Ketegasan Hakim Syuraih di Hadapan Khalifah

Hakim Syuraih dengan berani memenangkan rakyat biasa yang beragama Yahudi dan berakibat kalahnya Khalifah Ali, yang merupakan penguasa negara dan pemimpin agama Islam saat itu.
Hakim bernama Syuraih tersebut diceritakan di buku Rasul, Hakim, dan Khalifah karya Dr. H. Armansyah, Lc, M.H. Foto shopee
Hakim bernama Syuraih tersebut diceritakan di buku Rasul, Hakim, dan Khalifah karya Dr. H. Armansyah, Lc, M.H. Foto shopee

Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu ciri Negara hukum yang baik. Kemerdekaan kekuasaan kehakiman bukanlah barang baru, melainkan sudah sejak lama menjadi gagasan dalam membangun negara hukum. Kekuasaan kehakiman dijalankan oleh lembaga yudikatif, yaitu lembaga peradilan, yang bebas dan merdeka dari pengaruh kekuasaan dan intervensi penguasa.

Mengenai hal ini, terdapat satu peristiwa sejarah yang dapat dijadikan inspirasi bagi merdekanya kekuasaan kehakiman, ketika seorang hakim dengan tegas dan berani memutus perkaranya dengan objektif, yang berakibat kalahnya seorang khalifah melawan seorang rakyat biasa.

Hakim tersebut bernama Syuraih. Ia diangkat menjadi hakim oleh Khalifah Umar bin Khathab sekitar tahun 18 Hijriah (sekitar 639 Masehi). Syuraih merupakan hakim idola para Khalifah, oleh sebab itu ia tergolong lama menjabat sebagai seorang hakim, hingga akhirnya ia mengundurkan diri pada 77 Hijriah (sekitar 696 atau 697 Masehi). Syuraih meninggal dunia pada tahun 78 Hijriah, atau satu tahun setelah ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai hakim.

Salah satu kisah keberanian dan ketegasannya dalam menegakkan hukum, tergambar pada saat persidangan sengketa baju besi antara Khalifah Ali bin Abi Thalib melawan seorang rakyat biasa beragama Yahudi. Pada saat itu, Khalifah Ali sedang mempersiapkan peralatan untuk pergi ke Shiffin. Di perjalanan, Khalifah Ali menyadari baju besi miliknya terjatuh dari unta dan telah hilang.

Kemudian, ia berusaha mencarinya, dan menemukan seorang rakyat biasa yang beragama Yahudi mengenakan baju besi miliknya. Khalifah Ali meminta kembali baju besi tersebut, namun orang tersebut menolaknya dan mengatakan “tidak, tetapi ini milikku. Aku yang menggunakannya sekarang”. Terjadi perdebatan antara Khalifah Ali dan orang Yahudi tersebut, hingga orang Yahudi tersebut berkata “Kalau begitu, kita ke pengadilan saja”.

Saat di pengadilan, pada persidangan yang dipimpin oleh Hakim Syuraih, Khalifah Ali mengemukakan dalilnya, “dalam perjalanan menuju Shiffin, baju besiku terjatuh dari untaku. Lalu si Yahudi ini menemukannya dan mengambilnya. Ketika kuminta, ia menolak dan mengatakan itu miliknya”.

Kemudian Syuraih bertanya kepada si Yahudi, “apa jawabanmu?”

Orang Yahudi tersebut menjawab “ini adalah baju besiku. Bukankah baju ini ada di tanganku sekarang?”

Syuraih kemudian dengan tegas mengatakan kepada Khalifah Ali, agar ia mendatangkan dua orang saksi untuk membuktikan kebenaran dalilnya. Khalifah Ali kemudian menghadirkan putranya yang bernama Hasan dan budaknya yang bernama Qanbur. Atas kehadiran dua saksi tersebut, Hakim Syuraih mengatakan “kesaksian budakmu ini masih dapat kami terima. Tetapi kesaksian putramu sendiri tidak dapat kami terima”.

Setelah Khalifah Ali tidak mampu mendatangkan saksi lainnya, akhirnya Hakim Syuraih memenangkan si Yahudi. Ia mengatakan “ambillah baju besi itu, itu adalah milikmu”.

Keputusan Hakim Syuraih tersebut, bukan hanya membuat si Yahudi terperangah, tetapi juga mencengangkan banyak orang. Ia dengan tegas menolak saksi dari Khalifah Ali karena memiliki hubungan nasab, dan dengan berani memenangkan rakyat biasa yang beragama Yahudi dan berakibat kalahnya Khalifah Ali, yang merupakan penguasa negara dan pemimpin agama Islam saat itu.

Apa yang dilakukan oleh Hakim Syuraih tersebut, haruslah menjadi contoh bagi hakim. Bagaimana ketegasan dan keberaniannya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Sebab, kemerdekaan kekuasaan kehakiman berarti hakim harus bebas dan merdeka dalam menegakkan hukum dan keadilan, meski harus berhadapan dengan penguasa sekalipun.

*Kisah tersebut disarikan dari Buku Rasul, Hakim, dan Khalifah, karya Dr. H. Armansyah, Lc, M.H.

 

Penulis: Ahmad Rafuan
Editor: Tim MariNews
Copy