Strategi Penguatan Komunikasi Publik Pengadilan untuk Meningkatkan Pemahaman Hukum

Ketika publik hanya melihat cuplikan atau narasi yang bias, tanpa memahami proses hukum yang melatarbelakangi suatu putusan, maka kepercayaan terhadap lembaga peradilan pun dapat terganggu.
Juru bicara MA Prof. Yanto (tengah) didampingi Kabiro Humas Dr. Sobandi (kanan) saat membuat pernyataan pers soal eksekusi pengosongan tanah oleh PN Cikarang di Gedung Mahkamah Agung, Kamis (13/2/2025). Foto dokumentasi humas MA
Juru bicara MA Prof. Yanto (tengah) didampingi Kabiro Humas Dr. Sobandi (kanan) saat membuat pernyataan pers soal eksekusi pengosongan tanah oleh PN Cikarang di Gedung Mahkamah Agung, Kamis (13/2/2025). Foto dokumentasi humas MA

Di tengah derasnya arus informasi di era digital, masyarakat awam hukum kerap kali tidak mendapatkan informasi hukum yang berimbang, bahkan tak jarang menerima informasi yang keliru.

Fenomena headline reading yakni kebiasan masyarakat hanya membaca judul berita (headline) tanpa melanjutkan membaca isi lengkapnya sehingga dapat memperburuk keadaan.

Dalam isu-isu peradilan, judul berita yang sensasional atau potongan pernyataan tanpa konteks hukum yang utuh dapat membentuk opini publik yang menyimpang. Hal ini berpotensi menimbulkan penilaian yang tidak objektif terhadap suatu putusan pengadilan.

Ketika publik hanya melihat cuplikan atau narasi yang bias, tanpa memahami proses hukum yang melatarbelakangi suatu putusan, maka kepercayaan terhadap lembaga peradilan pun dapat terganggu. Padahal, setiap putusan lahir melalui proses hukum yang kompleks, berdasarkan fakta, alat bukti, dan pertimbangan yuridis yang bertanggung jawab.

Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret dari Mahkamah Agung untuk menjembatani jurang pemahaman tersebut melalui penguatan komunikasi publik yang lebih proaktif, edukatif, dan terstruktur. Penulis mengusulkan lima langkah strategis berikut:

1. Optimalisasi Media Sosial Pengadilan

Media sosial adalah salah satu kanal komunikasi paling efektif untuk menjangkau masyarakat luas secara cepat dan interaktif. Namun, pemanfaatannya di lingkungan peradilan masih belum maksimal.

Banyak akun media sosial pengadilan hanya berisi dokumentasi kegiatan apel, rapat internal, atau menghadiri undangan dari pihak eksternal, sementara aktivitas utama pengadilan yakni persidangan dan produk akhirnya berupa putusan jarang diangkat.

Padahal, apabila dimanfaatkan secara optimal untuk menyampaikan informasi seperti jadwal persidangan, perkembangan perkara yang menjadi perhatian publik, hingga ringkasan putusan, maka media sosial pengadilan berpotensi menjadi sarana komunikasi yang kredibel dalam membangun transparansi dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.

Oleh karena itu, Mahkamah Agung perlu mendorong setiap satuan kerja pengadilan untuk mengembangkan strategi media sosial yang lebih substantif dan edukatif.

2. Penyempurnaan Layanan Direktori Putusan

Direktori Putusan Mahkamah Agung adalah platform online yang memuat semua keputusan pengadilan yang dapat diakses oleh masyarakat. Hal ini mencerminkan keterbukaan lembaga peradilan agar masyarakat bisa mengetahui putusan yang telah dijatuhkan.

Namun demikian, dari pengamatan penulis, layanan ini masih memiliki sejumlah kekurangan, seperti sulitnya akses dan sering kali, tidak tersedia salinan putusan pada perkara yang dicari, terutama dalam perkara yang menarik perhatian masyarakat.

Penulis mengusulkan agar Direktori Putusan diperkuat dengan peningkatan teknis dan penambahan fitur, seperti kolom khusus untuk high profile cases yakni perkara yang menarik perhatian besar dari publik dan media, biasanya karena melibatkan Tokoh terkenal (pejabat, selebritas, tokoh publik), peristiwa yang kontroversial atau menggemparkan, perkara yang memiliki dampak sosial, politik, atau hukum yang luas, perkara yang memiliki unsur dramatis yang tinggi dalam kasus (misalnya kasus pembunuhan, korupsi besar, pelanggaran HAM, dll).

Tujuannya adalah agar masyarakat lebih mudah mengakses dan memahami isi putusan. Dengan demikian, publik bisa menilai putusan berdasarkan data yang sahih, bukan hanya dari pemberitaan atau opini sepihak.

3. Penerbitan Press Release Resmi Pengadilan

Dalam menghadapi derasnya informasi digital, press release dari pengadilan berperan penting sebagai penjernih informasi. Press release yang disusun secara resmi dan sistematis dapat menjelaskan latar belakang perkara, proses persidangan, dan alasan hukum di balik putusan. Ini penting untuk mengurangi kesimpangsiuran dan menjawab pertanyaan publik secara langsung.

Penulis mengusulkan agar Mahkamah Agung mengimbau seluruh satuan kerja pengadilan untuk menerbitkan press release pada setiap perkara penting yang telah diputuskan, guna membentuk narasi hukum yang informatif dan meredam disinformasi yang kerap kali berkembang liar.

4. Pelatihan Jurnalistik untuk Humas Pengadilan

Menyampaikan informasi hukum kepada masyarakat memerlukan pemahaman mendalam dan keterampilan jurnalistik agar pesan dapat diterima dengan jelas dan akurat. Pelatihan jurnalistik untuk humas pengadilan sangat penting untuk melatih mereka menulis press release yang mudah dipahami dan menyusun narasi hukum yang tepat.

Humas perlu terampil memilih kata dan menghindari istilah hukum yang membingungkan agar informasi dapat diakses oleh publik dengan mudah, sambil menjaga akurasi untuk menghindari misinterpretasi yang dapat merugikan citra lembaga.

Dengan pelatihan yang tepat, humas pengadilan dapat memperkuat transparansi, meningkatkan pemahaman publik tentang hukum, dan memperbaiki citra sistem peradilan.

5. Pelatihan Juru Bicara Pengadilan

Juru bicara pengadilan memegang peran penting dalam hubungan antara lembaga peradilan, media, dan publik. Mereka harus mampu menghadapi pertanyaan sulit dengan profesionalisme tinggi dan menjaga kredibilitas lembaga.

Untuk itu, pelatihan komunikasi publik sangat diperlukan agar juru bicara dapat menyampaikan informasi hukum dengan jelas dan mudah dipahami, sekaligus menghindari kebingungannya.

Selain itu, pelatihan manajemen krisis juga esensial. Dalam situasi penuh tekanan, juru bicara harus mampu merespons cepat dan mengendalikan situasi untuk melindungi reputasi lembaga peradilan. Dengan pelatihan yang tepat, juru bicara dapat menjaga hubungan yang baik dengan media, mengelola krisis komunikasi, dan memastikan transparansi serta akuntabilitas informasi yang sampai kepada masyarakat.

6. Mengoptimalkan Potensi Generasi Milenial untuk Meningkatkan Komunikasi Publik Pengadilan

Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya memiliki kesempatan besar untuk memberdayakan generasi milenial yang ada di lingkungannya, terutama mereka yang sudah terbiasa dengan teknologi dan kecanggihan alat digital, seperti kecerdasan buatan (AI).

Di era digital saat ini, teknologi dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi hukum dengan cara yang lebih menarik dan mudah diakses oleh masyarakat. Misalnya, melalui pembuatan konten interaktif, penggunaan platform media sosial, dan aplikasi berbasis AI yang dapat memberikan penjelasan hukum secara real-time.

Generasi milenial yang terampil memanfaatkan teknologi ini memiliki potensi besar untuk mengemas informasi hukum dalam bentuk yang lebih menarik dan mudah dipahami, baik melalui video edukatif, infografis, atau bahkan chatbots yang dapat menjelaskan dasar-dasar hukum secara singkat dan jelas.

Pemanfaatan AI juga bisa meningkatkan efisiensi dalam mendistribusikan informasi, membantu menciptakan pengalaman yang lebih personal bagi masyarakat yang membutuhkan pemahaman lebih lanjut tentang suatu putusan atau proses hukum.

Seluruh langkah di atas pada akhirnya bertujuan untuk membangun komunikasi publik yang kuat, transparan, dan berbasis edukasi. Ketika masyarakat memahami proses hukum secara utuh, persepsi terhadap putusan pengadilan pun menjadi lebih objektif. Hal ini penting untuk mengurangi ketidakpuasan berbasis asumsi dan memperkuat kepercayaan terhadap lembaga peradilan.

Dengan demikian, pengadilan tidak semata-mata menjalankan fungsi yudisial sebagai pemutus perkara, tetapi juga mengemban peran strategis dalam membina literasi hukum masyarakat melalui komunikasi publik yang efektif. Ketika pengadilan aktif menjelaskan proses, dasar pertimbangan, dan tujuan dari setiap putusan secara terbuka, hal ini bukan hanya mendorong pemahaman publik yang lebih utuh, tetapi juga mempersempit ruang bagi disinformasi dan prasangka yang tidak berdasar.

Di sinilah pentingnya komunikasi yang tidak hanya informatif, tetapi juga edukatif dan membangun empati. Pada akhirnya, penguatan komunikasi publik akan menjadi fondasi penting dalam membentuk opini masyarakat yang sehat terhadap lembaga peradilan, memperkuat legitimasi institusional, dan menumbuhkan budaya hukum yang menghargai proses, bukan sekadar hasil.

Penulis: Iqbal Lazuardi
Editor: Tim MariNews