Integritas Adalah Prioritas dalam Upaya Pengendalian/Pelaporan Gratifikasi dan Pola Hidup Sederhana oleh Hakim dan Aparatur Pengadilan

Surat Keputusan KaBawas tersebut, dalam rangka meningkatkan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya.
Ilustrasi integritas
Ilustrasi integritas

Mahkamah Agung terus berupaya “menggaungkan” integritas merupakan suatu prioritas sebagai upaya mewujudkan aparatur Mahkamah Agung yang berintegritas, bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan berupaya melaksanakan pengendalian penerimaan atau penolakan atau pemberian gratifikasi di lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya, serta membudayakan pola hidup sederhana (tidak berlebih-lebihan-KBBI).

Ikhtiar terbaru dilakukan dengan adanya penerbitan Surat Keputusan Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 29/BP/SK.PW1/V/2025 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Gratifikasi Pada Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Di Bawahnya Dan Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pelaporan gratifikasi.

Surat Keputusan KaBawas tersebut, dalam rangka meningkatkan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya. Sekaligus mewujudkan good governance, amanah, transparan dan akuntabel. Untuk itu, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan Keputusan Nomor 119/KMA/SK/VII/2019 tentang Pembentukan Unit Pengendali Gratifikasi pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya. 

Hal ini penting untuk dibudayakan sebagai suatu proses bagi hakim dan aparatur di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya.

Mengingat dan memperhatikan perkembangan modus gratifikasi yang terjadi saat ini, dipandang perlu untuk mengatur lebih rinci penanganan gratifikasi dan tata cara atau mekanisme pelaporannya, dalam bentuk petunjuk teknis pelaksanaan pengendalian gratifikasi pada Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan selaras dengan pedoman perilaku (code of conduct) serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungan Mahkamah Agung.

Dalam Surat Keputusan KaBawas tersebut terdapat klasifikasi gratifikasi yang wajib dilaporkan, gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan, bentuk gratifikasi bagi Hakim. Khusus bagi Hakim wajib melaporkan penerimaan gratifikasi kepada UPG dan/atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selaras dengan Surat Keputusan KaBawas tersebut, Dirjen Badilum juga mengeluarkan surat edaran tentang pelaporan gratifikasi, agar setiap aparatur peradilan di bawah peradilan umum, untuk melakukan pelaporan gratifikasi sesuai aturan-aturan dengan memperhatikan, agar setiap hakim dan aparatur peradilan wajib menolak pemberian gratifikasi jika berhubungan dengan jabatan dan/atau berlawanan dengan kewajiban tugas. Apabila situasi tidak memungkinkan untuk ditolak, maka gratifikasi tesebut wajib dilaporkan.

Selanjutnya dalam surat edaran ditekankan mengenai gratifikasi yang wajib dilaporkan antara lain pemberian uang, barang, fasilitas atau akomodasi, transportasi, pemberian hiburan, paket wisata, fasilitas biaya pengobatan gratis dari mitra kerja, notaris, perusahaan asuransi, bank, maskapai penerbangan, yang diberikan sebagai ucapan terima kasih terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Hakim dan Aparatur.

Setiap hakim dan aparatur peradilan secara rutin wajib melaporkan penerimaan gratifikasi dan penolakan gratifikasi yang dianggap suap kepada KPK paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan/penolakan gratifikasi.

Pelaporan gratifikasi dapat dilakukan dengan cara-cara melalui aplikasi https://gol.kpk.go.id, melalui surat elektronik (e-mail) pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id dengan mengisi dan mengirimkan formulir sesuai format pada tautan https://bit.ly/mari_laporgratifikasi, atau melalui UPG Badan Pengawasan melalui e-mail upg.bawas@mahkamahagung.go.id.

Peningkatan integritas diharapkan juga dengan melakukan penerapan pola hidup yang sederhana dilakukan oleh aparatur peradilan umum, oleh karena itu Dirjen Badilum mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana Aparatur Peradilan Umum.

Pada Surat Edaran mengenai pola hidup sederhana tersebut, menitik beratkan pada Pola hidup sederhana bukanlah bentuk pembatasan terhadap hak-hak pribadi, melainkan cerminan dari integritas, tanggung jawab, dan keteladanan.

Selain itu, penerapan pola hidup sederhana juga merupakan langkah preventif untuk penguatan judicial integrity, menghindari perilaku koruptif dan pelanggaran kode etik, sekaligus menjadi bagian dari upaya kolektif dalam menjaga marwah peradilan serta menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Pola gaya hidup ini wajib dilaksanakan oleh aparatur peradilan umum beserta keluarganya dengan mencerminkan kesederhanaan, kebersahajaan, dan integritas, dengan memperhatikan prinsip-prinsip kepatutan, kewajaran, serta kehati-hatian dalam setiap aktivitas sosial maupun gaya hidup yang ditampilkan.

Aparatur peradilan umum beserta keluarganya secara pribadi wajib berkomitmen menghindari gaya hedonisme, menghindari perilaku konsumtif (barang mewah) dan menghindari kesenjangan sosial dengan tidak mengunggah foto atau video pada media sosial yang mempertontonkan gaya hidup berlebihan, melaksanakan acara yang sifatnya pribadi/ keluarga dengan sederhana dan tidak berlebihan, serta tidak dilaksanakan di lingkungan kantor dan tidak menggunakan fasilitas kantor, membatasi perjalanan ke luar negeri di luar tugas kedinasan, menghindari tempat tertentu yang dapat mencemarkan kehormatan dan/atau merendahkan martabat peradilan, antara lain: lokasi perjudian, diskotik, klub malam atau tempat lain yang serupa.

Sedangkan gaya hidup sederhana dalam lingkungan kantor dilaksanakan dengan cara melaksanakan perpisahan dan kegiatan seremonial dilakukan secara sederhana tanpa mengurangi makna dan kekhidmatan, menggunakan fasilitas dinas hanya untuk menunjang pelaksanaan tupoksi, menolak pemberian hadiah/keuntungan atau memberikan sesuatu yang diketahui atau patut diketahui berhubungan langsung atau tidak langsung dengan jabatan dan/atau pekerjaannya, tidak memberikan pelayanan dalam bentuk apapun termasuk dan tidak terbatas pada pemberian cindera mata, pemberian oleh-oleh, jamuan makan, pembayaran tempat penginapan dan lain sebagainya kepada pejabat/ pegawai Direktorat Badan Peradilan Umum yang berkunjung ke daerah baik dalam rangka kedinasan maupun di luar Kedinasan, menyesuaikan dan menyelaraskan setiap perilaku berdasarkan norma hukum, agama dan adat istiadat masyarakat setempat dan memberikan pengaruh positif dalam kehidupan masyarakat dalam menjaga marwah peradilan.

Dengan adanya surat keputusan dan surat edaran ini, seluruh aparatur dan hakim di Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dapat melaksanakan dan mengikuti seluruh ketentuan yang ada di dalamnya. Kemudian harapannya hidup hakim dan aparatur di Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dapat semakin sejahtera dan semakin baik kedepannya.
 

Penulis: Andy Narto Siltor
Editor: Tim MariNews