Meresapi Lirik Lagu Di Udara dalam Menjalankan Profesi Hakim

Lirik lagu Di Udara, dapat menjadi penyemangat bagi hakim yang mengemban amanah berat, memastikan keadilan dirasakan masyarakat, tanpa tebang pilih dan diskriminatif, melalui ruang-ruang pengadilan yang sunyi.
Tangkapan layar lagu Di Udara milik Efek Rumah Kaca. YouTube Efek Rumah Kaca
Tangkapan layar lagu Di Udara milik Efek Rumah Kaca. YouTube Efek Rumah Kaca

Dalam dunia modern, mayoritas kehidupan manusia lekat dengan musik. Lewat, satu genggaman handphone, alunan musik dapat didengarkan. Bahkan musik sudah menjadi alat penghidupan banyak pihak, tidak sedikit anak-anak berbakat dalam bidang musik, dipersiapkan orang tuanya menjadi musisi di masa depan. Musisi sukses, baik di Indonesia atau luar negeri, identik populer dan melimpahnya pendapatan. 

Secara historis, musik pertama kali diperkenalkan puluhan hingga ratusan ribu tahun lalu. Era prasejarah atau zaman paleolitikum musik sudah dimainkan dengan cara sederhana, menggunakan tulang dari hewan, yang ditemukan di alam. Temuan sejarah, mencatat alat musik pertama kali di dunia, adalah seruling.

Musik terus berkembang mengikuti perkembangan zaman, musik bisa menjadi entitas nasional atau ciri khas suatu bangsa, sebagaimana musik dangdut yang kental dengan masyarakat Indonesia, karena akarnya berasal dari kebudayaan Melayu. Musik lekat dengan kebudayaan negara dan warisan nenek moyang, dapat diajukan sebagai warisan budaya dunia tidak benda (Intangible Cultural Heritage), yang ditetapkan UNESCO. 

Reggae, yang lirik-liriknya menyampaikan berbagai problematika sosial seperti ketidakadilan dan kemanusiaan, adalah salah satu contoh musik ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tidak benda. Indonesia sendiri, salah satu alat musik tradisionalnya berupa gamelan telah ditetapkan sebagai Intangible Cultural Heritage pada 2021. Penetapan gamelan, menyusul angklung yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia tidak benda pada 2010.

Tidak hanya terbatas bagian kebudayaan, musik juga sebagai ungkapan ekspresi penciptanya. Musik dijadikan alat menyuarakan kritik atas suatu kebijakan, yang menimbulkan keresahan atau ketimpangan sosial, seperti peristiwa penggusuran, pengangguran, perang dan peristiwa lain yang memarginalkan rakyat kecil. 

Musisi internasional, baik individu atau grup band, yang kerap menyuarakan ketimpangan sosial, menentang perang, penegakan hukum yang adil dan masalah kemanusiaan yang terpinggirkan, antara lain Green Day, Bob Marley, dan Michael Jackson. Sedangkan di dalam negeri, terdapat insan permusikan tenar seperti Efek Rumah Kaca, Iwan Fals, Slank dan Superman Is Dead, yang membawakan lagu-lagu bertemakan beragam persoalan hidup masyarakat.

Salah satu lagu, yang membekas dihati penulis adalah Di Udara, yang dibawakan grup band Efek Rumah Kaca. Lagu yang dipersembahkan untuk mengenang Munir Said Thalib, aktivis Hak Asasi Manusia dan prodemokrasi, yang dibunuh dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam pada September 2004. 

Lirik lagu Di Udara termuat, pada album berjudul Efek Rumah Kaca, yang dirilis ke publik pada 2007. Lagu tersebut, menceritakan aktivitas pejuang kemanusiaan dan demokrasi, yang sering dapatkan ancaman, teror mencekam dan kerap disingkirkan, bahkan bisa terbunuh di manapun berada. Baik di udara, trotoar jalanan, dan ditenggelamkan di laut. 

Namun, perjuangan menegakkan keadilan, melindungi hak asasi manusia dan menjaga demokrasi, tidak akan pernah mati. Raga, bisa dihabisi, tetapi semangat perjuangan menegakkan prinsip-prinsip universal tersebut, akan dilanjutkan generasi penerus dan tidak akan pernah padam. 

Lirik lagu Di Udara, dapat menjadi penyemangat bagi hakim yang mengemban amanah berat, memastikan keadilan dirasakan masyarakat, tanpa tebang pilih dan diskriminatif, melalui ruang-ruang pengadilan yang sunyi. Meskipun, ancaman jiwa dan keselamatan hakim, selalu nyata didepan mata, termasuk teror yang acapkali ditujukan kepada diri seorang hakim atau anggota keluarganya. Tetapi jiwa tegakan keadilan, tidak boleh mati dan padam dari diri seorang hakim.

Meskipun negara, hingga saat ini belum melaksanakan kewajiban untuk memenuhi hak atas jaminan keamanan hakim dan keluarganya, sesuai ketentuan Pasal 2 dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Yang Berada Dibawah Mahkamah Agung, sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2024. Namun, hakim tidak boleh gentar atas setiap ancaman dan teror dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dapat memutus suatu perkara yang dihadapkan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Penulis: Adji Prakoso
Editor: Tim MariNews