Juru Bicara MA Raih Gelar Profesor, Berikut Kisah Lengkapnya Hingga Raih Rekor MURI

Dari hakim hingga dalang, dari musisi hingga Profesor. Perjalanan hidup Prof. Dr. Yanto, S.H., M.H. penuh kejutan dan inspirasi. Simak kisah lengkapnya hingga meraih Rekor MURI di sini!
Juru Bicara Mahkamah Agung Yanto baru saja dikukuhkan sebagai profesor (Guru Besar) dari Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Jawa Tengah pada 7 Februari 2025. Foto dokumentasi MA
Juru Bicara Mahkamah Agung Yanto baru saja dikukuhkan sebagai profesor (Guru Besar) dari Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Jawa Tengah pada 7 Februari 2025. Foto dokumentasi MA

MARINews, Semarang-Juru Bicara Mahkamah Agung Yanto, baru saja dikukuhkan sebagai profesor (Guru Besar) dari Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Jawa Tengah pada 7 Februari 2025. Untuk itu, kini, penulisan nama lengkap Juru Bicara MA itu, adalah Prof. Dr. Yanto, S.H., M.H.

Yanto yang saat ini menjabat sebagai Hakim Agung Kamar Pidana MA, merupakan seorang akademisi, penulis buku, dalang, komponis, musisi, dan olahragawan. Karena itulah, pada 2 Desember 2023, Yanto meraih Rekor MURI sebagai hakim dengan lintas bidang terbanyak.

Selain itu, atas jasanya dalam melestarikan seni budaya, dia juga dianugerahi gelar Kanjeng Pangeran oleh Keraton Solo.

Mengenal Lebih Dekat Juru Bicara MA

Yanto lahir di Gunung Kidul, Yogyakarta, pada 21 Januari 1960. Dia adalah putra dari pasangan sederhana, Sukamto dan Lasinem, yang berprofesi sebagai pedagang. Yanto merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Yanto menempuh pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas di kota kelahirannya, Gunung Kidul. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Janabadra, Yogyakarta. Sosok yang menyukai musik besutan Koes Plus ini, kemudian melanjutkan Magister Hukum di Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. Sedangkan untuk pendidikan doktornya, ia tempuh di Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta.

Sejak kecil, Yanto adalah sosok yang sangat menggandrungi olahraga, saking sukanya, Yanto sering bolos sekolah demi bisa bertanding olahraga dengan lawan-lawannya. Meski sering bolos sekolah, Dr. Yanto bisa menunjukkan prestasinya di bidang olahraga. Terbukti, dia sering menjuarai berbagai turnamen olahraga, dua di antaranya yaitu bola voli dan bulu tangkis.

Karena itulah, tidak salah jika cita-citanya adalah menjadi guru olahraga. Selain itu, dia terinspirasi oleh Pak Muhadi, guru olahraganya, yang selalu terlihat gagah saat mengajar olahraga. 

Untuk mendukung cita-citanya tersebut, Yanto yang sangat ingin menjadi guru olahraga memiliki keinginan kuat mendaftar kuliah di IKIP Karang Malang, namun karena pendaftarnya sangat banyak sehingga menimbulkan antre yang panjang hingga berhari-hari, Yanto membatalkan niatnya dan kemudian mendaftar kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata, Yogyakarta.

Asal muasal Yanto berkenalan dengan dunia hukum adalah karena terinspirasi oleh kakak dari kawannya yang banyak bercerita tentang ilmu hukum. Dari situlah, Yanto kemudian mendaftar kuliah di Janabadra dan melepaskan statusnya sebagai mahasiswa Universitas Sarjanawiyata. 

Yanto yang saat ini diberi amanah sebagai Juru Bicara Mahkamah Agung itu, sebenarnya tidak pernah terfikir bisa menjadi hakim. Ia yang berasal dari keluarga pedagang, sebelum menjadi hakim sempat menjadi editor di sebuah percetakan.

Namun, seorang teman yang bernama Joko Sutrisno kemudian mengajak dan membujuknya untuk mendaftar menjadi calon hakim. Ia pun terbujuk mendaftar dan lulus.  

Perjalanan Menjadi Hakim

Berkat ajakan Joko Sutrisno, Yanto lulus seleksi calon hakim di Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan. Lalu, dia mendapatkan penugasan awal di PN Manna, Bengkulu Selatan. 

Yanto yang saat itu masih bujangan berangkat seorang diri menggunakan bus Putra Raflesia. Dia berangkat dari Jakarta jam 10 pagi sampai Bengkulu ke esokan paginya lagi. Sesampainya di PN Manna, dia langsung melapor Ketua PN.

Namun, dia sempat tidak betah di sana, karena sepi dan tidak ada sanak saudara yang dikenalnya. Kemudian memutuskan kembali ke PN Pekalongan. Pada saat itu, dia berkesimpulan tidak apa-apa tidak menjadi hakim kalau tempat penugasannya seperti itu. Bahkan sempat berfikir akan memilih jadi pegawai saja. 

Tiba-tiba di suatu hari, Panitera PN Pekalongan menghampirinya dan menyampaikan betapa susahnya orang lain menjadi hakim.

“Kamu sudah menjadi hakim, kok malah tidak jadi berangkat,” begitu kata panitera.

Karena semangat dari panitera dan teman-teman PN Pekalongan itulah, Yanto berangkat kembali ke Manna dan melanjutkan tugas di sana hingga enam tahun lamanya. 

Bahkan, di kota itulah Yanto menemukan belahan hatinya. Seorang wanita cantik jelita asal Bengkulu bernama Soprianti. 

Yanto dan Soprianti menikah pada 1997di Bengkulu Selatan. Pernikahan yang penuh berkah dan kebahagiaan tersebut dikarunia empat anak. Yang pertama Dyah Ayu Worosukenti, kedua almarhum Aris Setiawan yang wafat saat baru berusia 40 hari, ketiga Yuristia Regina Putri, dan keempat Ratih Anggini Putri.

Sebelum dilantik menjadi Hakim Agung pada 2024, Yanto melanglang buana dari satu pengadilan ke pengadilan lain untuk menjalankan tugasnya sebagai pengadil. Setelah dari Manna, dia bertugas di beberapa daerah, seperti Bengkulu, Jember, Tais, Bantul, Jakarta Selatan, Sleman, dan Denpasar. 

Selain aktif di dunia hukum, Yanto juga aktif mengajar. Beberapa kampus tempatnya menyebarkan ilmu hukum yaitu Universitas Janabadra Yogyakarta, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Universitas Jaya Baya Jakarta, Universitas Muhammadiyah Bengkulu, dan jurusan D-IV Litigasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta .

Dr. Yanto juga aktif menuangkan ide-ide ilmu hukumnya ke dalam buku. Di sela-sela waktu kerjanya sebagai hakim dan dosen, dia menyempatkan diri menulis buku. Karya-karyanya antara lain:  

1. Hakim Komisaris dalam Sistem Peradilan Pidana (2013),

2. Penerapan Diskresi dan Kebijakan Republik serta Aspek Yuridisnya (2016), 

3. Aspek Pidana dalam Kepailitan dan PKPU (2019),

4. Penyalahgunaan Administrasi dalam Konteks Penilaian Tindak Pidana Korupsi (2020), 

5. Kajian Hukum terhadap Hak Asasi Manusia (2020), 

6. Pertanggung Jawaban Korporasi Atas Tindak Pidana Pembakaran Lahan, Hutan dan Perkebunan yang Dilakukan oleh untuk atau atas Nama Korporasi (2020), 

7. Selayang Pandang Hukum Acara Pidana Integrated Criminal Justice System (2021),

8. Pembinaan Idiologi Pancasila bagi Hakim (2021)

9. Praperadilan dalam Sistem Hukum Indonesia dalam Teori dan Praktek (2024),
 
Ayah empat orang anak ini, juga merupakan sosok yang memiliki perhatian khusus pada musik. Dia bahkan mahir bermain gitar. Kerap mengisi waktunya dengan bernyanyi dan mencipta lagu.

Saat masih sekolah, dia sangat suka dengan lagu-lagu Koes Plus dan Ahmad Albar. Beberapa lagu hasil ciptaannya yaitu, Pengabdian, Jakarta-Bali, Mars TNI Polri, Mars MA, Rindu dan Kasih Sayang
 
Hakim dan Dalang, Dua Profesi yang Menyenangkan

Kecintaan Yanto dengan wayang dimulai sejak masa kecilnya yang suka sekali menonton wayang. Keinginannya menjadi dalang muncul saat bertugas sebagai Ketua Pengadilan Negeri Bantul. 

Dahulu, setiap ada acara Muspida (sekarang Forkopimda) selalu ada penampilan wayang, dari situlah dia mulai tertarik dan mulai mempelajari. 

Lalu setelah lima kali belajar dan latihan, Yanto memberanikan diri untuk tampil pertama kalinya di Pendopo Kabupaten Bantul. Dan eureka, penampilan perdana tersebut mendapatkan antusias yang cukup baik dari penonton. Dari situ hingga sekarang, Yanto sangat menikmati ketika berperan sebagai dalang.

Baginya, dengan menjadi dalang, dia bisa menyampaikan pesan-pesan kebaikan. Juga pesan-pesan yang berkaitan dengan ilmu hukum.

Bagi Yanto, semua pencapaian ini adalah di luar dugannya. Tidak pernah terfikir sedikit pun untuk meraih itu semua. Dia yang memiliki filosofi hidup seperti air mengalir sangat berterima kasih kepada Tuhan atas anugerahnya dan juga kepada kedua orang tua serta keluarga besarnya atas dukungan dan pengertiannya selama ini.

Yanto selalu percaya bahwa kebaikan di manapun dan kapanpun akan melahirkan kebaikan pula. Ia meneladani nasihat neneknya bahwa jika dicubit itu sakit, maka janganlah pernah mencubit orang lain.

Dia pun memiliki filosofi hidup, nikmati hidup tanpa terlepas dari ilmu, iman, dan amal. Karena ketiga hal tersebut merupakan modal hidup terbaik bagi manusia di manapun berada. Filosofi inilah yang menjadi pedoman dalam setiap langkah Yanto.

Selamat kepada Prof. Dr. Yanto, S.H., M.H. atas raihan gelar profesornya, semoga semakin menambah keberkahan dan kemanfaatan untuk lembaga dan nusantara.