Berbagai kota besar di Indonesia, sering ditemukan jual beli benda bergerak tanpa dilengkapi kelengkapan pendukungnya. Ambil contoh, pedagang yang menjajakan handphone di pinggir jalan secara terbuka, dengan tidak dilengkapi kardus handphone, kartu garansi dan charger.
Tidak hanya terbatas, pada jual beli handphone bekas di pinggir jalan, yang tidak di lengkapi kelengkapan pendukung yang sepatutnya, saat ini jual beli benda bekas bergerak lainnya, tanpa dilengkapi kelengkapan memanfaatkan platform media sosial.
Contohnya, jual beli sepeda motor tidak dilengkapi surat kepemilikan kendaraan bermotor, seperti STNK dan BPKB, banyak ditemukan melalui media sosial. Dalih penjualnya, tanda bukti kepemilikan kendaraan bermotor yang dijual hilang.
Namun, yang menjadi pertanyaan, apakah membeli kendaraan bermotor tanpa dilengkapi surat kepemilikan kendaraan, sah secara hukum dan bukan terklasifikasi tindak pidana?
Guna menjawab hal dimaksud, penulis akan menguraikan terlebih dahulu ketentuan pidana penadahan, untuk menganalisa peristiwa di atas.
Ketentuan pidana penadahan, dalam KUHP lama diatur Pasal 480 ke-1 dan 2.
Unsur pidana penadahan Pasal 480 ke-1 KUHP lama, yakni barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, meyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya. harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan.
Sedangkan pidana penadahan, dalam Pasal 480 ke-2 KUHP lama, menerangkan barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.
Dalam KUHP Nasional, yang akan mulai berlaku sejak awal tahun 2026 diatur Pasal 591 ke-1 dan 2. Namun, tidak ada perubahan unsur dalam KUHP nasional dimaksud, yang membedakan hanya ancaman pidana dendanya saja antara KUHP lama dengan KUHP Nasional.
Pedoman utama, dalam perkara penadahan terletak pada unsur “diketahui atau sepatutnya, harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan”. Namun KUHP, baik lama atau baru (KUHP Nasional) tidak menjelaskan klasifikasi benda yang termasuk diperoleh dari kejahatan.
Mahkamah Agung RI sendiri, telah menetapkan Yurisprudensi berkaitan dengan penadahan kendaraan bermotor, yang dikutip dari Direktori Putusan Mahkamah Agung RI.
Melalui kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1056 K/Pid/2016, yang diputus oleh Majelis Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar, S.H., L.L.M. (Ketua Majelis), dengan didampingi oleh Dr. H. Eddy Army, S.H., M.H. dan Maruap Dohmatiga Pasaribu, S.H., M.Hum. (masing-masing Hakim Anggota), menjelaskan Terdakwa ketika membeli sepeda motor yang tidak dilengkapi dengan surat-surat harus dapat menduga bahwa sepeda motor yang dibeli, berasal dari hasil kejahatan atau dalam keadaan bermasalah.
Kaidah hukum dimaksud, dipertegas juga oleh Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 371 K/Pid/2017, yang diputus oleh Majelis Hakim Agung RI Dr. H. Andi Abu Ayyub Saleh, S.H., M.H., dengan didampingi oleh Dr. H. Eddy Army, S.H., M.H. dan Sumardijatmo, S.H., M.H. (masing-masing Hakim Anggota).
Namun, tindakan membeli sepeda motor yang tidak dilengkapi surat tanda bukti kepemilikan kendaraan bermotor, tidak selalu diidentik dengan tindak pidana penadahan, sebagaimana Putusan Nomor 1503 K/Pid/2015, yang kaidah hukumnya menjelaskan Putusan Judex Facti yang menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan PenuntutUmum telah didasarkan pada pertimbangan atas seluruh fakta-fakta yuridis yang terungkap di persidangan perkara a quo. Terdakwa tidak mengetahui mobil yang ditawarkan tersebut, diperoleh dari kejahatan, terbukti Terdakwa ada beberapa kali menanyakan surat-surat mobil tersebut, terlebih mobil yang ditawarkan Terdakwa tersebut adalah mobil yang dijual di showroom, sehingga benar Judex Facti mempertimbangkan bahwa perbuatan Terdakwa tersebut bukan merupakan perbuatan kejahatan dalam Pasal 480 Ke 1 jo. Pasal 55 KUHPidana atau Pasal 480 ayat (2) KUHPidana jo. Pasal 55 KUHPidana.
Demikianlah, kaidah hukum Yurisprudensi MA RI tentang tindak pidna penadahan kendraan bermotor, semoga dapat menambah referensi bagi para pembacanya.