MARINews, Parigi - Majelis Hakim PA Parigi melaksanakan sidang pemeriksaan setempat (descente) terhadap obyek benda tidak bergerak berupa butik baju dan toko sembako yang terletak di kelurahan Bantaya, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Jumat (5/12).
Objek sengketa tersebut adalah rekonvensi yang muncul dalam jawaban perkara cerai gugat.
Selain menuntut harta bersama berupa tanah dan bangunan, Penggugat rekonvensi juga menuntut atas hutang bersama di bank sejumlah enam ratus juta rupiah serta pembagian hasil usaha butik dan toko sembako tersebut.
Sidang dibuka di kantor kelurahan bantaya, lalu berlanjut menuju obyek sengketa bersama-sama didampingi oleh lurah, babinsa, serta para pihak.
Agenda ini melibatkan instansi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Parigi Moutong untuk mengkonfirmasi keabsahan letak, batas, dan luas tanah sesuai dengan sertifikat, selain itu juga melibatkan Polsek Parigi sebagai pihak pengamanan.
Pemeriksaan Setempat lazimnya dilakukan atas inisiatif Majelis Hakim atau permintaan para pihak untuk menghindari adanya kekaburan obyek sengketa dan bertujuan memberi kepastian fakta, mencocokkan bukti, dan mencegah putusan tak bisa dieksekusi.
Hal ini mengacu pada ketentuan SEMA Nomor 1 tahun 2001.
Meskipun pemeriksaan setempat dilakukan di luar ruang sidang, namun Majelis Hakim tetap menegakkan asas pemeriksaan netral yang mengacu pada prinsip tidak berpihak, objektivitas, dan independensi.
Pemeriksaan setempat dilaksanakan selama kurang lebih 2,5 jam karena selain mencocokkan luas, batas, dan letak objek tanah dengan sertifikat, juga menghitung semua jumlah pakaian dalam butik, menghitung stok jual sembako berupa minyak beras dan air mineral yang ada dalam obyek sengketa.
Di tengah proses pemeriksaan, salah satu pihak menawarkan dan memberikan air mineral kepada Majelis Hakim, namun demi mengedepankan asas ketidakberpihakan atau imparsialitas Majelis Hakim menolak pemberian tersebut meskipun cuaca sangat panas dan terik.
Hal ini mungkin terlihat berlebihan dan sepele karena hanya air mineral, namun demi menghindari kesan memihak dan pandangan yang tidak netral dari para pihak, Majelis Hakim menolak tawaran dan pemberian tersebut.
Hakim di dalam atau di luar sidang harus tetap berpijak pada Kode Etik Perilaku Hakim (KEEPH) dan dituntut untuk dapat bersikap adil seperti dalam KEPPH nilai berperilaku adil huruf (7) “Hakim dilarang bersikap, mengeluarkan perkataan atau melakukan tindakan lain yang dapat menimbulkan kesan memihak…”.
Dalam menjalankan tugas yudisialnya, Hakim diimbau agar selalu berhati-hati dan peka terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan kesan ketidakberpihakan.
Karena dari hal-hal kecil inilah Hakim banyak abai sehingga terjerumus ke dalam hal-hal yang besar.
Hal ini juga dapat dijadikan sebagai pengingat bahwa Integritas Hakim sejatinya tidak dapat ditukar oleh apapun, baik itu sesuatu yang bersifat besar ataupun kecil.