PN Tanjung Balai Terapkan Keadilan Restoratif, Pelaku Pencurian Divonis Lebih Ringan

PN Tanjung Balai menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku pencurian setelah proses keadilan restoratif tercapai antara terdakwa dan korban.
Penerapan restorative justice di PN Tanjung Balai. Foto : Dokumentasi PN Tanjung Balai
Penerapan restorative justice di PN Tanjung Balai. Foto : Dokumentasi PN Tanjung Balai

MARINews, Tanjung Balai — Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai, Sumatera Utara, menjatuhkan vonis 5 bulan 10 hari kepada Agus Candra Gunawan alias Apek dalam perkara pencurian meja tenis dengan nomor perkara 284/Pid.B/2025/PN Tjb. 

Putusan ini dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada Selasa (25/11/2025) oleh Ketua Majelis Hakim Novita Megawaty Aritonang, didampingi hakim anggota Anton Alexander dan Kharisma Laras Sulu.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Asahan yang sebelumnya meminta hukuman 8 bulan penjara. 

Baik terdakwa maupun Penuntut Umum menyatakan menerima putusan itu, sehingga Agus hanya perlu menjalani sisa pidana sekitar 7 hari sebelum dinyatakan bebas.

Majelis Hakim menegaskan putusan ringan ini merupakan bagian dari penerapan prinsip keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam PERMA 1 Tahun 2024.

“Untuk itu Terdakwa diingatkan tidak mengulang lagi perbuatannya,” ujar Ketua Majelis dalam persidangan.

Dalam proses persidangan, Majelis Hakim menjelaskan prinsip-prinsip PERMA 1/2024 kepada korban dan terdakwa, lalu mengupayakan perdamaian antara kedua pihak. 

Korban, yakni pengelola SD Swasta Al Hadi Islamic School, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan, menyatakan telah memaafkan tindakan terdakwa.

Kerugian dinilai telah pulih sepenuhnya setelah meja tenis yang dicuri dikembalikan dalam kondisi utuh dan berfungsi baik. 

Permintaan maaf terdakwa juga diterima korban, sehingga keduanya menandatangani surat perjanjian perdamaian.

Dalam pertimbangan putusan, Majelis Hakim menyatakan bahwa pemulihan hubungan sosial antara korban dan terdakwa menjadi dasar penting dalam menjatuhkan hukuman yang proporsional. 

Berdasarkan Pasal 19 PERMA 1 Tahun 2024, pidana dijatuhkan untuk mencerminkan rasa keadilan tidak hanya bagi korban dan masyarakat, tetapi juga bagi terdakwa.

Pertimbangan itu ditegaskan sebagai upaya untuk mendorong terdakwa menyadari kesalahannya sekaligus memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri di masa mendatang. 

Pendekatan ini menempatkan pemidanaan dalam kerangka rehabilitatif, bukan semata-mata sebagai bentuk pembalasan.

Majelis Hakim PN Tanjung Balai menilai bahwa sejak terbitnya PERMA 1 Tahun 2024, penyelesaian perkara pidana mengalami perubahan paradigma signifikan. 

Pemidanaan tidak lagi berorientasi pada hukuman seberat-beratnya, tetapi pada penyelarasan kepentingan dan pemulihan kondisi seperti semula.

Keberhasilan penyelesaian perkara ini menjadi contoh nyata komitmen Mahkamah Agung, khususnya PN Tanjung Balai, dalam menerapkan keadilan restoratif. 

Pendekatan tersebut tidak hanya adil bagi korban, tetapi juga menghindarkan terdakwa dari stigma negatif yang sering muncul akibat proses pemidanaan.

Penulis: Anton Alexander
Editor: Tim MariNews