Kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan sering menjadi barometer penting dalam menilai kualitas demokrasi di sebuah negara.
Di Indonesia, Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga yudikatif tertinggi, memegang peranan strategis dalam menjaga marwah peradilan dan memastikan hukum ditegakkan dengan adil.
Namun, persepsi masyarakat kerap berfluktuasi, dipengaruhi oleh pemberitaan media, hasil survei integritas, hingga pengalaman langsung masyarakat yang berurusan dengan pengadilan.
Beberapa survei yang dilakukan lembaga independen menunjukkan adanya peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap MA, meskipun masih ada tantangan serius yang perlu diatasi.
Reformasi peradilan yang dijalankan melalui program Zona Integritas, pembangunan pengadilan berbasis teknologi, hingga penguatan pengawasan hakim menjadi langkah nyata yang diambil MA. Semua ini ditujukan untuk memulihkan dan meningkatkan citra peradilan di mata publik.
Secara hukum, dasar pengawasan dan integritas hakim berakar pada Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman serta Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Regulasi ini menjadi rambu-rambu agar hakim tetap independen, tidak memihak, dan berpegang teguh pada prinsip keadilan. MA juga mendorong penerapan sistem transparansi, baik dalam publikasi putusan maupun dalam mekanisme kontrol internal.
Dalam konteks peran kelembagaan, MA tidak hanya bertugas mengadili perkara kasasi dan peninjauan kembali, tetapi juga membina badan peradilan di bawahnya.
Artinya, setiap upaya reformasi yang dilakukan MA akan berdampak langsung pada kualitas pelayanan hukum di pengadilan tingkat pertama dan banding.
Keberhasilan atau kegagalan membangun kepercayaan publik, pada akhirnya, ditentukan oleh konsistensi seluruh aparat peradilan dalam menerapkan prinsip integritas.
Ke depan, MA diharapkan mampu terus memperkuat sistem pengawasan yang efektif sekaligus meningkatkan kapasitas hakim melalui pendidikan berkelanjutan.
Masyarakat juga perlu didorong untuk aktif menggunakan haknya dalam mengawasi jalannya peradilan, misalnya melalui laporan jika ada dugaan pelanggaran etik.
Dengan sinergi antara lembaga peradilan dan masyarakat, cita-cita mewujudkan peradilan yang bersih, transparan, dan berwibawa dapat benar-benar terwujud.
Pada akhirnya, mengukur kepercayaan publik terhadap MA bukan sekadar angka dalam survei, melainkan refleksi nyata atas pelayanan hukum yang dirasakan masyarakat sehari-hari.