Interpretasi Dan Konstruksi Metode Penemuan Hukum Oleh Hakim

ketidakjelasan suatu peraturan perundang-undangan bukanlah sebagai alasan pengadilan untuk menolak memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara
Ilustrasi Hakim | Foto : Ilustrasi Penulis
Ilustrasi Hakim | Foto : Ilustrasi Penulis

Pendahuluan

Suatu aturan perundang-undangan haruslah dibuat secara jelas, hal ini sejalan dengan prinsip lex certa yang secara harfiah berarti undang-undang harus jelas. Asas ini sebagai pedoman bahwa suatu peraturan tidak mengandung makna ganda, dan dapat mudah dipahami oleh masyarakat. Ketidakjelasan suatu aturan dapat menyebabkan ketidakpastian hukum, bahkan disalahgunakan oleh penegak hukum.

Namun demikian, ketidakjelasan suatu peraturan perundang-undangan bukanlah sebagai alasan pengadilan untuk menolak memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara melainkan kewajiban untuk memeriksa dan mengadilinya hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 10 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan demikian.

Dalam mengatasi permasalahan tersebut, hakim dengan asas ius curia novit (hakim dianggap tahu hukum) dapat mengisi ketidakjelasan atau multi tafsir dengan melakukan upaya penemuan hukum (rechtsvinding). Dalam menemukan penemuan hukum dapat menggunakan 2 metode yaitu interpretasi (penafsiran) dan metode konstruksi hukum. 

Interpretasi diterapkan ketika suatu peraturan perundang-undangan ketika akan diterapkan terdapat norma yang kabur, tidak jelas, atau bermakna ganda sehingga dibutuhkan penalaran atas suatu norma tersebut oleh hakim, sedangkan konstruksi dilakukan ketika secara langsung undang-undang tidak dapat diterapkan pada kasus in concreto, atau peraturannya tidak ada sehingga terjadi kekosongan hukum.

Jenis-jenis interpretasi

Metode Subsumptif

Pada metode ini hakim harus menerapkan suatu undang-undang terhadap kasus in concreto dengan cara menafsirkan makna Undang-Undang. Mencocokkan unsur-unsur (bestandeel) yang ada pada suatu pasal terhadap peristiwa konkret yang didakwakan terhadap terdakwa. Sebagai contoh makna dari mengambil suatu barang pada Pasal 362 KUHP itu termasuk apa dan harus bisa ditafsirkan/dimaknai oleh hakim karena tidak ada penjelasannya pada pasal tersebut. Dibutuhkan pengetahuan hukum dan aliran ilmu hukum yang baik agar bisa memaknai daripada hal tersebut.

Interpretasi Gramatikal

Interpretasi ini menafsirkan kata-kata dalam Undang-Undang sesuai kaidah dan kaidah hukum tata Bahasa, dengan memberikan makna terhadap suatu aturan hukum melalui penalaran hukum terhadap teks yang kabur/tidak jelas. Sebagai contoh apa yang dimaksud pihak ketiga dalam suatu perikatan tidak dijelaskan secara pasti, bisa bermakna pihak ketiga yang tidak diikutsertakan dalam perikatan.

Interpretasi Historis

Interpretasi ini mencari maksud dari suatu perundang-undangan itu seperti apa dan melihat dari sisi historis ketika undang-undang tersebut dibentuk oleh pembentuk undang-undang. Dalam interpretasi ini kehendak pembuat undang-undang dianggap menentukan.

Sebagai contoh, jika kita ingin mengetahui makna yang terkandung dalam suatu perundang-undangan kita tak hanya sebatas melihat sejarah pembentukan undang-undang tersebut, melainkan harus melihat juga proses sejarah yang telah mendahuluinya. Misalnya, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dapat dipahami ketika kita paham juga sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia.

Interpretasi Sistematis

Dalam interpretasi ini, menafsirkan suatu ketentuan perundang-undangan yang dihubungkan dengan perundang-undangan lainnya dengan ketentuan tidak menyimpang atau keluar dari sistem hukum itu sendiri. Sebagai contoh, untuk mengetahui sifat melawan hukum yang ada pada hukum pidana hakim tidak cukup hanya mencari ketentuan yang ada pada KUHPidana saja, melainkan dihubungkan juga dengan ketentuan yang ada pada KUHPerdata.

Interpretasi Sosiologis

Interpretasi ini menetapkan makna undang-undang berdasarkan tujuan sosialnya. Dengan cara melihat kondisi sosial atau situasi yang ada. Sebagai contoh pencurian listrik pada pasal tersebut dibuat, para pembuat undang-undang belum berpikir penggunaan listrik pada kehidupan manusia, sehingga apakah listrik termasuk barang sesuai klasifikasi yang ada pasal 362 KUHP atau tidak. Jika masuk maka ketika terjadi penyadapan listrik maka termasuk klasifikasi pencuri, yaitu pencuri listrik.

Interpretasi Komparatif

Metode komparatif ini membandingkan antara berbagai sistem hukum, yang biasanya digunakan dalam hukum internasional. Contohnya ketika hakim menafsirkan suatu kalimat dalam perjanjian lisensi antara dua orang yang tunduk pada hukum yang berbeda, maka hakim harus mencari makna suatu kalimat dari kedua subyek hukum tersebut. Misalnya membandingkan makna kalimat lisensi yang disengketakan dari kedua negara tersebut.

Interpretasi Futuristis

Interpretasi ini menjelaskan undang-undang yang berlaku sekarang (ius constitutum) dengan berpedoman pada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan hukum (ius constituendum). Misalnya, rancangan undang-undang yang masih dalam proses legislasi di DPR, tetapi sudah pasti akan diundangkan.

Interpretasi Restriktif

Interpretasi restriktif adalah metode interpretasi yang membatasi. Contohnya pemaknaan kata tetangga dalam Pasal 666 KUHPerdata membatasi hanya pada tetangga rumah, tidak termasuk tetangga penyewa rumah.

Interpretasi Ekstensif

Interpretasi ini memperluas atau melebihi batas-batas hasil interpretasi gramatikal. Biasa digunakan untuk menjelaskan suatu ketentuan dengan melampaui batas hasil interpretasi gramatikal (segi bahasa). Misalnya, dalam menafsirkan arti ‘menjual’ pada pasal 1576 KUHPerdata melebihi arti dari jual beli, yaitu bisa termasuk peralihan hak yang lain, sewa atau tukar menukar.

Jenis-jenis konstruksi

Metode Argumentum per Analogiam 

Pada metode ini, hakim mencari esensi yang lebih umum pada suatu perbuatan yang diatur oleh undang-undang dengan peristiwa konkret yang dihadapi hakim, peristiwa yang serupa atau sejenis diperlakukan sama. Agar mudah dipahami, bisa diambil contoh jual beli pada Pasal 1576 KUHPerdata, hakim harus mencari esensi jual beli terlebih dahulu, kemudian ditemukan bahwa esensinya adalah peralihan hak. Lalu dicari esensi perbuatan hibah, ditemukan juga bahwa esensinya sama yaitu peralihan hak. Dengan demikian, diketahui bahwa metode analogi menggunakan penalaran induktif yaitu metode berpikir dari yang bersifat khusus ke yang umum.

Metode Argumentum A’contrario

Metode yang digunakan dengan penalaran bahwa undang-undang menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu, berarti bahwa terbatas pada peristiwa tertentu dan bagi peristiwa di luar berlaku sebaliknya. Sebagai contoh yaitu ketentuan masa iddah bagi janda, apakah berlaku juga ketentuan masa iddah bagi seorang duda karena tidak disebutkan secara tegas. Oleh karena itu, seorang duda tidak perlu menunggu waktu tertentu jika ingin menikah Kembali.

Rechtsvervijnings (Pengkonkretan Hukum)

Metode ini bertujuan untuk mengkonkretkan suatu aturan hukum yang berlaku abstrak. Misalnya Pasal 1365 Burgelijk Wetboek apa yang dimaksud perbuatan melawan hukum, apakah terbatas pada melanggar undang-undang atau lebih luas. Maka disini dibutuhkan pengkonkretan hukum untuk mengatasi aturan yang abstrak tersebut.

Fiksi Hukum

Semua orang dianggap tahu hukum, yang pada fakta lapangan tidak semua orang mengetahui akan undang-undang. Metode ini sangat dibutuhkan oleh hakim dalam praktik peradilan, karena seorang yang didakwa tidak dapat berdalih untuk dibebaskan dengan alasan tidak mengetahui hukum yang mengatur kejahatan yang dilakukan.

Kesimpulan

Interpretasi dan konstruksi hukum merupakan upaya oleh hakim melalui penemuan hukumnya ketika menghadapi suatu peraturan yang akan diterapkan tidak jelas, ambigu, hingga tidak ada peraturan yang mengaturnya. Melalui metode penemuan hakim dapat menyelesaikan masalah konkrit dengan cara interpretasi (penafsiran) dan konstruksi hukum. Interpretasi digunakan ketika ada peraturannya namun mengandung sifat tidak jelas, ambigu, dan kekaburan norma. Sedangkan konstruksi hukum digunakan ketika tidak ada peraturan yang mengatur sehingga dibutuhkan pembentukan hukum oleh hakim melalui konstruksi hukumnya.

REFERENSI:

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undanh Hukum Perdata

BUKU

Ali, Achmad. Menguak Tabir Hukum. Jakarta: Kencana, 2017.

Rifai, Ahmad. Penemuan Hukum Oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif. Jakarta: Sinar Grafika. 2010.

Hamzah, Andi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan perkembangannya. Jakarta: Sofmedia. 2012.

Mertokusumo, Soedikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. 2002.