Dalam setiap aktivitas kehidupan manusia, tentunya tidak terlepas dari hubungan keperdataan dengan subjek hukum lainnya. Salah satu bentuknya menjalin perikatan dengan pihak lain. Lahirnya perikatan menurut hukum perdata, dapat berasal dari perjanjian atau undang-undang, sesuai Pasal 1233 KUHPerdata.
Berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata, perikatan dapat berupa tindakan memberikan sesuatu, guna berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Subjek hukum yang tidak memenuhi perikatan, dapat dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga, setelah dinyatakan lalai atau wanprestasi memenuhi perikatan atau bilamana telah ditentukan waktu guna memenuhi perikatannya, tetapi tidak melaksanakannya, sebagaimana ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata.
Perbuatan melawan hukum sendiri, termasuk dalam perikatan yang dilahirkan demi undang-undang dan setiap tindakan perbuatan melawan hukum berdampak kerugian kepada subjek hukum lain, dimana pelakunya wajib mengganti kerugian, termasuk akibat kealpaan atau kecerobohannya, sesuai Pasal 1365 dan 1366 KUHPerdata.
Tindakan sewa menyewa, termasuk perikatan antar subjek hukum. Menurut Pasal 1548 KUHPerdata, sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dimana salah satu pihak mengikatkan dirinya untuk berikan kepada pihak lainnya kenikmatan atau memanfaatkan suatu benda, dalam jangka waktu tertentu dan timbal baliknya berupa pembayaran sewa dari pihak penyewa.
Keseluruhan jenis benda dapat disewakan, baik benda bergerak atau tidak bergerak, sesuai Pasal 1549 KUHPerdata. Adapun kewajiban pihak yang menyewakan suatu benda, antara lain:
- Menyerahkan benda yang disewakan kepada si penyewa;
- Memelihara benda yang disewakan, hingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan;
- Memberikan manfaat atau kenikmatan penyewa, atas benda yang disewakan selama periode sewa (vide Pasal 1550 KUHPerdata).
Dalam jangka waktu sewa menyewa, perbaikan benda yang disewa adalah tanggung jawab pihak yang menyewakan, kecuali perbaikan kecil yang jadi kewajiban penyewa. Selain itu menanggung cacat cari benda disewakan, yang dapat menggangu penggunaan benda. Kedua hal tersebut, diatur Pasal 1551 dan Pasal 1552 KUHPerdata
Sedangkan kewajiban penyewa suatu benda, yakni memelihara benda sewaan atau diperumpamakan sebagai bapak rumah yang baik dan membayar biaya sewanya, sebagaimana Pasal 1560 KUHPerdata. Demikian juga Pasal 1554 KUHPerdata, menjelaskan penyewa benda dilarang mengubah bentuk dan tatanan benda yang disewanya.
Apakah dalam jangka periode waktu sewa menyewa, seorang penyewa berhak meminta kembali benda yang disewakan untuk digunakannya sendiri? Guna menjawab pertanyaan dimaksud, penulis menguraikan kaidah hukum pertimbangan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 277 K/Pdt/1984, yang telah ditetapkan sebagai Yurisprudensi MA RI, sebagaimana buku Yurisprudensi Indonesia, diterbitkan Mahkamah Agung RI pada 1985.
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 277 K/Pdt/1984, diperiksa dan diputus dalam persidangan terbuka untuk umum pada 15 Juni 1985, oleh Majelis Hakim Agung, R. Harsadi Darsokusumo, S.H., (Ketua Majelis), dengan didampingi H. Amiroeddin Noer, S.H. dan H. Masrani Basran, S.H., menerangkan perjanjian sewa, yakni pihak yang menyewakan benda tidak dapat menghentikan sewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri barang yang disewakan, sebagaimana ketentuan Pasal 1579 KUHPerdata (B.W.).
Pasal 1579 KUHPerdata (B.W.) melarang penghentian sewa sepihak oleh pihak yang menyewakan dalam jangka waktu sewa benda tersebut, meskipun akan digunakan sendiri oleh pihak yang menyewakan, kecuali telah disepakati sebelumnya antara pihak yang menyewakan dengan penyewa benda.
Semoga dapat menambah referensi bagi para hakim dalam mengadili perkara serupa dan menambah pengetahuan pembacanya.