Sinergi dalam Implementasi SK KMA Nomor 133 Tahun 2025

Dengan komitmen bersama, kita optimistis bahwa wajah peradilan Indonesia akan semakin kokoh, berintegritas, dan dipercaya publik.
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi dandapala.com/
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi dandapala.com/

Setiap perubahan aturan dalam dunia peradilan tentu membawa harapan sekaligus tantangan baru. Begitu juga dengan hadirnya Surat Keputusan Ketua Makamah Agung (SK KMA) Nomor 133 Tahun 2025.

Dokumen ini, menjadi bagian dari upaya Makamah Agung untuk terus memperkuat tata kelola lembaga peradilan, khususnya dalam hal pembinaan dan pengaturan yang menyentuh langsung pada aparatur serta pelayanan masyarakat.

Fenomena lahirnya SK ini sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari dinamika kebutuhan hukum di tengah masyarakat. Seiring berkembangnya zaman, pengadilan dituntut untuk lebih adaptif, transparan, dan memberikan rasa keadilan yang nyata.

Karena itu, pembaruan melalui instrumen hukum seperti SK KMA menjadi langkah penting agar roda peradilan berjalan sesuai dengan tuntutan reformasi birokrasi dan ekspektasi publik.

Dari sisi dasar hukum, keberadaan SK KMA ini berakar pada kewenangan Makamah Agung sebagai lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman tertinggi. Dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk mengatur hal-hal teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan peradilan. Dengan kata lain, keputusan ini bukan hanya sekadar kebijakan administratif, tetapi juga instrumen hukum yang memberi arah baru dalam tata kelola peradilan.

Peran Makamah Agung tentu sangat sentral. Selain menetapkan aturan, MA juga bertugas memastikan implementasinya berjalan di seluruh lini pengadilan, dari tingkat pertama hingga banding. Hakim sebagai ujung tombak peradilan juga memiliki tanggung jawab besar untuk menerapkan prinsip-prinsip yang diamanatkan SK ini dalam praktik persidangan sehari-hari. Dengan begitu, asas keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum benar-benar bisa dirasakan masyarakat.

Namun, tantangan tidak bisa dihindari. Perubahan aturan sering kali membutuhkan waktu untuk disesuaikan oleh aparatur, sekaligus memerlukan pengawasan ketat agar implementasi tidak sekadar formalitas. Oleh sebab itu, sinergi menjadi kata kunci. Tidak hanya antarhakim dan aparatur pengadilan, tetapi juga dengan instansi terkait lain yang ikut mendukung keberhasilan sistem peradilan.

Ke depan, harapannya SK KMA Nomor 133 Tahun 2025 ini mampu menjadi pendorong bagi terwujudnya pengadilan yang lebih modern dan responsif. Masyarakat menaruh harapan besar agar setiap perubahan benar-benar menghadirkan perbaikan nyata, bukan sekadar regulasi di atas kertas. Dengan komitmen bersama, kita optimistis bahwa wajah peradilan Indonesia akan semakin kokoh, berintegritas, dan dipercaya publik.

 

Penulis: Nur Amalia Abbas
Editor: Tim MariNews