Putusan Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan terhadap pasangan suami istri Alpino Yoki Saputra (AYS) dan Yogi Pratiwi (YP) menegaskan satu prinsip mendasar dalam hukum perlindungan anak: siapa pun yang menerima amanah mengasuh anak, memikul tanggung jawab hukum tertinggi untuk menjaga keselamatan, martabat, dan nyawa anak tersebut.
Dalam sidang putusan yang digelar Selasa (9/12/2025), majelis hakim menyatakan bahwa relasi pengasuhan tidak sekadar hubungan sosial atau kekeluargaan, melainkan hubungan hukum yang menuntut perlindungan aktif. Ketika relasi itu justru diwarnai kekerasan, maka negara wajib hadir menjatuhkan sanksi tegas.
Majelis hakim yang diketuai Subiar Teguh Wijaya, masing-masing sebagai Hakim Anggota Widya Helniha dan Riri Lastiar Situmorang, menilai bahwa dalam perkara ini, Anak Korban yang masih berusia dua tahun berada dalam posisi sepenuhnya bergantung pada para terdakwa. Ketergantungan tersebut, menurut majelis, justru memperberat pertanggungjawaban pidana para pengasuh karena korban sama sekali tidak memiliki kemampuan melindungi diri maupun menyampaikan penderitaannya.
Atas perbuatannya, AYS dijatuhi pidana penjara selama 19 tahun serta denda Rp1 miliar karena terbukti melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan kematian sekaligus perbuatan cabul terhadap anak yang berada dalam pengasuhannya. Sementara YP divonis pidana penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta karena terbukti melakukan pembiaran kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan luka berat.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menegaskan bahwa “secara expressis verbis atau tegas menyatakan “anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Apalagi anak merupakan kelompok yang paling rentan dikarenakan keterbatasan dalam kemampuan anak untuk mengambil keputusan atas kehidupannya dan memperjuangkan atau membela diri.
Oleh karena itu, setiap orang wajib untuk bertanggungjawab dalam mewujudkan hak dasar seorang anak yaitu Hak Hidup dan Hak atas Perlindungan dari Kekerasan. Oleh karena itu, setiap orang yang telah dewasa memiliki kewajiban untuk melindungi kehidupan seorang anak, apalagi jika anak tersebut telah dipercayakan untuk berada dalam pengasuhannya. Selain itu, Terdakwa yang seharusnya menjaga kepercayaan orang tua Anak Korban dengan memberikan perlindungan dan rasa aman kepada Anak Korban apalagi dalam pengasuhan Terdakwa. Sedangkan anak masih berusia 2 (dua) tahun yang tentu tidak memiliki kemampuan untuk menyampaikan apa yang terjadi pada dirinya atau sekedar memahami apa yang dialami olehnya.
Perbuatan ini merupakan suatu kejahatan yang sifatnya serius. Oleh karena itu, penjatuhan lamanya pidana kepada Terdakwa telah dipandang patut dan adil apabila dijatuhi pidana sebagaimana tersebut dalam amar putusan dibawah ini”, tegas Hakim Ketua.
Majelis hakim menilai perbuatan para terdakwa sebagai kejahatan serius yang tidak dapat ditoleransi. Penjatuhan pidana berat, menurut majelis, bukan semata-mata sebagai pembalasan, tetapi sebagai bentuk perlindungan konkret negara terhadap anak serta upaya menciptakan efek jera bagi siapa pun yang menyalahgunakan posisi pengasuhan.
Putusan ini sekaligus menjadi pesan yudisial yang kuat bahwa pengadilan tidak akan memberi ruang bagi praktik kekerasan terhadap anak, terlebih ketika dilakukan oleh orang-orang terdekat yang seharusnya menjadi pelindung utama. Pengasuhan, dalam perspektif hukum, adalah amanah yang konsekuensinya dapat berujung pada pertanggungjawaban pidana berat apabila disalahgunakan.
Melalui putusan ini, PN Teluk Kuantan menegaskan perannya sebagai benteng terakhir perlindungan anak. Keadilan tidak hanya ditegakkan bagi korban, tetapi juga diarahkan untuk membangun kesadaran kolektif bahwa anak adalah generasi masa depan yang wajib tumbuh dalam lingkungan aman, bebas dari kekerasan, dan penuh rasa kemanusiaan.
