Sengketa Empat Pulau di Aceh: Solusi Hukum dan Peran Pengadilan

Permasalahan seperti ini sejatinya bukan hanya isu administratif, tetapi juga menyangkut hak atas tanah, sumber daya alam, dan identitas kedaerahan.
4 pulau yang diperkarakan Pemprov Aceh karena sekarang masuk ke wilayah Sumut. Foto Instagram Kemendagri
4 pulau yang diperkarakan Pemprov Aceh karena sekarang masuk ke wilayah Sumut. Foto Instagram Kemendagri

Baru-baru ini muncul pemberitaan yang menghebohkan mengenai klaim wilayah oleh Provinsi Sumatera Utara terhadap empat pulau yang selama ini menjadi bagian dari wilayah administratif Aceh. Sengketa wilayah ini tentu tidak hanya memicu kekhawatiran masyarakat Aceh, tetapi juga menimbulkan persoalan hukum yang kompleks terkait batas wilayah antarprovinsi.

Permasalahan seperti ini sejatinya bukan hanya isu administratif, tetapi juga menyangkut hak atas tanah, sumber daya alam, dan identitas kedaerahan. Maka penting untuk disikapi dengan pendekatan hukum yang tepat, adil, dan tidak memicu konflik horizontal. Dalam konteks ini, salah satu solusi penyelesaian yang dapat ditempuh adalah melalui pengadilan arbitrase atau lembaga mediasi terstruktur yang dapat memfasilitasi penyelesaian sengketa antarwilayah.

Namun, apabila konflik berlanjut dan salah satu pihak mengajukan gugatan, maka perkara tersebut bisa masuk dalam yurisdiksi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam hal ini, hakim harus bersikap sangat hati-hati dan objektif. Hakim TUN akan menilai keabsahan keputusan administratif terkait batas wilayah berdasarkan peraturan perundang-undangan, peta wilayah, dan dokumen resmi lainnya yang sah.

Penyelesaian konflik perebutan pulau antarwilayah sebaiknya dimulai dengan klarifikasi data dan batas wilayah dari instansi berwenang seperti Kementerian Dalam Negeri, BPN, dan pemerintah daerah masing-masing. Selanjutnya, jika tidak tercapai kesepakatan, maka pengadilan arbitrase atau Mahkamah Agung dapat menjadi penentu hukum tertinggi atas keabsahan wilayah administratif tersebut.

Mahkamah Agung dalam hal ini berperan sebagai penjaga hukum dan keadilan administratif yang wajib memastikan bahwa setiap sengketa diselesaikan secara adil dan berdasarkan hukum yang berlaku. Jika gugatan masuk ke PTUN, hakim juga dapat meminta pihak terkait untuk melakukan klarifikasi kepada instansi teknis agar tidak hanya bergantung pada argumentasi yuridis semata.

Langkah hukum, diplomasi administratif, dan penyelesaian sengketa secara adil harus menjadi prioritas utama agar konflik tidak meluas dan merugikan masyarakat setempat. Sebab dalam sengketa wilayah, yang paling terdampak adalah rakyat yang tinggal di sana. Oleh karena itu, kolaborasi antarlembaga, termasuk Mahkamah Agung dan pengadilan di daerah, menjadi kunci untuk menghindari ketegangan dan menjaga harmoni antarwilayah.
 

Penulis: Nur Amalia Abbas
Editor: Tim MariNews
Copy