Anarkisme: Jalan Pintas Menuju Kebangkrutan Bangsa

Indonesia adalah negara hukum. Artinya, setiap persoalan seharusnya diselesaikan melalui jalur hukum, bukan dengan kekerasan massa
ilustrasi demonstrasi. Foto : Freepik.com
ilustrasi demonstrasi. Foto : Freepik.com

Gelombang unjuk rasa yang berujung anarkis beberapa waktu lalu sungguh menyisakan luka. Fasilitas publik hancur, gedung bersejarah musnah, kendaraan aparat hangus, bahkan rumah pejabat dijarah tanpa rasa malu. 

Pemandangan orang masuk dan mengambil barang seolah tanpa dosa menunjukkan betapa tipisnya batas antara demonstrasi dengan perampokan terbuka.

Ironisnya, peristiwa serupa juga terjadi di Pacitan, Jawa Timur. Hanya karena seorang bintang voli batal hadir, massa membakar gedung olahraga. 

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah kita sedang kehilangan akal sehat, sopan santun, bahkan rasa takut kepada Tuhan?

Padahal, bangsa ini kerap berbangga diri disebut sebagai bangsa religius. Agama diajarkan di sekolah, disuarakan di mimbar, dan diagungkan dalam simbol. Namun, realitas di jalan-jalan memperlihatkan wajah lain: amarah yang meledak tanpa kendali.

Negara Hukum yang Dirobek

Indonesia adalah negara hukum. Artinya, setiap persoalan seharusnya diselesaikan melalui jalur hukum, bukan dengan kekerasan massa. Tetapi faktanya, hukum sering kali tidak ditegakkan dengan adil dan konsisten.

Ketika hukum lemah, rakyat frustrasi. Dari situlah emosi massa mudah menyala dan melampaui batas. Mereka menuntut keadilan, tetapi ironisnya merobek hukum dengan tangan mereka sendiri. 

Akibatnya, kita bukan hanya gagal menunjukkan kedewasaan berdemokrasi, melainkan juga menghancurkan sendi negara hukum yang kita junjung tinggi.

Dampak Global dan Ancaman Ekonomi

Anarkisme tidak berhenti pada kerusakan fisik. Dunia internasional memperhatikan setiap kerusuhan yang viral. Citra Indonesia sebagai negara stabil langsung tercoreng. Para investor pun berpikir ulang: mengapa menanam modal di negeri yang rawan ricuh?

Padahal, investasi adalah kunci penciptaan lapangan kerja. Tanpa investasi, kesempatan kerja makin sempit, pengangguran meningkat, dan keresahan sosial makin mudah meledak. 

Sebuah lingkaran setan terbentuk: anarkisme menghancurkan iklim usaha, hilangnya investasi memperburuk pengangguran, lalu pengangguran memicu kemarahan sosial berikutnya. Jika pola ini berlanjut, anarkisme benar-benar menjadi jalan pintas menuju kebangkrutan bangsa.

Saatnya Kembali Waras

Kita tidak boleh terus membiarkan bangsa ini larut dalam amarah. Ada langkah mendesak yang harus dilakukan:

  1. Pemerintah dan aparat harus tegas serta konsisten menegakkan hukum, agar kepercayaan publik dan dunia internasional tetap terjaga.
  2. Tokoh agama dan masyarakat perlu tampil sebagai penyejuk, bukan justru memperkeruh suasana.
  3. Masyarakat harus cerdas bermedsos, tidak sembarangan menyebar informasi yang memicu kerusuhan.
  4. Stabilitas harus dijaga bersama, sebab tanpa ketertiban jangan harap investasi datang, dan tanpa investasi lapangan kerja hanya tinggal mimpi.

Demo adalah hak demokratis, tetapi ketika berubah menjadi anarkisme, ia akan kehilangan makna. 

Kita menuntut keadilan, tetapi jangan sampai keadilan itu justru terkubur oleh ulah kita sendiri, apalagi sampai mengabaikan sama sekali rambu-rambu hukum yang berlaku dan harus secara bersama-sama dijunjung tinggi.

Jika bangsa ini benar-benar ingin disebut religius dan beradab, maka akal sehat, nilai moral, dan penghormatan pada hukum harus kembali ditegakkan. 

Sebab tanpa itu semua, yang tersisa hanyalah amarah yang menenggelamkan masa depan kita bersama.