bola, empat lembaga harus satu irama:

1. Pengadilan Agama: menangani perubahan data akta nikah.

2. Pengadilan Negeri: menangani perubahan nama umum.

3. Dukcapil: menyinkronkan seluruh dokumen kependudukan.

4. KUA: memperbaiki akta nikah berdasarkan penetapan pengadilan.

 Jika batas-batas ini dipahami, tumpang tindih kewenangan tidak akan pernah terjadi. Sebaliknya, sinergi antarlembaga akan membuat pelayanan publik semakin rapi, efisien, dan memberi kepastian hukum bagi masyarakat.