Kasus Perusakan Mapolda NTB: Dakwaan Batal Demi Hukum, Profesionalitas Jaksa Dipertanyakan

Dakwaan kedua Penuntut Umum menguraikan dakwaan terhadap Para Terdakwa secara terpisah.
Pengadilan Negeri Mataram | Foto : Dokumentasi PN Mataram
Pengadilan Negeri Mataram | Foto : Dokumentasi PN Mataram

Mataram, Nusa Tenggara Barat – Perkara kasus perusakan Mapolda NTB memasuki babak baru, Pengadilan Negeri (PN) Mataram menyatakan dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum. Putusan tersebut dibacakan pada hari Senin, (10/12/2025) oleh Majelis Hakim Rosihan Luthfi, sebagai Hakim Ketua, I Made Gede Trisna Jaya Susila dan Made Hermayanti Muliartha, masing-masing Hakim Anggota.

Perkara yang teregister dengan Nomor 756/Pid.B/2025/PN Mtr, duduk sebagai Terdakwa Ferry Adrian, Lalu Ahmad Awwabin Hadian, Arju Nama Taesir, Lalu Aji Sanjaya, Muhamad, dan Muhammad Ikbal. Keenam Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Mataram, dengan dakwaan alternatif kesatu melanggar Pasal 170 ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua masing-masing Terdakwa didakwa dengan Pasal 406 ayat (1) KUHP.

Pada persidangan yang berjalan atas dakwaan Penuntut Umum, Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya menyampaikan beberapa poin keberatan, namun ada satu poin yang menarik yang pada akhirnya menjadi alasan Majelis Hakim membatalkan dakwaan Penuntut Umum. Poin keberatan tersebut adalah dakwaan kabur (obscure libel).

Badarudin, Penasihat Hukum Para Terdakwa menyatakan, “Surat Dakwaan Penuntut Umum telah nyata-nyata tidak jelas dan terdapat kekurangan hal ini dikarenakan uraiannya tidak dibuat dan dimuat secara cermat, jelas, dan lengkap”.

Menjawab tuduhan Penasihat Hukum tersebut, Heru Sandika Triyana, Penuntut Umum menerangkan, “Keberatan tersebut tidak perlu untuk tanggapi dikarenakan lebih kepada materi pokok perkara dan asumsi dari penasehat hukum dimana sudah terang dan jelas sebagamana ketentuan Pasal 156 Ayat (1) KUHAP yang secara jelas mengatur keberatan, yang tentunya menjadi dasar atau landasan dalam pemeriksaan ini”.

Pada akhirnya Majelis Hakim mengambil keputusannya, mengutip Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor SE-004/J/A/11/1993 tanggal 16 Nopember 1993 bahwa yang dimaksud dengan cermat, jelas dan lengkap tidak saja menyebut seluruh unsur beserta dasar hukum (pasal) dari peraturan perundang-undangan pidana yang didakwakan, tetapi juga menyebut secara cermat, jelas dan lengkap tentang unsur-unsur tindak pidana, pasal yang didakwakan juga harus jelas pula kaitannya dengan peristiwa atau kejadian nyata yang didakwakan.

“Pasal 143 ayat (2) KUHAP menetapkan syarat-syarat yang mesti dipenuhi dalam penyusunan sebagai syarat materiil yaitu surat dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan”, urai Rosihan Luthfi saat membacakan putusannya.

Majelis Hakim menyoroti dakwaan Penuntut Umum dimana Pasal yang didakwakan, Pasal 170 KUHP menitikberatkan pada pembuktian unsur kekerasannya sedangkan pada Pasal 406 KUHP menitikberatkan pada pembuktian unsur kesengajaan dan melawan hukum pada barang milik orang lain atau dapat dikatakan bahwa Pasal 170 KUHP adalah kekerasan bersamasama di muka umum (pengeroyokan) fokus pada gangguan ketertiban umum akibat kekerasan terhadap orang/barang, sedangkan Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang fokus pada tujuan merusak barang milik orang lain.

Majelis Hakim menilai karena Terdakwa didakwa dalam satu perkara, Majelis Hakim menilai dakwaan Penuntut Umum tidak menguraikan secara jelas peran masing-masing Terdakwa dalam kasus tersebut khususnya pada dakwaan kedua.

Dakwaan kedua Penuntut Umum menguraikan dakwaan terhadap Para Terdakwa secara terpisah dengan mengkhususkan masing-masing Para Terdakwa namun perbuatan masing-masing Para Terdakwa tersebut adalah perbuatan yang berbeda-beda, sehingga Majelis Hakim berpendapat terdapat ketidakjelasan dalam uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam menentukan kualifikasi perbuatan Para Terdakwa apakah Para Terdakwa sebagai pelaku utama ataukah Para Terdakwa turut serta dalam melakukan perbuatan pidana tersebut.

“Sehingga oleh karena terdapat ketidakjelasan kualifikasi perbuatan Para Terdakwa khususnya dalam dakwaan kedua Penuntut Umum hal tersebut akan mempersulit dalam menentukan perbuatan Para Terdakwa, sehingga dakwaan Penuntut Umum tidak dibuat secara cermat, jelas dan terang sehingga tidak memenuhi syarat materiil sebagai suatu surat dakwaan”, urai Majelis Hakim dalam putusannya.

Majelis Hakim juga menemukan penulisan yang tidak konsisten yakni Terdakwa Lalu Aji Sanjaya Putra dengan penyebutan sebagai Terdakwa III dan Terdakwa IV, selain itu Terdakwa III Arju Namat Taesir tidak didakwakan dalam Dakwaan kedua.

“Penyebutan tersebut menimbulkan keragu-raguan dan kekaburan tentang pihak mana yang menjadi terdakwa di dalam Surat Dakwaannya, oleh karenanya dakwaan Penuntut Umum tidak dibuat secara cermat, jelas dan terang sehingga tidak memenuhi syarat materiil sebagai suatu surat dakwaan”, tegas Rosihan Luthfi.

Akibat dari ketidakjelasan tersebut, Majelis Hakim mengabulkan keberatan dari Penasihat Hukum Para Terdakwa, dan dakwaan Penuntut Umum dinyatakan batal demi hukum. “Mengembalikan berkas perkara ini kepada Penuntut Umum dan memerintahkan Para Terdakwa dibebaskan dari tahanan”, tutup Rosihan.

Kedudukan Surat dakwaan yang sangat penting dalam persidangan pidana sehingga harus disusun secara jelas, cermat, dan lengkap, karena Sebagai dasar pemeriksaan di pengadilan, memberi batasan ruang lingkup perkara agar tidak melebar ke hal-hal di luar dakwaan. Menjadi pedoman bagi terdakwa dan penasihat hukum untuk menyusun pembelaan. Menjamin kepastian hukum karena dakwaan yang kabur atau tidak lengkap bisa merugikan semua pihak. Sehingga tidak heran Jaksa Agung mengeluarkan surat edaran untuk menegaskan hal tersebut

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram telah mengambil sikap untuk meneguhkan bahwa surat dakwaan sebagai “peta jalan” persidangan. Jika peta itu tidak jelas, maka perjalanan hukum bisa tersesat.

Surat dakwaan yang jelas, cermat, dan lengkap merupakan cerminan langsung dari profesionalitas jaksa sebagai penuntut umum, yang nampak dari kemampuannya menyusun dakwaan dengan ketelitian tinggi, berdasarkan fakta hukum yang sah, serta sesuai dengan pasal yang relevan, sehingga tidak menimbulkan keraguan yang mengakibatkan batal demi hukum.

Penulis: Kontributor
Editor: Tim MariNews