Ketua PT Surabaya Beri Masukan soal Revisi KUHAP saat Raker dengan Komisi III DPR RI

Pertemuan ini menjadi ajang evaluasi pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam masa persidangan I Tahun
Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan lembaga hukum d Jawa Timur. Foto ; Dokumentasi PT Surabaya
Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan lembaga hukum d Jawa Timur. Foto ; Dokumentasi PT Surabaya

MARINews, Surabaya – Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan pimpinan lembaga penegak hukum di Jawa Timur yang berlangsung di Markas Polda Jatim. 

Pertemuan ini menjadi ajang evaluasi pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam masa persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 sekaligus wadah untuk menyerap masukan terkait rencana penyusunan KUHAP baru.

Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Moh. Rano Alfath, S.H., M.H.. Dari unsur peradilan hadir Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, Sujatmiko, S.H., M.H., didampingi Wakil Ketua PT Surabaya, Puji Harian, S.H., M.Hum., serta Juru Bicara PT Surabaya, Bambang Kustopo, S.H., M.H.. 

Turut serta pula beberapa hakim tinggi, panitera PT Surabaya, dan seluruh pimpinan Pengadilan Negeri di wilayah hukum PT Surabaya. Dari unsur penegak hukum lainnya, hadir pula pimpinan Kepolisian dan Kejaksaan di Jawa Timur.

Dalam paparannya, Ketua PT Surabaya menyampaikan sejumlah evaluasi, salah satunya terkait kurangnya koordinasi antar lembaga penegak hukum yang mengakibatkan belum terwujudnya sistem penegakan hukum terintegrasi. 

Kondisi ini disebut menyulitkan tercapainya tujuan hukum yang berkeadilan. Ia juga menekankan perlunya peningkatan kemampuan teknis aparat penegak hukum, mulai dari proses pembuktian, penuntutan, hingga pemeriksaan di pengadilan.

Selain itu, menurut Sujatmiko, penguatan pengawasan dalam setiap tahapan penegakan hukum menjadi kebutuhan mendesak. Edukasi publik mengenai pentingnya integritas hukum juga dianggap penting untuk memastikan adanya partisipasi masyarakat dalam mengawasi proses penegakan hukum.

Ketua PT Surabaya menilai, beberapa ketentuan dalam KUHAP saat ini berpotensi menimbulkan ketidakadilan. Salah satunya jangka waktu penyelesaian praperadilan yang hanya tujuh hari, yang dinilai menyulitkan pemeriksaan. 

Perlindungan bagi saksi dan korban juga belum diatur secara menyeluruh, sementara akses bantuan hukum masih timpang. Pasal 56 KUHAP hanya mengatur bantuan hukum gratis bagi tersangka atau terdakwa dengan ancaman pidana 15 tahun ke atas, atau lima tahun ke atas bagi yang tidak mampu.

Lebih jauh, Sujatmiko memberikan sejumlah masukan untuk KUHAP baru, seperti perlunya pengaturan mekanisme keberatan terhadap perampasan barang bukti milik pihak ketiga dan adanya hukum acara berbasis keadilan restoratif yang berlaku pada setiap tingkatan proses hukum.

Masukan tersebut mendapat apresiasi dari pimpinan dan anggota Komisi III DPR RI yang hadir. 

Pertemuan ini diharapkan menjadi momentum penting dalam menyusun KUHAP baru yang selaras dengan KUHP nasional yang akan berlaku awal tahun depan, sekaligus memperkuat pondasi penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia.

Penulis: Adji Prakoso
Editor: Tim MariNews