MARINews, Bangkinang — Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang menunjukkan komitmen dalam menerapkan prinsip keadilan restoratif sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Aturan yang mulai diberlakukan sejak awal tahun ini menjadi tonggak baru dalam sistem pemidanaan di Indonesia.
Perma tersebut menandai perubahan paradigma hukum pidana, dari yang berorientasi pada penghukuman pelaku menuju penyelarasan kepentingan antara korban dan pelaku.
Keadilan restoratif menempatkan pidana sebagai langkah terakhir (ultimum remedium), dengan menekankan pemulihan keadaan, tanggung jawab terdakwa, serta perlindungan terhadap hak dan kebutuhan korban.
Dalam penerapannya, Perma Nomor 1 Tahun 2024 mengatur bahwa keadilan restoratif hanya dapat diberlakukan untuk tindak pidana ringan, yakni kasus dengan kerugian korban di bawah Rp2,5 juta, tindak pidana delik aduan, tindak pidana dengan ancaman maksimal lima tahun, serta tindak pidana anak yang proses diversinya tidak berhasil.
Di bawah kepemimpinan Ketua PN Bangkinang, Soni Nugraha, S.H., M.H., pengadilan ini terus berupaya menghadirkan peradilan yang berlandaskan pada keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Langkah tersebut menjadi penting bagi wilayah Kabupaten Kampar yang memiliki kawasan perkebunan kelapa sawit cukup luas, dengan banyak perkara pidana ringan berupa pencurian tandan buah segar atau brondol sawit.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Bangkinang, pada Oktober 2025 tercatat 57 perkara tindak pidana ringan (Tipiring) dari total 480 perkara sepanjang tahun berjalan.
Seluruh perkara tersebut berkaitan dengan kasus pencurian sawit yang dilakukan terhadap perusahaan maupun pemilik kebun perorangan.
Rata-rata, setiap minggu terdapat sekitar 15 perkara Tipiring yang disidangkan di ruang sidang PN Bangkinang setiap hari Jumat.
Para terdakwa didakwa dengan pelanggaran Pasal 364 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian ringan.
Dalam sidang, setelah memastikan terpenuhinya kriteria yang diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2024, hakim memberikan kesempatan kepada korban dan terdakwa untuk menyelesaikan perkara melalui mekanisme keadilan restoratif.
Dari seluruh perkara yang disidangkan pada bulan tersebut, korban dan terdakwa sepakat untuk berdamai dengan ketentuan pelaku tidak mengulangi perbuatannya yang merugikan korban.
Penerapan keadilan restoratif di PN Bangkinang menunjukkan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya tidak hanya berfokus pada penegakan hukum secara formal, tetapi juga berupaya mewujudkan keadilan substantif yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Pendekatan ini tidak sekadar mengisi kekosongan hukum, melainkan memberikan ruang bagi penyelesaian yang lebih manusiawi dan bermanfaat bagi semua pihak.





