MARINews, Dharmasraya-,Dalam rangka menyaring aspirasi dan masukan terhadap urgensi muatan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim, Badan Keahlian DPR menggelar diskusi nasional Bersama Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Akademisi, yang dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting di Jakarta, Rabu (16/7). Kegiatan ini juga diikuti oleh Ketua dan para Hakim Pengadilan Negeri Pulau Punjung dari Ruang Media Center PN Pulau Punjung.
Diskusi yang dimoderatori oleh Badan Keahlian DPR, menghadirkan beberapa narasumber yaitu Hakim Agung sekaligus Ketua Kelompok Kerja (Pokja) RUU Jabatan Hakim, YM. Prof. Dr. Yanto, S.H., M.H. sebagai pemateri utama, Guru Besar Fakultas Hukum UNAS Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo, perwakilan Komisi Yudisial Dr. M. Taufiq HZ, M.H.I., dan Guru Besar Fakultas Hukum UI Prof. Harkristuti Harkrisnowo.
Pemaparan pertama disampaikan Prof. Yanto yang menjelaskan sejumlah poin krusial dalam RUU Jabatan Hakim. Antara lain terkait kedudukan Hakim, hak keuangan dan fasilitas, mekanisme seleksi calon hakim, pengangkatan hakim tinggi, syarat menjadi Hakim Agung, hak imunitas, serta usulan penganggaran jabatan hakim secara mandiri.
Prof. Yanto turut menyoroti persoalan status ganda hakim yang menjabat sebagai pejabat negara sekaligus berstatus sebagai PNS. Dalam pemaparannya, ia mengajak peserta berdiskusi untuk merumuskan kejelasan arah status tersebut. Hal ini penting, mengingat adanya potensi konsekuensi hukum yang bisa muncul, seperti hilangnya status kepegawaian (PNS) apabila hakim secara resmi ditetapkan sebagai pejabat negara.
“Apakah perubahan status hakim sebagai pejabat negara sudah tuntas? Tentu belum,” tegas Ketua Pokja RUU Jabatan Hakim.
Ia menjelaskan, masih terdapat sejumlah isu krusial yang perlu diselesaikan, terutama terkait pengaturan hak keuangan, mekanisme rekrutmen hakim, serta kekosongan dan tumpang tindih dalam regulasi.
Hingga saat ini, proses rekrutmen hakim masih mengacu pada PERMA No. 1 Tahun 2021. Selain itu, Indonesia juga melakukan perbandingan sistem rekrutmen hakim dengan negara-negara di sistem hukum Eropa Kontinental dan Anglo-Saxon sebagai bahan evaluasi dan pembaruan kebijakan.
Pemaparan kedua disampaikan oleh Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo, yang membahas tentang konsep ideal pengaturan hakim sebagai pejabat negara beserta dampak-dampaknya. Ia juga menyoroti pentingnya manajemen hakim yang bersifat mandiri di bawah Mahkamah Agung, serta perlunya pengaturan khusus (lex specialis) terkait hal ini.
Salah satu persoalan yang kerap dikeluhkan oleh para hakim karier yang berasal dari kalangan PNS/ASN adalah mengenai status pensiun. Ketika mereka pensiun dan kedudukannya sebagai pejabat negara berakhir, maka pensiunan yang diterima tetap mengacu pada ketentuan sebagai PNS/ASN, bukan sebagai pejabat negara. Hal ini dinilai kurang adil mengingat tanggung jawab dan kedudukan hakim yang sangat strategis.
Pemaparan selanjutnya disampaikan oleh perwakilan Komisi Yudisial Dr. M. Taufiq HZ, M.HI, mengenai “Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Peningkatan Kapasitas dan Kesejahteraan Hakim”.
Dan terakhir, pemaparan oleh Prof. Harkristuti Harkrisnowo yang menyampaikan soal beberapa isu penting dalam RUU Jabatan Hakim seperti integritas dan etika hakim, beban perkara yang tidak merata, kualitas putusan, rekrutmen dan pendidikan, pengembangan karir, kesejahteraan Hakim, pengaturan yang tumpang tindih, pengawasan internal-eksternal, horizontal-vertikal.
Diskusi berlanjut ke sesi tanya jawab yang melibatkan partisipasi aktif peserta, baik yang hadir langsung di lokasi maupun secara daring. Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan dan masukan yang disampaikan, baik secara langsung di ruangan, melalui platform Zoom, maupun melalui tautan Slide.