30 Hari Mediasi yang Berarti agar Tetap Berlangsungnya Keluarga Harmonis

Hangatnya sebuah keluarga bukan sebuah jaminan tidak akan terjadi perselisihan bahkan kekerasan di dalam rumah tangga.
Ilustrasi mediasi sebelum perceraian. Foto  : Freepik
Ilustrasi mediasi sebelum perceraian. Foto : Freepik

Keluarga adalah tempat ternyaman bagi anggota keluarga meluangkan waktu yang tiada tara. Berkeluh kesah dan senantiasa mendengarkan cerita dari berbagai masalah yang kita hadapi, bisa berkumpul dan berkasih sayang dengan keluarga menjadikan kita merasa selalu disayangi dan tidak merasa sendiri. 

Ketika kita dihadapi dengan situasi yang begitu sulit dan tidak tahu harus berbuat apa, disitulah keluarga hadir menguatkan kita agar bisa kuat menghadapi masalah tersebut.

Hangatnya sebuah keluarga bukan sebuah jaminan tidak akan terjadi perselisihan bahkan kekerasan di dalam rumah tangga, baik yang dilakukan oleh kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya yang bisa menyebabkan perceraian. 

Beberapa alasan perceraian yang terjadi dalam pengadilan agama di latarbelakangi banyak hal mulai dari zina, mabuk, judi, salah satu pihak meninggalkan pihak lain tanpa izin pihak lainnya, mendapat hukuman pidana, melakukan kekerasan, dan perselisihan terus menerus sebagaimana terdapat pada pasal 19 PP/1975 tentang Pelaksanaan UU 1/1974 tentang Perkawinan. 

Umumnya alasan perceraian yakni perselisihan secara terus menerus antara suami dan istri, penyebab utama keretakan di dalam harmonisnya sebuah rumah tangga, diantaranya karena kesalahpahaman dan tidak keterbukaan salah satu pihak kepada pihak yang lainnya. 

Orang yang terlihat harmonis dan serasi pun bisa kandas juga pernikahannya, karena itu bukan merupakan sebuah jaminan dalam harmonis nya sebuah rumah tangga.

Secara eksplisit, perselisihan secara terus menerus merupakan dasar bagi para pihak untuk mengajukan gugatan perceraian di Peradilan Agama yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan dan juga pada Kompilasi Hukum Islam (KHI). 

Akan tetapi perceraian bukanlah hal yang diinginkan dari sebuah keluarga, melainkan upaya akhir apabila kedua belah pihak tak lagi bisa di selesaikan atau di damaikan.

Dapat kita ketahui bahwa dalam ajaran agama Islam tidak ada larangan untuk berpisah (cerai), hal tersebut termasuk perbuatan yang di benci oleh Allah SWT, hadits rasul berbunyi “Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah adalah thalaq (cerai)”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). 

Dari hadits tersebut sebaiknya kita menghindari perbuatan yang tidak disukai oleh Allah SWT yang akan membawa dampak negatif dan hal yang disenangi oleh iblis.

Dari permasalahan yang ada tidak harus selalu diselesaikan di Pengadilan, melainkan bisa diselesaikan melalui jalur mediasi antara kedua belah pihak yang sedang bersengketa. 

Mediasi memiliki potensi besar dalam menyelesaikan masalah, membantu para pihak yang sedang bersengketa untuk berunding terlebih dahulu sebelum memasuki proses persidangan yang dibantu oleh seorang atau lebih mediator. 

Para pihak dapat bersepakat memilih mediator hakim atau mediator non hakim yang akan menengahi sengketa keduanya dan permasalahan tersebut diselesaikan dalam jangka waktu 30 hari. 

Dimulai dengan perkenalan oleh mediator kepada para pihak, barulah setelah itu mediator mengatur jadwal mediasi dan pertemuan antara kedua belah pihak.

Dalam prosesnya, kedua belah pihak dapat bertemu terpisah secara terlebih dahulu kepada mediator yang dalam aturannya yakni Perma 1/2016 disebut dengan Kaukus. 

Pada pertemuan kaukus tersebut, para pihak dapat mengemukakan hal-hal apa saja yang menjadi titik sengketa sehingga mediator dapat menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan masalah berdasarkan skala prioritas. 

Setelah perumusan masalah, mediator dalam 30 hari tersebut akan membantu para pihak menemukan titik temu antara kedua belah pihak dan ketika keduanya setuju untuk berdamai maka mediator akan membuatkan kesepakatan perdamaian secara tertulis yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator serta akan dikuatkan dengan akta perdamaian (akta van dading) Pengadilan. 

Dalam merumuskan kesepakatan kesepakatan tidak boleh di dalamnya terkandung beberapa hal yang bertentangan dengan ketertiban hukum, umum, merugikan pihak ketiga serta tidak dapat dilaksanakan.

Mediasi menjadi solusi utama, tidak ada pihak yang menang atau kalah, melainkan hasil yang dicapai lebih dapat diterima dan dilaksanakan secara sukarela (win-win solution).

Idealnya memang ketika pihak mendapatkan permasalahan yang dilakukan pertama adalah menemui mediator sebagai penengah mereka yang sifatnya netral sehingga mencapai kesepakatan di antara keduanya. 

Namun sistem di Indonesia mengharuskan diajukannya gugatan terlebih dahulu ke Pengadilan, dan baru setelah itu hakim memerintahkan pihak untuk melakukan upaya mediasi. 

Sistem seperti ini harus diubah dengan menjadikan mediasi sebagai pilihan utama bukan merupakan alternatif sekunder, dalam kasus perceraian ini sangat berguna karena berhubungan dengan masa depan anak-anak dari kedua belah pihak, sehingga dengan mediasi ini diharapkan sebagai solusi agar tidak ada lagi anak-anak yang kehilangan orang tua dan terganggu masa tumbuh berkembangnya karena tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya karena perceraian tersebut. 

Dalam konteks perceraian tentunya kedua belah pihak yang dalam hal ini adalah orang tua yang memiliki anak harus berpikir jauh ke depan dan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak yang tentunya masih butuh perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Seorang anak tidak bisa memilih siapa orang tuanya, dari siapa dia lahirkan. Melainkan hanya menerima takdiran nasib. 

Maka dari itu mediasi sebagai sarana menjaga masa depan dan tumbuh berkembang anak tetap terjaga dengan baik, serta menjaga keharmonisan keluarga yang di dambakan banyak orang. 

Dengan menurunkan ego dan mengedepankan komunikasi melalui mediasi, konflik yang berlarut tak hanya merugikan diri masing-masing, tetapi berdampak juga pada psikologis anak-anak mereka di masa depan. 

30 hari merupakan waktu yang menentukan nasib dan masa depan anak-anak kita kedepannya, oleh karena itu keputusan yang kita ambil harus dipikirkan dengan baik dan matang karena akan berdampak bukan hanya kepada diri kita pribadi melainkan orang yang berada di sekitar kita.

Sejatinya hukum yang terbaik bukanlah hukum yang memenangkan salah satu pihak, akan tetapi yang membuat semua pihak pulang dengan kepala tegak. 

Tidak ada yang diuntungkan atau dirugikan, melainkan tercapainya kesepakatan bersama kedua belah pihak.

Referensi:

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

BUKU:

Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram min Adillatil al-Ahkam, alih bahasa oleh Muhammad Syarif Sukandy, (Bandung: PT. AL Ma’rifat, 1996).