Dua Hakim PN Pulau Punjung Ikuti Promensisko 2025 Bahas Risiko TPPU dan TPPT dari Tindak Pidana Siber

Kehadiran dua hakim dari PN Pulau Punjung ini mencerminkan komitmen lembaga peradilan tingkat pertama dalam memperkuat kapasitas menghadapi tantangan hukum modern di era digital.
Dua hakim dari PN Pulau Punjung, yaitu Iqbal Lazuardi dan Mazmur Ferdinandta Sinulingga, mengikuti Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) 2025 yang diselenggarakan secara daring pada Kamis (8/5/2025). Foto dokumentasi PN Pulau Punjung.
Dua hakim dari PN Pulau Punjung, yaitu Iqbal Lazuardi dan Mazmur Ferdinandta Sinulingga, mengikuti Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) 2025 yang diselenggarakan secara daring pada Kamis (8/5/2025). Foto dokumentasi PN Pulau Punjung.

MARINews, Dharmasraya-Dua hakim dari Pengadilan Negeri Pulau Punjung, yaitu Iqbal Lazuardi dan Mazmur Ferdinandta Sinulingga, ditugaskan langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Pulau Punjung untuk mengikuti Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) tahun 2025 yang diselenggarakan secara daring pada Kamis (8/5) oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bekerja sama dengan Mahkamah Agung RI.

Program ini merupakan bagian dari Gerakan Nasional 23 Tahun APUPPT-PPSPM sebagai upaya memperkuat pemahaman para aparat penegak hukum terhadap ancaman Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Pendanaan Terorisme (TPPT) yang bersumber dari kejahatan siber.

Acara ini dibuka secara resmi oleh Kepala PPATK, yang menegaskan pentingnya sinergi nasional dalam memerangi kejahatan ekonomi digital. Dalam kesempatan tersebut juga disampaikan keynote speech dari Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), yang menyoroti tantangan meningkatnya tindak pidana siber dan urgensi kolaborasi antarinstansi dalam memitigasi risiko pencucian uang serta pendanaan terorisme.

Dalam salah satu sesi penting, narasumber dari Mahkamah Agung RI Dwi Sugiarto, membawakan materi berjudul Penegakan Hukum TPPU dari TP Siber di Indonesia. Dia menyoroti peran strategis pengadilan, khususnya Pengadilan Negeri, dalam menangani perkara TPPU yang tidak berkaitan dengan korupsi. Kewenangan ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010, sementara perkara TPPU dari tindak pidana korupsi menjadi kewenangan Pengadilan Tipikor.

Selain membahas alur pembuktian dan mekanisme perampasan aset melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2013, sesi ini juga mengangkat sebuah contoh konkret penetapan pengadilan yakni Penetapan Nomor 02/Pid.Sus/PHK/2024/PN Jkt Pst tanggal 12 Desember 2024.

Dalam kasus ini, penyidik Tipideksus Bareskrim Polri mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menetapkan dana senilai Rp154.708.659,00 yang dibekukan dalam rekening bank sebagai hasil tindak pidana judi online.

Permohonan tersebut diajukan karena tersangka tidak ditemukan, sementara dana hasil transaksi perjudian telah dibekukan berdasarkan permintaan PPATK. PN Jakarta Pusat mengabulkan permohonan tersebut dan menyatakan dana tersebut sebagai aset milik negara.

Putusan ini, disertai perintah kepada panitera pengadilan untuk mengumumkan hasil penetapan melalui papan pengumuman atau media lain. Guna memberi kesempatan kepada pihak yang merasa memiliki hak atas harta tersebut untuk mengajukan keberatan dalam jangka waktu yang ditentukan.

Contoh kasus ini menegaskan pentingnya peran aktif pengadilan dalam mendukung efektivitas pemulihan aset hasil kejahatan, terutama dalam konteks kejahatan siber yang pelakunya kerap sulit dilacak. Hal ini juga menunjukkan bagaimana mekanisme hukum acara yang diatur dalam PERMA 1 Tahun 2013 dapat dijalankan secara efisien untuk kepentingan negara.

Kehadiran dua hakim dari PN Pulau Punjung ini mencerminkan komitmen lembaga peradilan tingkat pertama dalam memperkuat kapasitas menghadapi tantangan hukum modern di era digital.

Penulis: Kontributor
Editor: Tim MariNews