Penggugat yang mendalilkan suatu peristiwa hukum atau hak keperdataan dalam gugatan perdata, yakni diwajibkan membuktikan dalilnya, sebagaimana ketentuan Pasal 163 HIR/Pasal 283 Rbg.
Demikian juga, dalam membantah dalil Penggugat di dalam jawab jinawab, Tergugat wajib membuktikannya melalui alat bukti yang diajukan dalam persidangan, sesuai ketentuan di atas.
Selanjutnya terhadap alat bukti perkara perdata, yang diajukan Penggugat dan Tergugat, Majelis Hakim yang mengadili suatu perkara perdata, akan menilainya dan dijadikan dasar dalam menjatuhkan putusan perkara perdata, berdasarkan ketentuan Pasal 162 HIR/Pasal 282 Rbg
Kewajiban pembuktian terhadap dalil Penggugat dan Tergugat dimaksud, juga ditegaskan dalam ketentuan Pasal 1865 KUHPerdata.
Alat bukti dalam perkara perdata sendiri, terbatas pada bukti surat (tertulis), saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah, sebagaimana ketentuan Pasal 164 HIR/Pasal 284 Rbg.
Jenis alat bukti perkara perdata, juga diatur ketentuan KUHPerdata (vide Pasal 1866).
Selanjutnya setelah berlangsungnya proses persidangan perdata yang telah melewati mekanisme mediasi, jawab jinawab, pembuktian dan penyerahan kesimpulan, Hakim melakukan musyawarah guna menjatuhkan Putusan dan Hakim berwenang juga menambah dasar-dasar hukum yang tidak dikemukakan para pihak, sesuai Pasal 178 HIR/Pasal 189 Ayat 1 Rbg.
Dalam mengadili suatu perkara perdata, Hakim wajib mempertimbangkan semua petitum yang dimintakan dalam gugatan perdata dan seandainya gugatan dikabulkan, yakni dilarang mengabulkan lebih dari yang dimohonkan Penggugat (vide Pasal 178 HIR/Pasal 189 Ayat 2 dan 3 Rbg)
Pasal 184 HIR/Pasal 195 Ayat 1 s.d. 3 Rbg, mengatur secara formal hal-hal yang wajib dicantukan dalam suatu Putusan Hakim, antara lain sebagai berikut:
- Wajib memuat secara ringkas dan jelas dalil gugatan, serta jawaban atas gugatan;
- Dasar atau alasan menjatuhkan putusan (pertimbangan hukum) penjatuhan putusan;
- Ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penjatuhan putusan;
- Amar putusan Hakim mengenai pokok perkara;
- Biaya perkara;
- Keterangan para pihak yang hadir dalam penjatuhan putusan;
- Putusan ditandatangani Hakim dan Panitera sidang;
Bilamana, Hakim dalam musyawarahnya menyatakan hanya sebagian dalil gugatan penggugat yang dapat dikabulkan berdasarkan alat bukti yang disajikan dalam pembuktian, maka dalam amar penjatuhan putusan perkara perdata menerangkan/menegaskan bahwa gugatan penggugat hanya dikabulkan sebagian.
Terhadap Putusan Hakim yang mengabulkan sebagian dalil gugatan, bagaimanakah bentuk diktumnya sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung RI?
Guna menjawab pertanyaan dimaksud, penulis menguraikan kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 797 K/Sip/1972 yang telah ditetapkan menjadi Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, sebagaimana buku Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia Seri II Hukum Perdata dan Acara Perdata.
Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 797 K/Sip/1972, menerangkan dalam hal pengadilan mengabulkan gugatan untuk sebagian, dalam amar putusan harus dicantumkan pula bahwa Pengadilan, menolak gugatan untuk selebihnya.
Penulisan diktum tersebut, selaras dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 359/KMA/SK/XII/2022 tentang Template dan Pedoman Penulisan Putusan/Penetapan Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada Empat Lingkungan Peradilan di Bawah Mahkamah Agung.
Maka, dapat disimpulkan bilamana pengadilan mengabulkan gugatan untuk sebagian, amar putusan juga wajib mencantumkan menolak gugatan untuk selebihnya.
Semoga artikel ini, dapat menjadi referensi bagi Hakim dalam mengadili perkara perdata dan menambah pengetahuan bagi para pembacanya.