Yurisprudensi MA RI: Penentuan Kewenangan Penyelesaian Sengketa Keperdataan Melalui Arbitrase

Adanya klausul arbitrase dalam suatu perjanjian yang dibuat para pihak, yang mengakibatkan penyelesaian sengketa bukan kewenangan dari pengadilan negeri melainkan badan arbitrase.
Gedung Mahkamah Agung (MA). Foto dokumentasi MA
Gedung Mahkamah Agung (MA). Foto dokumentasi MA

Dalam hubungan relasi sosial, setiap subjek hukum, baik individu atau badan hukum, bebas melakukan interaksi antar sesamanya. Bahkan interaksi tersebut, dapat diikat melalui norma dan aturan hukum privat (keperdataan).

Subjek hukum, yang melakukan perikatan diberikan kebebasan, selama tidak bertentangan dengan syarat subjektif dan objektif, sebagaimana ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat tersebut, berupa adanya kesepakatan antar subjek hukum yang mengikatkan diri, kecakapan membuat perikatan, adanya pokok persoalan yang diikatkan dan tidaklah dilarang atau sebab halal. 

Bagi para subjek hukum, yang telah mengikatkan diri dalam hubungan keperdataan dengan subjek hukum lain, wajib mematuhi seluruh isi perikatan dan berlaku sebagai undang-undang, serta dilaksanakan dengan iktikad baik, sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata. Norma hukum tersebut, dikenal juga dengan asas pacta sunt servanda. 

Adanya kebebasan melakukan perikatan, di mana para subjek hukum dapat membuat perjanjian yang mencatumkan hukuman, ketika isi dalam perjanjian tidak dilaksanakan, sebagaimana ketentuan Pasal 1304 KUHPerdata. Namun hukuman dalam perjanjian tersebut, dapat diubah oleh hakim, yang mengadili sengketa perdata dimaksud, ketika sebagian isi perikatannya telah dilaksanakan oleh subjek hukum yang ingkar janji atau wanprestasi, sebagaimana ketentuan Pasal 1309 KUHPerdata. 

Terdapat kebebasan lakukan perikatan, termasuk mengatur bagaimana tata cara penyelesaian hukum, bilamana terjadi sengketa antarsubjek hukum. Contohnya, para subjek hukum, yang mencatumkan ketentuan penyelesaian sengketa dengan memilih kedudukan hukum pengadilan, bilamana terjadi sengketa perdata. Pemilihan kedudukan hukum pengadilan, selaras dengan ketentuan Pasal 118 Ayat 4 HIR/Pasal 142 Ayat 4 Rbg.

Tidak hanya berhenti pada pemilihan kedudukan pengadilan, bilamana terjadi sengketa dari perjanjian, yang disetujui para subjek hukum, di mana dibebaskan untuk memilih alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan (alternative dispute resolution). Salah satu bentuknya, menyelesaikan sengketa perdata melalui lembaga arbitrase. 

Berdasarkan literatur hukum, lembaga arbitrase pertama kali digunakan di Inggris dan Amerika Serikat, melalui pembentukan Jay Treaty pada 1794. Dalam perjanjian tersebut, disepakati pembentukan komisi campuran, guna menyelesaikan problematika hukum diantara dua negara tersebut. Kemudahan penyelesaian dan dipimpin arbiter, yang ahli di bidangnya, menjadikan penyelesaian sengketa internasional, melalui lembaga arbitrase, sebagai pilihan utama berbagai negara. Hal ini, melandasi pembentukan Mahkamah Arbitrase Permanen, melalui Konfrensi Den Haag pada 1899. 

Arbitrase menurut ketentuan hukum nasional, in casu Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, adalah cara penyelesian sengketa perdata di luar peradilan umum, yang didasarkan pada perjanjian arbitrase, di mana dibuat secara tertulis oleh para pihak bersengketa. 

Pemilihan penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase, wajib mencantumkan klausula arbitrase dalam perjanjian tertulis yang dibuat sebelum terjadi sengketa atau perjanjian arbitrase tersendiri, dibuat para pihak, setelah terjadinya sengketa, sesuai Pasal 1 Angka 2 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 

Perjanjian penyelesaian sengketa arbitrase tidak menjadi batal, bilamana meninggalnya salah satu pihak, bangkrutnya salah satu pihak, novasi, insolvensi salah satu pihak, pewarisan, berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok, pelaksanaan perjanjian dialihkan kepada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut atau berakhirnya/batalnya perjanjian pokok, sebagaimana ketentuan Pasal 10 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Terdapatnya perjanjian arbitrase, menjadikan para pihak bersengketa, berkewajiban mengajukan penyelesaian sengketanya di Pengadilan Negeri, sebagaimana ketentuan Pasal 11 Ayat 1 UU tersebut.

Selanjutnya, bagaimanakah kaidah hukum Yurisprudensi MA RI, mengenai penentuan kewenangan penyelesaian perkara perdata melalui lembaga arbirtase? Kaidah hukum Yurisprudensi MA RI Nomor 3179 K/Pdt/1984, menjelaskan adanya klausul arbitrase dalam suatu perjanjian yang dibuat para pihak, yang mengakibatkan penyelesaian sengketa bukan kewenangan dari pengadilan negeri melainkan badan arbitrase.  

Yurisprudensi MA RI tersebut, diputus oleh Majelis Hakim Agung RI, pada 4 Mei 1988, yang diketuai Prof Z. Asikin Kusumah Atmadja, S.H., dengan didampingi T. Boestomi, S.H., dan Goenawan, S.H., masing-masing sebagai Hakim Anggota. 

Selain itu, bagaimanakah kedudukan persetujuan atau kesepakatan secara diam-diam untuk memilih penyelesaian sengketa keperdataan melalui lembaga arbitrase? di mana melalui kaidah hukum Yurisprudensi MA RI Nomor 115 PK/Pdt/1983, menjelaskan berdasarkan bukti surat dipersidangan, terdapat bukti persetujuan yang secara diam-diam (stilzwijgend) telah disetujui oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa perdatanya melalui lembaga arbitrase dan sampai saat di persidangan pengadilan negeri, persetujuan tersebut belum dilaksanakan, sehingga Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara tersebut, karena merupakan kewenangan lembaga arbitrase.

Adapun Yurisprudensi MA RI Nomor 115 PK/Pdt/1983, oleh Majelis Hakim Agung pada 14 Juli 1990, yang diketuai oleh Prof Z. Asikin Kusumah Atmadja, S.H., dengan didampingi Goenawan, S.H., dan H. Poerbowati Djoko Soedomo, S.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota.

Demikianlah uraian kaidah hukum Yurisprudensi MA RI, yang mengulas penentuan kewenangan penyelesaian sengketa keperdataan melalui arbitrase, semoga dapat menjadi referensi hakim, dalam mengadili perkara serupa dan menjadi tambahan pengetahuan bagi pembacanya.

Penulis: Adji Prakoso
Editor: Tim MariNews
Copy