Optimalisasi E-Court, PA Parigi Gelar Sidang Verzet Perceraian Secara Teleconference

Sidang digelar secara teleconference mengingat Pelawan berdomisili di wilayah hukum PA Watampone, Sulawesi Selatan, sementara Terlawan berdomisili di Parigi, Sulawesi Tengah.
Sidang secara teleconference di PA Parigi. Foto : PA Parigi
Sidang secara teleconference di PA Parigi. Foto : PA Parigi

MARINews, Parigi – Pengadilan Agama (PA) Parigi kembali menunjukkan komitmennya mendukung program prioritas Mahkamah Agung RI melalui optimalisasi E-Court, sebagaimana diatur dalam PERMA Nomor 7 Tahun 2022 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan secara Elektronik.

Pada Rabu (17/9), majelis hakim PA Parigi yang dipimpin oleh Zuhairah Zunnurain, S.H.I., M.H., bersama dua hakim anggota Azalia Purbayanti Sabana, S.H., M.H. dan Raudahtul Bulaeng Johor, S.H., menggelar sidang perdana perkara verzet (perlawanan) atas putusan cerai gugat verstek.

Sidang digelar secara teleconference mengingat Pelawan berdomisili di wilayah hukum PA Watampone, Sulawesi Selatan, sementara Terlawan berdomisili di Parigi, Sulawesi Tengah. 

Demi asas sederhana, cepat, dan biaya ringan, Pelawan mengikuti sidang secara virtual dari PA Watampone, sedangkan Terlawan hadir langsung di PA Parigi.

Perlawanan ini mempersoalkan putusan sebelumnya yang menetapkan Terlawan sebagai pemegang hak asuh anak perempuan berusia 6 tahun. Pelawan keberatan dan menilai Terlawan tidak layak menjadi pengasuh karena dianggap memiliki ketidakstabilan mental dan emosional yang berpotensi mengganggu tumbuh kembang anak.

Pelawan pun meminta agar putusan cerai gugat tersebut dibatalkan dan hak asuh anak dialihkan kepadanya.

Dalam sidang perdana, kedua belah pihak menjalani proses mediasi elektronik yang dipimpin Ketua PA Parigi, Sukahata Wakano, S.H.I., S.H., selaku mediator. Baik Pelawan maupun Terlawan sama-sama bersikeras ingin mendapatkan hak asuh anak.

Merujuk pada Pasal 105 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI), anak di bawah 12 tahun pada dasarnya berada dalam pengasuhan ibu. Namun, Pasal 106 ayat (3) KHI memberikan ruang bagi pengadilan untuk mengalihkan hak asuh apabila pemegang hadhanah dianggap tidak mampu menjamin keselamatan jasmani maupun rohani anak.

Majelis hakim menegaskan, perkara ini akan diputus dengan berpedoman pada asas kepentingan terbaik bagi anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Aturan tersebut menekankan pentingnya pemenuhan hak anak agar dapat tumbuh, berkembang, dan terlindungi dari kekerasan maupun diskriminasi.

Agenda pembuktian menjadi penentu arah putusan, sebelum majelis hakim memutuskan siapa yang paling layak mendapatkan hak asuh anak demi kebaikan masa depan sang anak.