MARINews, Surabaya-Kota Surabaya merupakan ikon dari Provinsi Jawa Timur, sehingga tak heran kota metropolitan di ujung timur pulau jawa ini menjadi sasaran bagi para perantau dari berbagai daerah di Indonesia dengan berbagai tujuan baik untuk bekerja, melanjutkan pendidikan atau sekedar berwisata.
Di balik gemerlapan kota Surabaya yang modern dan maju, tidak disangka di kota yang terkenal dengan julukan Kota Pahlawan ini, memiliki sejarah panjang khususnya penyebaran agama Islam di pulau Jawa bagian timur oleh Wali Songo (Sembilan).
Bagi warga Surabaya, mungkin tidak banyak yang mengetahui mengenai bangunan masjid berbentuk perahu terbalik peninggalan Sunan Ampel di daerah Peneleh, Surabaya. Karena memang yang paling banyak diminati oleh para wisatawan religi adalah Masjid Ampel.
Masjid Peneleh ini kokoh berdiri di tengah pemukiman padat penduduk Kota Surabaya tepatnya di di Peneleh Gang V Surabaya. Peninggalan Sunan Ampel yang satu ini terbilang unik dan aneh, karena sepintas bentuknya mirip perahu yang terbalik jika diperhatikan dengan saksama.
Masjid ini memiliki sepuluh tiang penyangga yang terbuat dari kayu jati asli, ditambah langit-langit atap yang juga terbuat dari Jati pula. Langit-langit atap ini berhiaskan huruf Arab. Terdapat empat nama sahabat Nabi Muhammad, yaitu Abu Bakar Ash Shidiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.Tembok masjid dikelilingi 25 ventilasi dan lima daun jendela. Pada masing-masing ventilasi tersebut terdapat hiasan aksara Arab berupa nama-nama 25 nabi dan rasul.
Tak banyak catatan yang menyebutkan kapan masjid ini berdiri. Namun, warga sekitar mempercayai bahwa masjid ini dibangun pada abad ke 14 oleh Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan lebih tua dari Masjid Ampel Surabaya. Awalnya, Raden Rahmat atau Sunan Ampel menjadi panglima Majapahit kala itu. Karena kemenangan Majapahit melawan Bangsa Cina, Raden Rahmat dihadiahi tanah perdikan di daerah Ampel Dento yang sekarang jadi Masjid Ampel.
Perjalanan Sunan Ampel dimulai dari Keraton Majapahit, Trowulan, Mojokerto. Kemudian beliau menyusuri sungai Brantas, pertama kali dirinya singgah di Kembang Kuning. Di sana, dirinya menikahi putri Mbah Karimah tokoh ulama setempat. Di tempat itu, dia juga mendirikan masjid yang saat ini dikenal di Surabaya dengan nama Masjid Tiban Rahmat Kembang Kuning.
Kemudian Sunan Ampel, melanjutkan perjalanan lagi melewati Kalimas hingga tibalah di pinggir Peneleh. Dia (Sunan Ampel) melihat kondisi daerah Peneleh yang kala itu dihuni masyarakat yang terdiri dari beragam komunitas ini tampak hidup rukun dan damai. Hanya saja, warga di situ mempunyai kebiasaan buruk, yaitu suka sabung ayam. Lalu, untuk mengubah perilaku masyarakat yang bertolak belakang dengan Islam diputuskanlah Raden Rahmat singgah di tempat ini untuk beberapa waktu.
Peneleh dulunya adalah daerah dengan keberagaman agama yang cukup tinggi. Di sini juga ada komunitas kecil agama Islam, akan tetapi belum mampu menyentuh perilaku warganya yang suka sabung ayam. Kedatangan Sunan Ampel dengan misi dakwah ini dilakukan dengan cara mengikuti kebiasaan warga terlebih dahulu. Raden Rahmat ikut serta melakukan sabung ayam dengan warga. Tetapi anehnya, tidak satupun ayam milik warga Peneleh yang mampu mengalahkan ayam milik Raden Rahmat. Warga menjadi bertanya-tanya dan mencoba mengenali sosok pemilik ayam tersebut.
Setelah banyak warga yang berguru kepadanya lantaran karomah yang dimilikinya sebagai wali. Dirinya membangun sebuah surau untuk aktivitas pengajaran agama Islam. Masjid tersebut mulai berkembang hingga sekarang dan dinamakan Masjid Jami' Peneleh.
Filosofi perahu terbalik pada bangunan masjid ini, melambangkan arah kiblat. Di mana, ujung perahu bagian depan yang dijadikan patokannya. Masjid Jami' Peneleh telah dipugar beberapa kali. Akan tetapi bangunan asli yang terbuat dari kayu jati di bagian utama masjid masih seperti aslinya, hanya ada pergantian kecil. Pemugaran dilakukan pada 1970, dengan memperluas serambi masjid.
Sisi mistik masih melekat di bangunan masjid yang didirikan enam abad lalu oleh seorang walisongo ini. Di bagian dalam masjid ditemukan sumur tua yang berdiameter 50 cm. Konon, sumur tersebut terhubung ke sumur zam zam dan sumur ampel. Sayang, sekarang sumur tersebut ditutup karena banyak mengandung logam berat akibat senjata yang disimpan pada masa perang kemerdekaan.
Selain itu, menara masjid ini juga pernah rusak akibat serangan bom Belanda ketika perang kemerdekaan. Bahkan, bom tersebut nyaris mengenai jamaah yang sedang menjalankan salat Zuhur kala itu. Anehnya, meskipun bom tersebut menghancurkan menara dan langit-langit masjid, ketika terbenam di bawah, masjid tidak meledak sama sekali.
Selain itu, di sekitar masjid, tepatnya di Peneleh IX ditemukan makam yang menjadi cikal bakal Islam pertama di daerah Peneleh. Makam tersebut bernama Makam Cempo atau Buk Pinggir. Jadi, bisa disimpulkan sebelum Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) ke Peneleh daerah ini sudah ada komunitas Islam yang jumlahnya kecil.
Untuk diketahui, sejarah Masjid Peneleh tidak didokumentasikan dalam bentuk prasasti atau apapun. Cerita ini disampaikan secara turun temurun dari para pendahulu. Sayangnya, masjid tua ini terbenam di padatnya pemukiman penduduk di Surabaya. Pamornya pun kalah dengan masjid lainnya, seperti Masjid Ampel, Masjid Rahmat Kembang Kuning, Masjid Akbar, dan masjid modern lainnya.