Mencari Solusi Overkapasitas Lapas Lewat Inovasi dan Dukungan Regulasi

Mahkamah Agung sebagai pilar kekuasaan kehakiman juga berperan penting dalam pengendalian jumlah penghuni lapas.
Ilustrasi lapas kelebihan kapasitas. Foto ditjenpas.go.id/
Ilustrasi lapas kelebihan kapasitas. Foto ditjenpas.go.id/

Permasalahan overkapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) kembali menjadi sorotan nasional. Data terbaru menunjukkan bahwa kapasitas lapas yang idealnya menampung sekitar 140 ribu narapidana, kini harus menampung hingga 179 ribu narapidana. Artinya, tingkat hunian lapas telah mencapai hampir 100% di atas batas normal, yang jelas memengaruhi efektivitas pembinaan serta pemenuhan hak dasar para narapidana.

Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto menyebutkan, pemerintah merespons kondisi ini dengan membangun 13 lapas baru. Salah satu di antaranya bahkan dirancang sebagai lapas super maximum security di Pulau Nusakambangan. Sisanya akan tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Upaya ini penting sebagai langkah jangka panjang untuk mengurangi beban di lapas-lapas yang sudah tidak layak tampung.

Namun, membangun gedung saja tidak cukup. Menteri Imipas juga menekankan pentingnya inovasi dalam pemasyarakatan, khususnya terkait percepatan masa hukuman. Narapidana yang telah memenuhi syarat akan diberi hak sesuai ketentuan untuk mempercepat proses pembinaannya. Strategi ini diharapkan tidak hanya mengurangi beban fisik lapas, tetapi juga memanusiakan proses hukum dan pemasyarakatan di Indonesia.

Di sisi lain, Mahkamah Agung sebagai pilar kekuasaan kehakiman juga berperan penting dalam pengendalian jumlah penghuni lapas. Salah satu langkah konkret adalah dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tentang fleksibilitas putusan perkara narkotika. Melalui SEMA ini, hakim dapat mempertimbangkan hukuman di bawah batas minimal, terutama bagi pengguna narkoba, agar tidak semua kasus berakhir di penjara.

Selain itu, penerapan prinsip keadilan restoratif juga menjadi alternatif yang sangat tepat. Hakim diberi ruang untuk tidak selalu menjatuhkan pidana penjara, terutama pada perkara ringan. Diversi dan mediasi penal bisa lebih dioptimalkan untuk menyelesaikan perkara di luar jalur formal peradilan. Hal ini akan sangat membantu mengurangi lonjakan jumlah tahanan yang masuk lapas setiap harinya.

Dengan pendekatan menyeluruh mulai dari pembangunan lapas baru, inovasi pemasyarakatan, hingga kebijakan progresif di tingkat yudikatif, diharapkan permasalahan overkapasitas ini dapat tertangani dengan baik. Langkah-langkah ini tidak hanya menyelesaikan persoalan teknis, namun juga membawa peradilan Indonesia menuju arah yang lebih manusiawi dan berkeadilan.

Penulis: Nur Amalia Abbas
Editor: Tim MariNews