MARINews, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) RI mengambil langkah strategis yang proaktif dalam merespons maraknya permohonan Dispensasi Kawin pasca-revisi Undang-Undang Perkawinan.
Melalui Badan Strategi Kebijakan dan Diklat Hukum dan Peradilan (BSDKHP), MA menyelenggarakan Pelatihan Teknis Yudisial Dispensasi Kawin bagi 160 Hakim tingkat pertama Peradilan Agama di seluruh Indonesia.
Program yang berlangsung selama 10 hari secara blended learning (1–10 Oktober 2025) ini, bertujuan utama membekali para hakim agar setiap putusan terkait dispensasi kawin benar-benar berorientasi pada perlindungan hak anak.
Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Lebong, Ummu R. Siregar, S.H., S.H.I., M.H., menjadi salah satu peserta yang menunjukkan antusiasme tinggi dalam sesi virtual pada Senin, 6 Oktober.
"Saya sangat senang dengan adanya diklat ini, meskipun hanya lewat Zoom. Lagipula, ini menjadi kesempatan bagus untuk bersilaturahmi dengan teman-teman hakim, bertukar pengalaman, dan berbagi cerita," ungkapnya penuh semangat.
Kombinasi Mandiri dan Diskusi Kasus
Pelatihan ini dirancang dengan dua tahapan komprehensif. Tahap I (1-3 Oktober) merupakan pembelajaran mandiri (e-learning), di mana peserta mengerjakan pre-test, mempelajari materi kunci seperti Kode Etik Hakim, Konsep Usia Perkawinan, dan Aspek Hukum Perlindungan Anak, yang diampu oleh narasumber seperti Drs. H. Muchlis, S.H., M.H. dan Dr. M. Natsir Asnawi, S.H.I., M.H.
Saat ini, para peserta memasuki Tahap II (6-10 Oktober), yaitu sesi virtual intensif melalui Zoom Meeting. Tahap ini diisi dengan penyampaian materi, diskusi tanya jawab, bedah kasus, hingga praktik langsung pembuatan penetapan. Materi yang dibahas mencakup Dispensasi Kawin oleh Dr. H. Imron Rosyadi, S.H., M.H. dan Dr. Syaiful Annas, S.H.I., M. Sy., serta Hukum Acara Dispensasi Kawin yang disampaikan oleh Dr. Fitriyel Hanif, S.Ag., M.Ag., Dr. M. Nur Syafiuddin, S.Ag., M.H., dan Dr. M. Fadhly Ase, S.H.I., M.Sy.
Integritas dan Disiplin Jadi Pilar
Lebih dari sekadar peningkatan kompetensi teknis, program ini juga menjadi penekanan MA untuk memperkuat integritas dan profesionalisme hakim. MA secara tegas mengingatkan peserta untuk menjunjung tinggi kode etik dan menolak segala bentuk gratifikasi.
Komitmen MA dalam menegakkan disiplin juga terlihat jelas. Peserta yang tidak mengikuti pelatihan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan akan dianggap melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, serta akan dilaporkan kepada Badan Pengawasan.
Langkah strategis ini menegaskan komitmen Mahkamah Agung untuk menciptakan peradilan yang lebih berwibawa, responsif, dan mampu melindungi hak-hak anak, menempatkan Indonesia selangkah lebih maju dalam menghadapi isu-isu sosial yang kompleks.

