MARINews, Maninjau — Pengadilan Agama (PA) Maninjau saat ini merupakan salah satu daerah yang tengah menghadapi krisis ganda pascabencana alam ekstrem yang melanda di wilayah Aceh, Sumut dan Sumbar baru baru ini.
Puncak cuaca ekstrem terjadi (26/11/2025), menyebabkan kerusakan infrastruktur kantor dan krisis kemanusiaan yang menimpa keluarga besar aparatur peradilan.
Musibah ini, sekali lagi menunjukkan aparatur peradilan adalah bagian tidak terpisahkan dari masyarakat yang juga rentan terhadap bencana.
Pimpinan PA Maninjau dengan sigap langsung mengambil langkah cepat untuk memobilisasi dukungan dan bantuan bagi para pegawai yang terdampak.
Kantor Lumpuh Total: Akses Terputus, Ruangan Ambruk
Di tengah hiruk pikuk Kabupaten Agam, Maninjau diselimuti badai dan hujan yang turun begitu derasnya, menurut keterangan salah seorang pegawai PA Maninjau, hampir sepekan ini hujan turun tiada berhenti, matahari bagai tidak terlihat lagi.
Bagi PA Maninjau, hari itu bukan hanya tentang menegakkan hukum, tetapi tentang perjuangan untuk bertahan hidup dan menjaga jantung keadilan tetap berdetak.
Intensitas curah hujan yang sangat tinggi dalam musibah tersebut telah menimbulkan dampak parah pada fisik gedung kantor PA Maninjau, yang secara langsung menghambat seluruh aktivitas pelayanan publik.
Beberapa bagian gedung mengalami kerusakan struktural, termasuk kebocoran dan kerobohan di Ruang Sekretaris, Ruang Server (pusat data dan sistem E-Court), dan tangga menuju ruangan di lantai dua.
Seiring dengan kerusakan fisik pada bangunan, bencana ini juga memutus akses ke kantor PA Maninjau. Jalan utama dari arah Bukittinggi dan dari pusat Maninjau tertutup total karena banyak titik longsor, menjadikan kantor terisolasi dan mustahil dijangkau, baik oleh pegawai maupun para pencari keadilan.
Di tengah isolasi ini, infrastruktur dasar turut ambruk. Seluruh wilayah mengalami pemadaman listrik massal dan jaringan internet terputus total. Kondisi ini, secara efektif melumpuhkan sistem peradilan elektronik (E-Court), sehingga menambah daftar panjang tantangan operasional yang dihadapi.
Kondisi kritis ini tidak dibiarkan berlarut-larut. Pada 28 November, masalah krisis ini telah dilaporkan secara resmi kepada Badan Urusan Administrasi (BUA) Mahkamah Agung RI.
Kisah PA Maninjau adalah cerminan dedikasi yang tak pernah pada, bahkan saat kantor mereka terancam ambruk dan jalur komunikasi terputus, mereka berjuang untuk memastikan, kelak, bendera keadilan dapat berkibar lagi.
Di Balik Tembok Keadilan: Kisah Humanis Aparatur yang Terdampak
Sekretaris PA Maninjau, Yosi Andri Yani, S.H., dalam wawancara via telepon mengungkapkan beberapa hal yang terjadi pada para pegawai yang terkena dampak dari bencana ini.
"Hampir seluruh Pegawai atau ASN di Pengadilan Agama Maninjau yang terkena dampak terhadap musibah bencana ini. Bahkan seorang Ketua dan beberapa pegawainya yang kebetulan tinggal di Bukittinggi harus menempuh 5 hingga 7 kilometer dengan berjalan kaki untuk melewati beberapa kondisi jalan yang rusak," ujarnya.
Krisis yang melanda Maninjau, bukan hanya meruntuhkan infrastruktur kantor, tetapi juga mengancam tempat tinggal keluarga inti para penegak hukum.
Dari seluruh pegawai PA Maninjau yang dihimpun datanya yang terkena musibah ini, setidaknya ada tiga aparatur PA Maninjau tercatat mengalami dampak paling parah dan langsung pada tempat tinggal orang tua atau keluarga mereka, memaksa mereka mengungsi untuk keselamatan.
Data ini diambil dari keterangan dua orang pegawai PA Maninjau, Yosi Andri Yani, S.H.dan Alifatul Amiroh, A.Md.
Salah satu yang terdampak adalah Nina Sumitri (PPPK). Rumah orang tuanya di Jorong Bancah, Maninjau, yang juga ia tempati, kini berada di area bahaya besar karena lokasinya diapit aliran sungai.
Rumah tersebut, diterjang banjir dan tertimbun material longsor hingga setinggi lutut orang dewasa. Beruntung, Nina dan keluarganya selamat, meskipun kini harus mengungsi ke tempat kerabat di Jorong Gasang.
Kondisi serupa menimpa Yosi Andri Yani (Sekretaris), yang harus menyaksikan rumah orang tuanya di Ngungun, Matur Mudik, mengalami kerusakan signifikan akibat curah hujan tinggi dan angin kencang.
Atap rumah terlepas, menyebabkan air hujan membanjiri bagian dalam dan merusak plafon triplek. Yosi dan keluarganya kini terpaksa mengungsi ke Bukittinggi.
Sementara itu, pegawai PPPK lainnya, Yurnelis, juga harus menyaksikan rumah orang tuanya di Gang Nurul Iman terdampak banjir dan longsor, karena lokasinya yang rentan dekat sungai. Beruntung, orang tua Yurnelis dilaporkan selamat.
Detail kerugian material dan status pengungsian ini menunjukkan betapa beratnya musibah ini memukul keluarga besar PA Maninjau, menegaskan perlunya solidaritas untuk memastikan tidak ada satu pun anggota keluarga yang berjalan sendiri di masa sulit ini.
Hingga 2 Desember 2025, kondisi Maninjau dan sekitarnya masih belum stabil. Pimpinan PA Maninjau bergerak cepat mendistribusikan data para pegawai yang terdampak parah sebagai upaya penggalangan dana internal.
Langkah cepat yang diambil ini, bertujuan meminimalkan dampak psikologis dan finansial yang dialami oleh para pegawai. Melalui penggalangan dana internal, diharapkan bantuan dapat segera disalurkan untuk meringankan beban perbaikan rumah dan kebutuhan mendesak lainnya.
Semoga bagi yang terkena dampak bencana baik di Aceh, Sumatera Utara, maupun di Sumatera Barat diberikan kekuatan dan kesabaran, tetap bertahan dalam keadaan sehat, selamat, dan bisa segera pulih.