Prof. Yanto: Status Hakim sebagai Pejabat Negara Agar Hakim Independen

Pengaturan mengenai jabatan hakim masih tidak harmonis, masih tersebar, dan bersifat parsial dalam berbagai peraturan perundang-undangan, serta masih terdapat kekosongan hukum.
Prof. Dr. H. Yanto, S.H., M.H., Juru Bicara Mahkamah Agung saat menyampaikan paparan dalam Kegiatan Seminar Konsultasi Publik-Urgensi dan Pokok-Pokok Pengaturan RUU Jabatan Hakim (JH) oleh BK DPR RI (16/7/2025). Foto Humas MA
Prof. Dr. H. Yanto, S.H., M.H., Juru Bicara Mahkamah Agung saat menyampaikan paparan dalam Kegiatan Seminar Konsultasi Publik-Urgensi dan Pokok-Pokok Pengaturan RUU Jabatan Hakim (JH) oleh BK DPR RI (16/7/2025). Foto Humas MA

MARINews, Jakarta-Badan Keahlian (BK) DPR RI menggelar Seminar Konsultasi Publik-Urgensi dan Pokok-Pokok Pengaturan RUU Jabatan Hakim (JH) pada Rabu (16/7), secara luring dan daring. Kegiatan seminar dibuka secara langsung oleh Kepala Pusat PUU Polhukam Badan Keahlian DPR RI, Dr. Lidya Suryani Widayati, S.H., M.H.

Sejumlah narasumber turut hadir memberikan pandangannya mengenai pokok-pokok pengaturan RUU JH. Di antaranya adalah Prof. Dr. Yanto (Hakim Agung MA RI), Prof. Harkristuti Harkrisnowo (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia), Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo (Guru Besar Universitas Nasional), dan M. Taufiq HZ (Anggota Komisi Yudisial RI).

Dalam paparannya, Prof. Yanto yang hadir mewakili Mahkamah Agung, menyampaikan sejumlah pandangannya mengenai pokok-pokok pengaturan RUU JH. Salah satunya adalah tentang penegasan status jabatan hakim. Menurutnya, saat ini masih terjadi dualisme status hakim, baik sebagai pejabat negara maupun sebagai ASN/PNS.

“Penegasan status hakim menjadi pejabat negara kita harapkan akan meningkatkan independensi, akuntabilitas, dan profesionalisme. Ini karena hakim menjadi mandiri lepas dari status sebagai ASN, sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan independen,” tutur Hakim Agung Kamar Pidana tersebut.

“Terdapat kompleksitas permasalahan tentang hakim yang masih perlu diselesaikan, misalkan soal kedudukan, rekrutmen, pembinaan, keamanan, hak keuangan dan fasilitas sampai pemberhentian hakim, kompleksitas masalah Hakim ini sebagai akibat kebingungan yang tidak berujung dalam menyikapi mau ditaruh di mana kedudukan hakim dalam struktur pemerintahan kita,” sebut Prof. Yanto yang juga merupakan Juru Bicara Mahkamah Agung RI.

“Oleh karena pengaturan mengenai jabatan hakim masih tidak harmonis, masih tersebar, dan bersifat parsial dalam berbagai peraturan perundang-undangan, serta masih terdapat kekosongan hukum. Sehingga, perlu disusun ketentuan yang mengatur mengenai jabatan hakim dalam suatu undang-undang,” jelas Prof. Yanto.

Senada dengan Prof. Yanto, Prof Basuki Rekso Wibowo juga memberikan pandangan yang sama mengenai perlunya kejelasan status dan kedudukan hakim dalam RUU JH. Menurutnya, dualisme yang terjadi, menjadikan hakim kontraproduktif dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.

“Di satu sisi, hakim disebut sebagai pejabat negara. Namun di sisi lain, hakim masih ditempatkan dalam kedudukan dan manajemen sebagai PNS (rekrutmen, kepangkatan, penggajian, pembinaan). Hakim sebagai pejabat negara yang “bersifat khusus” merupakan konsekuensi dari eksistensi kekuasaan kehakiman yang merdeka, sehingga perlu diatur secara khusus dalam Undang Undang,” tutur Prof Basuki, yang juga merupakan Guru Besar Universitas Nasional tersebut.

Dalam sesi tanya jawab, sejumlah pihak baik dari kalangan akademisi, hakim, maupun elemen masyarakat turut hadir menyampaikan aspirasi dan masukannya terhadap RUU Jabatan Hakim. Beberapa hal yang mengemuka dalam diskusi tersebut adalah tentang pengaturan Hakim Ad Hoc, penegasan status Pengadilan Pajak, kesejahteraan hakim, hingga mekanisme pengawasan dan seleksi hakim. 

“Seminar ini, adalah forum bertemunya gagasan para akademisi, praktisi, dan elemen masyarakat sipil untuk memberikan rekomendasi konkret mengenai Rancangan UU Jabatan Hakim yang diinisiasi oleh DPR. Kami berharap masukan dan saran dari para pemangku kepentingan terhadap draft RUU JH,” tutup Lidya. 
 

Penulis: Andi Aulia Rahman
Editor: Tim MariNews