Sumber Hukum Pidana yakni sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana (yang mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana peninggalan zaman kolonial Belanda/Wetboek van strafrecht (Wvs) sebagai KUHP Nasional, selanjutnya disebut “KUHP Nasional Lama”) [1].
Mengatur tentang jenis Pidana yang masuk kategori serius dan sangat berbahaya terutama terhadap keamanan negara yaitu tentang Tindak Pidana permufakatan jahat atau dikenal dengan istilah “samenspanning” [2], sedangkan dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut ”KUHP Nasional Baru”) juga mengatur hal yang sama yakni setiap Tindak Pidana apabila telah terlebih dahulu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan sebagai perbuatan yang dilarang maka dapat dikenakan sanksi Pidana dan/atau tindakan.
Pendefinisian permufakatan jahat dalam KUHP Nasional Lama yakni tedapat di Pasal 88 yang berbunyi “dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan”, lebih lanjut, definisi permufakatan jahat (samenspanning) dapat ditemukan dalam KUHP Nasional Baru yakni terdapat di Pasal 13 Ayat (1) berbunyi “Permufakatan Jahat merupakan kondisi dimana apabila terdapat 2 (dua) orang atau lebih bersepakat untuk melakukan tindak pidana”.
Meskipun pengaturan didalam KUHP Nasional Baru telah mengatur banyak perluasan tentang pengenaan sanksi Pidana terhadap jenis Tindak Pidana yang dilakukan dengan permufakatan jahat, disatu sisi hal tersebut merupakan bentuk peluang agar hukum Pidana Nasional kita dapat mengakomodir seluruh jenis Tindak Pidana sesuai perkembangan zaman, namun di sisi lain juga terdapat tantangan yang akan dihadapi praktisi hukum dalam mengimplementasikan aturan hukum baru terhadap perkembangan peristiwa hukum yang ada didalam masyarakat, contohnya bagaimana penerapan hukum dalam hal terdapat permufakatan jahat Tindak Pidana yang mengakibatkan kebakaran, ledakan atau banjir sehingga membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang sebagaimana disebut dalam Pasal 308 KUHP Nasional Baru.
Oleh karena itu penulis ingin menganalisis bagaimana penegakan hukum Pidana terhadap pelaku permufakatan jahat Tindak Pidana yang mengakibatkan kebakaran, ledakan dan banjir menurut KUHP Nasional Baru.
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Permufakatan Jahat Yang Mengakibatkan Kebakaran, Ledakan Dan Banjir Menurut KUHP Nasional Baru
Ketentuan di dalam KUHP Nasional Baru mengatur tentang larangan bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kebakaran, ledakan atau banjir sehingga membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang dan terhadap pelakunya dapat diancam Pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, (vide. Pasal 308 Ayat (1) KUHP Nasional Baru).
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana Pasal 308 KUHP Nasional Baru dilakukan dengan cara Permufakatan Jahat maka terhadap setiap orang yang melakukan dipidana (vide. Pasal 309 KUHP Nasional Baru).
Sebagai contoh yakni: dalam hal terdapat 3 (tiga) orang yakni sebut saja Amir, Barong dan Cadel yang telah bermufakat atau merencanakan kejahatan berupa pembakaran suatu rumah milik korban yakni Dodik, disebabkan rasa dendam dan emosi yang tidak dapat dihindarkan lagi.
Sehingga, pada hari Kamis tanggal 28 Agustus 2025 pukul 21.00 WIT yang berlokasi di rumah milik Barong di Desa Konoha, Kabupaten Maju-Mundur, Provinsi Jaya-Jaya.
Terdapat pertemuan antara Amir, Barong dan Cadel untuk merencanakan niat balas dendam terhadap Dodik yang diduga berselingkuh dengan istri Barong, sebab Barong sering menemukan istrinya tidak ada di rumah dan sering pulang larut malam dan ketika di tanya istri Barong menyampaikan baru pulang dari bantu-bantu di rumah Dodik yang berada di Desa Sunagakure, Kabupaten Maju-Mundur, Provinsi Jaya-Jaya.
Permufakatan Jahat antara Amir, Barong dan Cadel mencapai kesepakatan berupa, Amir akan bertugas untuk menyiapkan dan membawa 5 (lima) liter gen bensin, kemudian tugas Barong adalah menyiapkan dan memercikan api dengan menggunakan korek api gas serta menyiapkan bahan peledak.
Sedangkan Cadel bertugas untuk mencarikan kayu bakar atau ilalang kering yang terdapat dilokasi rumah Dodik. Kemudian saat waktu menunjukan 23.00 WIT, Barong yang telah menyiapkan korek api dan bahan peledak menggunakan motor Yamaha Mio M3 berangkat terlebih dahulu menuju rumah Dodik yang berada di Desa Sunagakure, Kabupaten Maju-Mundur, Provinsi Jaya-Jaya.
Sedangkan Amir dan Cadel berangkat menyusul kemudian berboncengan menggunakan motor Yamaha Fino setelah menyiapkan 5 (lima) liter gen bensin dan kayu bakar. Pada saat waktu menunjukan 23.30 WIT ternyata terjadi hal yang diluar perencanaan, bahwa Barong seorang diri sampai didepan rumah Dodik pada Desa Sunagakure, Kabupaten Maju-Mundur, Provinsi Jaya-Jaya dan tidak melihat kehadiran Amir dan Cadel yang berangkat terakhir. Namun, setelah ditunggu tapi tidak kunjung sampai pada lokasi yang dijanjikan.
Oleh karena itu, kemudian Barong memutuskan untuk berinisiatif sendiri, mencari ilalang kering yang berada di tanah pekarangan sebelah rumah Dodik, kemudian membakar ilalang kering tersebut dan melemparkannya diatas atap rumah Dodik, berikut juga melemparkan bahan peledak kearah jendela rumah Dodik, sehingga membuat rumah Dodik terbakar dan hangus beserta barang berharga yang ada didalamnya.
Kemudian, pada hari Jumat tanggal 28 Agustus 2025 pukul menunjukan 01.00 WIT Amir dan Cadel sampai di lokasi rumah Korban Dodik dan bertemu dengan Barong seorang diri dan baru diketahui ternyata motor Yamaha Fino yang digunakan Amir dan Cadel ditengah perjalanan menuju rumah Korban Dodik sempat mogok dan macet sehingga Amir dan Cadel datang terlambat.
Menurut pandangan penulis berangkat dari contoh kasus diatas, terhadap pelaku Amir dan Cadel dapat dimintai pertanggung jawaban hukum oleh Praktisi hukum dengan menerapkan ketentuan Pasal 308 Ayat (1) Jo. Pasal 13 Ayat (1) dan Ayat (3) KUHP Nasional Baru yang mengancam dalam hal terdapat 2 (dua) orang atau lebih yang bersepakat atau bermufakat jahat untuk melakukan Tindak Pidana yang mengakibatkan kebakaran, ledakan, atau banjir maka terhadap pelaku permufakatan jahat yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang dapat dikenakan sanksi Pidana 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman Pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan dalam hal ini paling lama pidana penjara 9 (sembilan) tahun, sehingga terhadap pelaku Amir dan Cadel sebagai pelaku Permufakatan Jahat dapat dijatuhi sanksi Pidana paling lama 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan (maka perhitungannya sebagai berikut yakni 1/3 (satu per tiga) dari 9 (sembilan) tahun=3 (tiga) tahun ancaman Pidana penjara).
Sedangkan terhadap Barong sebagai pelaku utama yang bertindak sendiri membakar rumah Korban Dodik dapat dikenakan ancaman Pidana penjara 9 (sembilan Tahun).
Alasan mendasar mengapa Amir dan Cadel dikenakan Pasal 13 KUHP Nasional Baru tentang Permufakan Jahat dan bukan Pasal 20 KUHP Nasional Baru tentang Penyertaan adalah disebabkan keberadaan Amir dan Cadel yang sebelumya bersama-sama dengan Barong telah merencanakan terlebih dahulu suatu rencana jahat disertai menyiapkan alat dan pembagian tugas untuk membakar rumah Korban Dodik.
Namun, Amir dan Cadel tidak sampai akhir ikut bersama-sama Barong menyelesaikan kejahatan pembakaran rumah Dodik disebabkan oleh kondisi diluar rencana ataupun bukan karena kehendak pribadi Amir dan Cadel sebab mereka datang terlambat.
Sedangkan maksud dari Penyertaan adalah dalam hal Amir, Barong dan Cadel berhasil bersama-sama menyelesaikan kejahatan membakar rumah Korban Dodik sesuai rencana dan sesuai pembagaian tugas yang telah direncanakan sebelumnya, hal ini sejalan dengan pendapat Eddy O.S. Hiariej dan Topo Santoso [3]
Penutup
Penegakan hukum Pidana terhadap pelaku permufakatan jahat yang melakukan Tindak Pidana yang mengakibatkan kebakaran, ledakan, atau banjir sehingga membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang dapat disimpulkan yakni bisa dikenakan sanksi Pidana sebagaimana Pasal 308 Ayat (1) Jo. Pasal 13 Ayat (1) dan Ayat (3) KUHP Nasional Baru, berupa 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman Pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan dalam hal ini paling lama pidana penjara 9 (sembilan) tahun.
Sehingga saran penulis terhadap pelaku permufakatan jahat dapat dijatuhi sanksi Pidana paling lama 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan (maka perhitungannya sebagai berikut yakni 1/3 dari 9 tahun = 3 tahun ancaman Pidana penjara).
Referensi
[1] R. Soenarto Soerodibroto, S.H., 2014, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung R dan Hoge Raad, Jakarta, Rajawali Pers, PT. Raja Grafindo Persada.
[2] Tantri Kartika, Makna Permufakatan Jahat Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Dikaji Dari Hermeneutika Hukum (Studi Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XIV/2016), Jurnal Ilmu Hukum “The Juris”, Vol. III, No. II, hal 144,Desember 2019.
[3] Eddy O.S Hiariej dan Topo Santoso, 2025, Anotasi KUHP Nasional, Depok, Rajawali Pers PT. Rajagrafindo Persada.