Arthur Morgan, Hukum, dan Keadilan: Sebuah Analisis Kisah Red Dead Redemption II

Red Dead Redemption II adalah permainan video aksi-penjelajahan pada 2018 yang dikembangkan dan diterbitkan oleh Rockstar Games. Game ini adalah entri ketiga dalam seri Red Dead dan merupakan prekuel dari game Red Dead Redemption pada 2010.
Red Dead Redemption II adalah permainan video aksi penjelajahan pada 2018 yang dikembangkan dan diterbitkan oleh Rockstar Games. Foto playstation.com/
Red Dead Redemption II adalah permainan video aksi penjelajahan pada 2018 yang dikembangkan dan diterbitkan oleh Rockstar Games. Foto playstation.com/

Kisah Arthur Morgan dalam permainan video aksi penjelajahan pada 2018, Red Dead Redemption II yang dirilis oleh Rockstar Games, bukan sekadar petualangan seorang outlaw (koboi) di Wild West, melainkan sebuah narasi mendalam yang menggali kompleksitas hukum dan keadilan.

Sepanjang perjalanannya bersama geng Van der Linde, Arthur dihadapkan pada dilema moral yang menguji pemahamannya tentang benar dan salah, serta mempertanyakan esensi keadilan dalam masyarakat yang sedang berubah.

Hukum di Ambang Perubahan

Pada awal cerita, hukum di Amerika Serikat pasca-Perang Saudara masih dalam tahap pembentukan dan penegakan. Era "Wild West" secara perlahan digantikan oleh institusi pemerintah yang lebih terstruktur.

Geng Van der Linde, dengan gaya hidup mereka yang bebas dan menentang otoritas, mewakili sisa-sisa era lama yang semakin terdesak. Mereka hidup di luar "hukum sipil" yang berlaku, seringkali melakukan perampokan, pembunuhan, dan kejahatan lainnya.

Namun menariknya, geng ini memiliki seperangkat "hukum" dan kode etik internal mereka sendiri. Loyalitas, persaudaraan, dan keberanian adalah nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Seperti tidak boleh membunuh orang tidak bersalah, melakukan penyiksaan dan pengkhianatan.

Pelanggaran terhadap kode ini, seperti pengkhianatan, seringkali berujung pada konsekuensi yang lebih parah daripada hukum eksternal, yaitu kematian. Ini bisa dianalisis melalui lensa teori keadilan prosedural (procedural justice theory), di mana keadilan tidak hanya dilihat dari hasil akhir, tetapi juga dari proses dan aturan yang disepakati bersama dalam suatu kelompok, sekecil apapun kelompok tersebut. Anggota geng berharap perlakuan yang adil dari pemimpin mereka, Dutch van der Linde, dan dari sesama anggota, berdasarkan aturan tak tertulis yang mereka anut.

Keadilan yang Ambigu

Arthur Morgan, sebagai penegak utama "hukum" internal geng, seringkali dihadapkan pada situasi yang abu-abu. Ia melihat kelemahan dan kemunafikan dalam "keadilan" yang diterapkan oleh Dutch, yang semakin lama semakin egois dan tidak rasional. Kematian tak berdosa, pengkhianatan terhadap anggota, dan kehancuran moral perlahan mengikis keyakinan Arthur.

Pergeseran moral Arthur dapat dijelaskan dan dianalisis dengan Teori Perkembangan Moral Kohlberg (Kohlberg's Stages of Moral Development). Pada awalnya, Arthur beroperasi pada tahap konvensional, di mana ia mematuhi aturan geng demi mempertahankan hubungan dan loyalitas yang tinggi (stage 3: Good interpersonal relationships) serta menjaga ketertiban sosial geng (stage 4: Maintaining social order).

Namun, seiring waktu, ia mulai menunjukkan tanda-tanda bergeser ke tahap pascakonvensional, di mana ia mempertanyakan validitas aturan yang ada karena kemunafikan dan ketidak konsistenan sang atasan yaitu Dutch, kemudian mulai membentuk prinsip-prinsip moral pribadinya yang lebih tinggi dengan melihat dampak sosial dan mempertanyakan keyakinan yang selama ini dianut (stage 5: Social contract and individual rights, atau bahkan stage 6: Universal ethical principles).

Ia mulai meragukan apakah tindakan geng benar-benar "adil" jika itu menyebabkan penderitaan pada orang yang tidak bersalah, pengorbanan nyawa yang sia-sia, atau jika itu mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih besar.

Arthur mulai melihat keadilan bukan hanya sebagai penegakan hukuman (baik itu hukum negara atau hukum geng), karena merasa ada dzat yang lebih besar yaitu Tuhan yang menjadi hukum sebenarnya, Arthur merasa telah dihukum oleh Tuhan karena penyakit paru-paru nya dan memandang kehidupan secara alamiah sebagai keadilan restoratif (restorative justice).

Ia berusaha menebus dosa-dosanya dengan membantu orang lain, melindungi yang lemah, dan bahkan mengorbankan dirinya demi kelangsungan hidup suku Indian dan anggota geng kaum rentan seperti wanita dan anggota geng yang lebih muda.

Ia mencari cara untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi dan menciptakan kedamaian. Ini terlihat jelas dalam keputusannya untuk membantu John Marston dan keluarganya melarikan diri, sebuah tindakan yang bertentangan langsung dengan perintah Dutch, namun sejalan dengan prinsip moralnya yang baru ditemukan.

Penebusan dan Warisan

Akhirnya, kisah Arthur adalah tentang penebusan. Meskipun ia hidup sebagai seorang penjahat, penyakit yang menggerogotinya memberinya perspektif baru tentang hidup dan mati. Ia menyadari bahwa kekerasan dan kejahatan tidak akan pernah membawa keadilan sejati atau kedamaian. Kematiannya, yang terjadi saat ia berusaha melindungi John Marston, adalah puncak dari pergeseran moralnya. Ia mati sebagai seorang yang berjuang untuk "kebenaran" pribadinya, bukan lagi untuk hukum geng yang korup.

Kisah Arthur Morgan dalam Red Dead Redemption II adalah pengingat, bahwa hukum dan keadilan seringkali merupakan konsep yang terus berjalan dan kompleks. Hukum bisa saja dimanfaatkan untuk menjadi alat penindasan, sementara keadilan sejati mungkin terletak pada belas kasih, kesadaran dan empati yang lebih tinggi dengan memahami dampak.

Permainan ini dengan brilian menunjukkan bagaimana perjalanan satu individu dapat merefleksikan pergulatan universal tentang apa artinya menjadi "baik" dalam dunia yang tidak selalu demikian.