MARINews, Pangkalan Balai - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pangkalan Balai menjatuhkan vonis 8 bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun kepada dua terdakwa kasus pengeroyokan kurir, yakni Agus Supriono dan Tri Sutrisno, dalam perkara Nomor 276/Pid.B/2025/PN Pkb. Putusan tersebut dibacakan pada Selasa (25/11) oleh Ketua Majelis Hakim Norma Oktaria, didampingi hakim anggota Ronal Roges Simorangkir dan Ahmad Ghali Pratama.
Vonis pidana percobaan diberikan setelah Majelis Hakim menilai perkara ini memenuhi unsur keadilan restoratif, sesuai pedoman dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2024.
Perkara pengeroyokan ini bermula hanya dari persoalan pembayaran paket COD senilai Rp50 ribu, namun berujung pemukulan terhadap korban yang bekerja sebagai kurir jasa pengiriman.
Kasus berawal ketika adik korban, sesama kurir, mengantarkan paket COD milik terdakwa Agus. Pembayaran dilakukan melalui transfer, namun uang tersebut tidak masuk ke rekening.
Korban kemudian menghubungi Agus untuk klarifikasi dan sepakat bertemu di depan minimarket di Jalan Palembang–Betung KM 18, Banyuasin, Sumatera Selatan.
Saat pertemuan, terjadi cekcok antara korban dan para terdakwa. Salah satu rekan terdakwa sempat melempar uang Rp50 ribu sambil berkata, “waya-waya lima puluh ribu siru nian kau nih” (cuma lima puluh ribu kok heboh).
Ketika korban hendak mengambil uang itu, terdakwa Tri memukul wajah korban dua kali, disusul pukulan dari terdakwa Agus. Korban bahkan kembali dipukul menggunakan helm saat hendak meninggalkan lokasi.
Meski mengalami luka fisik dan tidak dapat bekerja sementara waktu, korban menunjukkan sikap luar biasa. Dalam persidangan, ia meminta Majelis Hakim memberi hukuman seringan-ringannya kepada kedua terdakwa.
Korban mengaku iba karena terdakwa telah menjalani masa penahanan. Ia juga menyinggung bahwa ayahnya meninggal setelah kondisin
ya menurun saat melihat luka yang dialami korban. Namun menurutnya, waktu tak bisa diputar kembali dan perkara ini lebih baik diselesaikan secara kekeluargaan.
Sikap korban ini mendapat apresiasi Majelis Hakim.
“Sifat korban seperti inilah, yang harus menjadi pedoman kita untuk selalu menjaga ketentraman dan keharmonisan dalam menjalani kehidupan,” ujar Ketua Majelis.
Menindaklanjuti keinginan korban, Majelis Hakim menginisiasi proses mediasi di persidangan. Para terdakwa mengakui perbuatannya, meminta maaf, serta sepakat memberikan ganti rugi pengobatan sebesar Rp3 juta.
Perdamaian resmi dituangkan dalam surat pernyataan bermaterai dan ditandatangani kedua belah pihak.
Majelis Hakim menilai seluruh tujuan keadilan restoratif telah tercapai: korban dipulihkan, kerugian terganti, dan hubungan sosial diperbaiki. Karena itu, hukuman penjara tidak lagi relevan dijalankan.
Berdasarkan pemulihan yang telah terjadi, Majelis Hakim menjatuhkan pidana percobaan sesuai Pasal 14a KUHP, sehingga terdakwa tidak perlu menjalani hukuman penjara kecuali melakukan tindak pidana baru selama masa percobaan.
“Penerapan pidana percobaan… bukan berarti membebaskan para terdakwa, melainkan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk memperbaiki diri serta mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut,” jelas Ketua Majelis.