Pemeriksaan Setempat (PS) adalah sidang yang dilakukan oleh hakim atau majelis hakim di lokasi objek sengketa, bukan di dalam ruang sidang pengadilan. Tujuannya memeriksa dan melihat langsung keadaan fisik objek perkara, guna mendapatkan kepastian fakta.
Selain itu, memverifikasi dan mendapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi, letak, luas, dan batas objek sengketa, sehingga menjadi bukti yang memberikan kepastian kepada hakim dalam menjatuhkan putusan.
Pelaksanaan diadakan langsung di tempat objek perkara berada, dimana Penggugat dan tergugat, wajib hadir untuk menunjukkan objek sengketa, sesuai versi masing-masing sehingga perbedaan atau kesamaan dapat terungkap.
Demikian juga, bilamana objek sengketa berada di luar wilayah hukum pengadilan yang menangani perkara, pemeriksaan dapat didelegasikan ke pengadilan setempat.
Terkait dengan hal ini telah diatur dalam beberapa pasal, antara lain Pasal 153 HIR (Herzien Inlandsch Reglement), Pasal 180 RBg (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering), serta Pasal 211-214 Rv (Rechtsvordering).
Apabila pemeriksaan setempat tidak dilakukan, terutama untuk sengketa tanah, akibatnya adalah putusan Hakim berpotensi tidak dapat dilaksanakan karena objek sengketa menjadi kabur atau tidak jelas.
Sehingga kebenaran informasi yang disajikan dalam persidangan, kurang terjamin dan putusan yang diambil berisiko cacat hukum. Pemeriksaan setempat penting, guna memastikan kebenaran dalil penggugat tentang keberadaan, luas, dan batas objek sengketa.
Bolehkah Pemeriksaan Setempat Dilakukan pada Perkara Pidana?
Perkara pidana yang berkaitan dengan tanah umumnya meliputi tindakan seperti penyerobotan tanah, penipuan jual beli tanah, dan penggelapan tanah (stelionat), yang diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) seperti Pasal 167 KUHP, Pasal 378 dan Pasal 385 KUHP, serta peraturan seperti PP No. 51 Tahun 1960 yang melarang penggunaan tanah tanpa izin.
Pemeriksaan setempat dalam perkara pidana adalah tindakan Majelis Hakim untuk meninjau langsung lokasi kejadian perkara (TKP) atau objek sengketa di luar gedung pengadilan, guna memperoleh gambaran dan keterangan yang jelas untuk menambah keyakinan hakim dalam memutus perkara.
Meskipun tidak diatur secara eksplisit dalam KUHAP, pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan alasan khusus untuk mengklarifikasi alat bukti dan menemukan fakta hukum yang relevan, sehingga dapat menambah kepastian hukum.
Problematika yang terjadi dalam prakteknya.
- Tidak terdapat anggaran untuk melakukan pemeriksaan setempat. Ketersediaan anggaran ini dirasa penting, karena untuk memastikan pemeriksaan setempat dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga Hakim bisa mendapatkan gambaran yang jelas dan fakta yang akurat sebelum mengambil keputusan.
- Tidak ada dasar hukum yang jelas di KUHAP. Perbedaan mendasar dengan hukum acara perdata adalah tidak adanya pengaturan spesifik tentang pemeriksaan setempat di dalam KUHAP. Hal ini, berbeda dengan hukum acara perdata yang memiliki dasar hukum seperti yang telah disebutkan di atas.
- Timbulnya Kekosongan Hukum (recht vacuum), karena tidak diatur dalam undang-undang, menimbulkan kekosongan hukum yang kemudian diisi praktik dan diskresi Hakim, untuk melakukan pemeriksaan setempat sebagai bagian dari pembuktian.
Kesimpulan.
Selain diperlukan adanya payung hukum, guna mengakomodir petunjuk teknis terkait prosedur pemeriksaan setempat dalam perkara pidana, dibutuhkan pula biaya untuk melakukan pemeriksaan setempat pada perkara tertentu.
Hal mana terkait biaya, harus menjadi suatu mata anggaran satuan kerja tersendiri, sehingga urusan biaya maupun akomodasi, nantinya tidak membebani siapapun dan pemeriksaan perkara dapat berjalan objektif dan akuntabel.