Tolak Gratifikasi, PN Rantau Selenggarakan Sosialisasi Mengenai Implementasi Pengendalian Gratifikasi

Sosialisasi ini merupakan bentuk dari seruan dan komitmen bersama untuk mencegah terjadinya praktik korupsi di kemudian hari. Sekaligus mengajak para aparatur PN Rantau dan stake holder yang hadir untuk menolak gratifikasi atau bertindak aktif melaporkan ke KPK apabila telah menerima suatu pemberian/gratifikasi.
Pengadilan Negeri (PN) Rantau menggelar acara sosialisasi terkait implementasi pengendalian gratifikasi dalam rangka menyuarakan dan mengajak untuk menolak gratifikasi di Ruang Sidang Utama PN Rantau, Jumat (12/6/2025). Foto dokumentasi PN Rantau
Pengadilan Negeri (PN) Rantau menggelar acara sosialisasi terkait implementasi pengendalian gratifikasi dalam rangka menyuarakan dan mengajak untuk menolak gratifikasi di Ruang Sidang Utama PN Rantau, Jumat (12/6/2025). Foto dokumentasi PN Rantau

MARINews, Tapin-Pengadilan Negeri (PN) Rantau menggelar acara sosialisasi terkait implementasi pengendalian gratifikasi dalam rangka menyuarakan dan mengajak untuk menolak gratifikasi dalam bentuk apapun.

Acara tersebut diselenggarakan sesuai dengan arahan dari Ketua Pengadilan Negeri Rantau Achmad Iyud Nugraha, S.H., M.H. dan dilaksanakan di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Rantau, Jumat (12/6).

Sosialiasi implementasi pengendalian gratifikasi ini disampaikan oleh Humas Pengadilan Negeri Rantau Dwi Army Okik Arissandi, S.H., M.H., dan dihadiri oleh Kepala Rutan Tapin, perwakilan dari instansi Kejaksaan, advokat, Pemda Tapin serta diikuti para hakim dan seluruh aparatur pengadilan.

Dalam sosialisasi tersebut Humas PN Rantau memaparkan mengenai pengaturan gratifikasi sebagai delik pidana yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta bentuk-bentuk gratifikasi yang ditemui dalam praktik dan tata cara pelaporan gratifikasi yang dianggap suap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Dalam waktu sebelum 30 hari kerja sejak diterimanya gratifikasi pegawai negeri atau penyelenggara negara wajib melaporkan gratifikasi yang dianggap suap kepada KPK atau 10 hari kerja sejak diterimanya gratifikasi kepada Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG), hal tersebut dilakukan agar pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut terlindungi dan terbebas dari ancaman pidana akibat diterimanya gratifikasi yang dianggap suap. Selain itu pelaporan gratifikasi adalah sebagai upaya pencegahan terjadinya praktik korupsi”, ucap Army.

Army menambahkan jika pegawai negeri atau pejabat yang bersangkutan sudah menduga pemberian tersebut adalah gratifikasi yang dianggap suap sebaiknya ditolak dari awal, namun apabila sudah terlanjur diterima maka wajib dilaporkan.

Dalam pemaparannya Army menyebutkan contoh-contoh praktik gratifikasi yang wajib dilaporkan antara lain:

1. Terkait dengan pemberian layanan pada masyarakat.

2. Terkait dengan  tugas dalam proses penyusunan anggaran.

3. Terkait dengan tugas dalam proses pemeriksaan, audit, monitoring dan evaluasi.

4. Dalam proses komunikasi, negosiasi dan pelaksanaan kegiatan dengan pihak lain terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya.

5. Dalam proses penerimaan/promosi/mutasi pegawai.

6. Terkait dengan pelaksanaan perjalanan dinas (catatan: di luar penerimaan yang sah/resmi dari instansi PN/Pn).

7. Sebagai akibat dari perjanjian kerja sama/kontrak/ kesepakatan dengan pihak lain yang bertentangan dengan undang-undang.

8. Sebagai ungkapan terima kasih sebelum, selama atau setelah proses pengadaan barang dan jasa dari pejabat/pegawai atau pihak ketiga pada hari raya keagamaan

9. Dalam pelaksanaan pekerjaan yang terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban/tugasnya.

Disamping itu, jika ditinjau dari segala keadaan (circumstances) terdapat beberapa contoh gratifikasi yang juga wajib dilaporkan oleh Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara berkaitan dengan jabatannya, antara lain:

1. Pemberian karena hubungan keluarga, yang memiliki konflik kepentingan.

2. Penerimaan uang/barang oleh pejabat/pegawai dalam suatu kegiatan seperti pesta pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara agama/adat/tradisi lainnya yang melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per pemberian per orang. 

3. Pemberian terkait dengan musibah atau bencana yang dialami oleh penerima, bapak/ibu/mertua, suami/istri, atau anak penerima gratifikasi yang memiliki konflik kepentingan, tidak memenuhi kewajaran atau kepatutan. 

4. Pemberian sesama pegawai dalam rangka pisah sambut, pensiun, promosi jabatan, dan ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau tidak berbentuk setara uang (cek, bilyet giro, saham, deposito, voucher, pulsa, dan lain-lain) yang melebihi nilai yang setara dengan Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per pemberian per orang dengan total pemberian Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama. 

5. Pemberian sesama rekan kerja tidak dalam bentuk uang atau tidak berbentuk setara uang (cek, bilyet giro, saham, deposito, voucher, pulsa, dan lain-lain) yang melebihi Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per pemberian per orang dengan total pemberian maksimal Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama;

Selanjutnya Army menjelaskan mengenai ancaman pidana bagi pegawai negeri/penyelenggara negara yang terbukti melakukan tindak pidana gratifikasi yang dianggap suap dapat pidana dengan penjara seumur hidup atau minimal empat tahun sampai dengan maksimal 20 tahun dan denda Rp200 juta sampai dengan Rp1 milliar sebagaimana Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara terhadap pemberi gratifikasi dapat dikenakan delik penyuapan karena mempunyai niat jahat untuk menggerakkan seorang pejabat untuk melakukan/tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda palinh sedikit 50 juta rupiah dan paling banyak 250 juta rupiah.

Selain itu, juga dapat diancam Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau denda paling banyak 150 juta rupiah.

Pengadilan Negeri Rantau menganggap dengan diselenggarakannya sosialisasi ini merupakan bentuk dari seruan dan komitmen bersama untuk mencegah terjadinya praktik korupsi di kemudian hari. Sekaligus mengajak para aparatur PN Rantau dan stakeholder yang hadir untuk menolak gratifikasi atau bertindak aktif melaporkan ke KPK apabila telah menerima suatu pemberian/gratifikasi. 
 

Copy