MARINews, Lubuklinggau-Pengadilan Agama (PA) Lubuklinggau kembali menegaskan komitmennya dalam melindungi kaum rentan, khususnya perempuan dan anak di hadapan hukum.
Dalam sebuah langkah yang patut diapresiasi, Pengadilan Agama Lubuklinggau berhasil mengeksekusi putusan perkara Nomor 302/Pdt.G/2025/PA.Llg., yang secara tegas menghukum mantan suami untuk menunaikan nafkah pascaperceraian kepada mantan istri dan anak-anaknya.
Keberhasilan ini bukan sekadar keberhasilan kasuistik, melainkan implementasi nyata dari semangat Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. PERMA ini merupakan kerangka hukum yang krusial, didesain untuk memberikan perlindungan dan keadilan yang lebih substantif bagi perempuan dalam sistem peradilan.
Dalam konteks kasus ini, PA Lubuklinggau secara konkret menerapkan prinsip-prinsip PERMA tersebut, dengan memastikan bahwa putusan pengadilan tidak hanya bersifat formalistik, tetapi juga berdampak langsung pada pemenuhan hak-hak dasar kelompok rentan.
Memulihkan Hak dan Membangun Kepercayaan Publik
Pemenuhan hak mantan istri dan anak merupakan bagian dari komitmen PA Lubuklinggau untuk menjamin akses keadilan yang setara, terutama bagi kelompok rentan. Secara prinsip, kewajiban memberi nafkah setelah perceraian adalah bentuk keadilan distributif, di mana beban ekonomi tidak sepenuhnya ditanggung oleh pihak yang lebih lemah secara finansial.
Lebih dari itu, pelaksanaan putusan seperti ini secara transparan dan efektif juga penting untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Ketika putusan tidak hanya tertulis di atas kertas, tetapi benar-benar dijalankan, maka kepercayaan dan kredibilitas pengadilan akan semakin kuat.
Yang menarik dari perkara ini adalah metode pelaksanaannya. Di mana, pembayaran beban kewajiban nafkah oleh mantan suami kepada mantan istri dilakukan di dalam persidangan ikrar talak, bahkan sebelum mantan suami mengucapkan talaknya. Ini merupakan praktik progresif yang memastikan hak mantan istri dan anak terpenuhi secara langsung pada momen krusial perceraian.
"Diharapkan dengan dilaksanakannya isi putusan secara sukarela oleh Pemohon dapat memberikan rasa keadilan kepada Termohon sebagai mantan istri yang dijatuhi cerai," ungkap Ketua Pengadilan Agama Lubuklinggau Badrudin, S.H.I., M.H.
Pernyataan ini menegaskan orientasi PA Lubuklinggau pada keadilan substantif dan perlindungan pihak yang lemah. Tindakan ini tidak hanya memenuhi aspek legalitas, tetapi juga meminimalisir potensi sengketa lanjutan dan penderitaan emosional yang seringkali menyertai proses pasca-perceraian.